Kejelasan dari Wacana Pemberlakuan Tes Urine Terhadap Mahasiswa
Wacana terkait pemberlakuan tes urine terhadap mahasiswa di kampus Jakarta mengundang berbagai tanggapan dari kalangan mahasiswa maupun pihak Polda Metro Jaya.
Aspirasionline.com – Beberapa waktu lalu, beredar kabar bahwa Polda Metro Jaya akan menggelar tes urine setiap satu bulan sekali terhadap mahasiswa di Jakarta. Hal tersebut didasari akibat meningkatnya kasus penyalahgunaan narkoba oleh mahasiswa.
Dilansir dari keterangan Direktur Reserse Narkoba (Dirresnarkoba) Polda Metro Jaya, Kombes Mukti Juharsa, di laman Kompas menyatakan bahwa pengguna narkotika di Indonesia naik dari tahun 2019 silam sebesar 1,8% menjadi 1,95% pada tahun 2021.
Menurut Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional Jakarta (UPNVJ), Riswandy Wasir, mahasiswa memang tidak secara spesifik termasuk golongan masyarakat yang paling banyak menyalahgunakan narkoba. Namun, mahasiswa berada di usia remaja, rentang usia yang paling banyak terjadi penyalahgunaan narkoba.
“Data tidak secara langsung menyebut mahasiswa, tetapi di usia remaja,” ujar dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat tersebut saat diwawancarai ASPIRASI pada Senin (28/11).
Menurutnya, ketika remaja dikelilingi oleh lingkungan atau pergaulan menjadi faktor yang menimbulkan rasa penasaran untuk mencoba hal-hal yang buruk, khususnya narkoba. Oleh karena itu, lingkungan menjadi faktor eksternal yang paling berpengaruh terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja.
Hal ini yang membuat Riswandi merasa kebijakan ini tepat diberlakukan terhadap mahasiswa. “Apabila diterapkan pemeriksaan urine, mereka dapat menjadikan kebijakan tersebut sebagai alasan untuk menolak ajakan narkoba,” lanjutnya.
Kata Mahasiswa Terkait Wacana Tes Urine
Di sisi lain, mahasiswi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ), Vivit Widi Haryati, berpendapat bahwa dirinya setuju terhadap pemberlakuan tes urine tersebut. Namun, ia mempermasalahkan frekuensi tes urine yang dilakukan sebulan sekali.
“Menurut aku dengan dilakukan sebulan sekali seperti buang-buang anggaran atau mungkin lebih baik dilonggarkan, kayak tiga bulan sekali atau satu semester sekali,” tutur mahasiswi yang akrab dipanggil Vivit kepada ASPIRASI pada Rabu (23/11).
Berbeda dengan Vivit, Haidar Fadhil, mahasiswa dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa dirinya kurang setuju dengan wacana pemberlakuan tes urine ini jika hanya diberlakukan untuk mahasiswa, bukan seluruh masyarakat umum.
“Mahasiswa jadi terkesan seperti satu-satunya golongan yang kemungkinan besar menggunakan narkoba,” ujar Haidar kepada ASPIRASI pada Minggu (27/11).
Haidar mengkhawatirkan jika tes ini akan membuat kondisi kampus menjadi kurang kondusif disebabkan banyaknya mahasiswa di setiap kampus dan waktu perkuliahan yang berbeda-beda.
Keduanya berharap, baik kepolisian maupun pihak yang berwenang dapat menyiapkan wacana kebijakan tes urine ini sebaik-baiknya agar nantinya berjalan dengan lancar dan transparan.
Klarifikasi dari Kepolisian
Kepala Bagian Pengawasan dan Penyidikan (Kabag Wassidik) Polda Metro Jaya, AKBP Apollo Sinambela, memberikan keterangannya terkait wacana pemberlakuan tes urine kepada mahasiswa di Jakarta. Menurutnya, berita yang beredar merupakan misinformasi.
Berawal dari pernyataan Kombes Mukti Juharsa selaku Dirresnarkoba mengenai upaya mengatasi penggunaan narkoba di lingkungan kampus dengan tes urine, wacana tersebut ternyata menimbulkan berbagai persepsi publik.
“Di media massa seolah-olah seperti polisi akan melakukan pemeriksaan urine terhadap mahasiswa. Akhirnya rekan-rekan mahasiswa mengartikannya menjadi kenapa polisi mau melakukan tes urine hanya kepada mahasiswa,” jelas Apollo kepada ASPIRASI pada Rabu (o7/12).
Padahal, penyuluhan narkoba hingga tes urine di kampus memang sudah lama menjadi program kerjasama dari pihak kepolisian dengan pihak kampus, bahkan sudah menjadi salah satu syarat masuk kampus maupun organisasi lain.
“Jadi tes urine itu hanya program lanjutan dari program sosialisasi narkoba. Saat ini tes urine sudah menjadi persyaratan penerimaan mahasiswa baru,” lanjutnya.
Selain itu, Kombes Apollo juga membantah informasi yang mengatakan bahwa tes urine akan dilakukan sebulan sekali. Ia juga menegaskan bahwa tes urine hanya dilakukan setelah adanya koordinasi dari pihak kampus, bukan inisiatif dari kepolisian.
“Pelaksanaan itu hanya boleh dilakukan berdasarkan hasil koordinasi kepolisian dengan pihak kampus, bukan inisiatif polisi sendiri, dan tidak bersifat memaksa,” tutupnya meyakinkan.
Foto: Google
Reporter: Syifa, Mg., Maulana, Mg. | Editor: Nayla Shabrina.