Kerentanan Mahasiswa Terhadap Penggunaan Pinjaman Online
Kasus pinjaman online (pinjol) semakin marak sejak pandemi, termasuk mahasiswa yang dianggap rentan terhadap keberadaan pinjol.
Aspirasionline.com – Efek pandemi nyatanya memberikan dampak yang cukup besar bagi perekenomian masyarakat. Banyak pihak yang mengalami kesulitan ekonomi sehingga mesti memutar otak untuk mencari dana segar, salah satunya dengan melakukan peminjaman.
Pinjaman online (pinjol) merupakan salah cara untuk mencari dana. Maraknya pinjol dikarenakan persyaratan dan sistem pencairan yang lebih mudah. Dengan ini pinjol dapat dilakukan siapa saja, tak terkecuali mahasiswa.
Seperti salah satu mahasiswa, Tri Apri Lidia Agri, mengakui hanya dengan KTP ia bisa mendapat dana segar dari pinjol untuk memenuhi kebutuhannya yang mendesak. Ia sama sekali tidak merasa menyesal justru sangat membantu kalau digunakan dengan cermat dan memiliki perhitungan yang baik.
“Jelas sangat menguntungkan walaupun tentu harus siap membayar bunga yang sebenarnya lumayan besar kalau pinjaman online,” jujur Lidia kepada ASPIRASI pada Kamis, (24/11).
Lidia menambahkan, ia tidak menemui masalah ketika melakukan pinjol. Namun ia sempat bercerita bahwa temannya sempat mengalami masalah terkait pinjol.
“Kontaknya pun di sadap, foto dia lagi megang KTP itu disebarkan di semua kontak dan dikasih tau kalau dia ini, lebih ke fitnah, emang separah itu kalau pinjol,” lanjutnya.
Namun, tidak semua mahasiswa melakukan pinjol dan sebisa mungkin menghindari aplikasi tersebut. Seperti Alwan Naufal memberikan alasannya, Ia juga mengungkapkan ketakutannya apabila terus bertumpuknya hutang sampai pihak pinjol mengirimkan debt collector yang bisa melakukan berbagai cara agar mau bayar baik itu cara biasa atau kekerasan.
“Mungkin aset saya bisa diambil paksa (jika telat bayar, red.) oleh orang pinjol tersebut dan itu ketakutan terbesar saya dalam melakukan pinjol ini,” ungkap Alwan, mahasiswa Universitan Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) tersebut.
Tidak hanya Alwan, Muhammad Arif, mahasiswa Universitas Gunadarma menambahkan pernyataan pribadinya mengenai pinjaman online. Menurutnya, pinjol tidak menyelesaikan suatu masalah justru ketika seseorang melakukan pinjol akan terlilit utang sebab bunga yang tinggi. Bahkan, Arif mengaku tidak akan melakukan pinjol meskipun keadaan yang terlalu mendesak.
“Bukan menyelesaikan masalah, (pinjol, red.) justru menambah masalah.” jelas Arif kepada Aspirasi Senin, (03/12)
Pengaruh Negatif Pinjaman Online
Dalam melakukan pinjol memang terdapat manfaat yang kita dapatkan, tetapi ada aspek negatif yang sangat disoroti dalam pinjol ini yang menjadikan sangat beresiko. Apalagi tidak memiliki pemahaman dan literasi keuangan yang kurang.
Tujuan juga menjadi hal yang dipertimbangkan dalam pinjol, ketika tujuan nya sesuai tentu dapat mengolah dengan baik. Jadi, pengaruh positif dan negatif pun bergantung kepada tujuan kita melakukan pinjol.
“Kalau tujuan saya konsumtif, terbawa oleh nafsu akhirnya pinjol dan tidak ada kemampuan bayar, nah bisa-bisa kita ditagih oleh debt collector dan dipermalukan di tempat umum”, ujar dosen Ekonomi UPNVJ, Wahyu Arianto kepada ASPIRASI pada Kamis, (24/11).
Hal-hal konsumtif inilah yang masih banyak terjadi khususnya kepada mahasiswa. Walaupun disisi lain banyak yang menggunakan sesuai kebutuhan. Ketika orang yang melakukan pinjol tidak tau akan resiko dan tidak bisa melakukan perhitungan dari apa yang dilakukan, tentu sangat beresiko.
“Dengan menumpuknya utang semakin lama kita menunda bayar, pihak pinjol sana akan mengirimkan debt collector,” ujar Alwan.
Aksi Pinjol dari Aspek Psikologi Konsumen
Dari aspek psikologis manusia selalu menyangkal konsekuensi dari suatu kenyataan. Karena minim literasi keuangan, melihat kesempatan, dan terbawa oleh nafsu sudah tau beresiko tapi tetap membuat orang melakukannya.
Wahyu menjelaskan adanya iklan pinjaman online merupakan salah satu unsur yang bisa dilihat dari psikologis konsumen. Karena sadar atau tidak, apa yang di lihat sehari-hari akan mempengaruhi perilaku manusia.
“Cukup lampirkan KTP (Kartu Tanda Penduduk, red.), pinjaman cair itu menarik banget. Jadi orang itu berpikir ini nih solusinya, pasti (promosinya, red.) akan selalu dari sisi emosional,” jelas Wahyu.
Wahyu juga menyinggung soal tuntutan gaya hidup yang semakin tinggi tidak lepas dari fenomena media sosial yang menampilkan berbagai kemewahan. Media sosial telah menjadi ajang pamer, dan tidak jarang ada yang memaksakan kemampuannya untuk mengikuti tren di media sosial itu.
“Kalau kita lihat dari aspek psikologis kalau itu gak di stop akan selalu seperti itu dan ada dorongan untuk melakukan karena dianggap sebagai tren yang harus kita ikuti ketika pengen dianggap smart dan berhasil,” ujar Wahyu
Dengan ini menurutnya perlu untuk mengetahui niat awal kita mengajukan pinjol, apakah untuk membangun bisnis atau semata karena ingin menaikkan gaya hidup. Wahyu menambahkan, berapapun uang yang dimiliki akan cukup untuk hidup, tetapi sebanyak apapun uang yang dimiliki tidak akan pernah cukup untuk gaya hidup.
“Plusnya kalau ada perhitungan, riskan kalau saya tidak punya penghasilan,” tutupnya.
Ilustrasi: Adelita, Mg.
Reporter: Adelita, Mg., Rifqy, Mg. | Editor: Tiara Ramadanti.