Pembentukan Satgas PPKS UPNVJ Berkejaran Dengan Waktu

Berita UPN

Tingginya urgensi pembentukan Satgas PPKS UPNVJ tidak dibarengi dengan persiapan yang matang. Waktu yang mepet, minim sosialisasi dan transparansi, serta sepinya peminat menjadi hal yang perlu dievaluasi dalam pembentukan Satgas PPKS UPNVJ.

Aspirasionline.com — Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) akhirnya terbentuk pada Jumat, (02/09) di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ). Pembentukan Satgas PPKS UPNVJ merupakan implementasi lanjutan usai satu tahun diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021. 

Seakan menjadi angin segar bagi seluruh lapisan masyarakat kampus hijau, Satgas PPKS disahkan lewat Surat Keputusan (SKEP) Rektor Nomor 1282/UN61.0/HK.02/2022 Tentang Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual UPNVJ Periode 2022-2024.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama UPNVJ Ria Maria Theresa menegaskan bahwa Satgas PPKS merupakan lembaga independen yang memiliki tanggung jawab langsung ke rektor. Hal tersebut sesuai dengan prinsip pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang tertulis pada Pasal 3 Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.

“Kalau Satgas independen, dong. Kan saya enggak ikut juga pada saat wawancara, mereka semua sendiri,” jelas Ria saat ditemui di ruangannya oleh ASPIRASI pada Jumat, (23/9).

Sempat mengalami kesalahan tahapan mekanisme saat pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) Satgas PPKS, Ria mengaku dalam pembentukan Satgas PPKS kali ini sudah sesuai dengan tahapan yang tertulis pada Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.

“Sudah disesuaikan dengan yang ada di peraturan menteri. Kemarin (saat pembentukan Pansel Satgas PPKS, red.) kan ada (kesalahan, red.) dan sudah kita cabut. Kemudian kita mengikuti semua tahapan yang ada di peraturan menteri,” jelas Ria.

Namun, dalam pembentukan Satgas PPKS nyatanya masih terdapat segelintir permasalahan. Salah satu Pansel Satgas PPKS UPNVJ, Sarlan mengatakan bahwa rentang waktu pembentukan Satgas PPKS hanya dilakukan selama sepuluh hari karena sudah mendekati tenggat waktu pengumpulan berkas ke Kemendikbudristek.

Sarlan menyebutkan bahwasanya pendaftaran dibuka sejak Jumat, (19/08) yang berlanjut selama tiga hari, dilanjutkan proses seleksi administrasi pada Rabu, (24/08), dan proses wawancara yang hanya dilakukan selama satu hari yaitu pada hari Senin, (29/08). 

Jika hasil pembentukan Satgas PPKS melebihi tenggat waktu, yaitu pada Sabtu, (03/09). Maka, UPNVJ bisa dikenakan sanksi administratif yang sudah tertulis pada Pasal 19 Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.

“Ya, konsekuensinya (jika lewat tenggat waktu, red.) kan sudah jelas di aturan nomor 30 itu, ya. Misalnya akreditasi bisa diturunin, akreditasi institusi. Kemudian untuk biaya dukungan operasional perguruan tinggi juga (diberhentikan, red.), sehingga kita mengejar itu,” jelas Sarlan saat diwawancarai ASPIRASI pada Jumat, (23/09).

Ketidaksiapan UPNVJ dalam Pembentukan Satgas PPKS 

Permasalahan pembentukan Satgas PPKS yang sudah mendekati tenggat waktu nyatanya berimbas pada tidak adanya transparansi tahapan pembentukan Satgas PPKS. Hal tersebut dirasakan oleh segenap mahasiswa UPNVJ yang merasa tidak diikutsertakan sejak awal pembentukan Satgas PPKS.

Salah satunya yaitu Natasha Feralika, mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPNVJ yang mengatakan bahwa proses pembentukan Satgas PPKS, mulai dari pemilihan calon Pansel hingga Satgas PPKS, terhitung memakan waktu yang lama dan tidak transparan. Sehingga, menurutnya, hal tersebut memunculkan asumsi bahwa UPNVJ tidak siap dalam membentuk Satgas PPKS.

“Karena kalau dari sudut pandang aku (sebagai mahasiswa, red.) ngelihat kemarin yang prosesnya lama dan kurang jelas tahapannya, itu menunjukkan kayak kampus kurang siap gitu dalam membentuk satgas PPKS,” ujar mahasiswi yang akrab disapa Lika itu pada Jumat, (16/09).

Pasalnya, Keluarga Mahasiswa (KEMA) UPNVJ sudah menuntut percepatan dan kejelasan transparansi pembentukan Satgas PPKS melalui akun media sosial Instagram @upnvjbergerak. Namun, mereka tidak mendapatkan tanggapan secara detail terkait tuntutan yang sudah diajukan kepada rektorat.

“Kemarin sempat diprotes juga, sempat didesak juga oleh KEMA mengenai proses Satgas ini seperti apa, sudah sampai mana, bahkan diminta untuk disegerakan gitu, kan. Itu kan artinya urgensi yang tinggi ini tidak dibarengi dengan kesiapan yang matang gitu,” jelas Lika.

Tak hanya Lika, mahasiswi Fakultas Hukum UPNVJ Tasya Darosyifa merasa dibungkam oleh penolakan dari pihak rektorat saat dimintai percepatan, keterbukaan informasi, dan audiensi terkait pembentukan Satgas PPKS. 

“Mereka selalu mengatakan ‘kita sudah berusaha semaksimal mungkin, kita tinggal nunggu, kita tinggal nunggu, kita tinggal nunggu,’. Menurutku kalau memang kampus betul-betul ingin mewujudkan apa yang disuarakan oleh mahasiswa, seharusnya mereka mau untuk berdialog dengan kami,” ujar Tasya saat diwawancarai ASPIRASI melalui Zoom Meeting pada Kamis, (15/09).

Selain transparansi, Tasya juga berkomentar terkait dengan sosialisasi pembentukan Satgas PPKS yang tidak ia dapatkan. Ia merasa bahwa pembentukan Satgas PPKS terlalu tertutup dan informasi dari rektorat terlalu banyak melalui perantara sehingga informasi tidak sampai ke mahasiswa.

“Mungkin memang rektorat ini cukup sibuk sampai tidak mau menemui mahasiswa,” lanjutnya.

Di sisi lain, Sarlan menampik jika pembentukan Satgas PPKS dilakukan secara tertutup. Ia mengatakan sudah menyebarluaskan informasi melalui pihak Hubungan Masyarakat (humas) UPNVJ. Namun, informasi tersebut tidak disebar ke eksternal UPNVJ.

“Terkait untuk transparansi kita sudah usahakan untuk bisa di-share lah, melalui humas gitu ya, tapi tidak bisa keluar, pesertanya juga internal UPN. Istilahnya bukan peserta yang di luar UPN,” tutur Sarlan.

Kendala lain yang ditemui saat pembentukan Satgas PPKS yaitu sepinya peminat calon anggota Satgas PPKS di samping waktu yang sudah mepet. Hal tersebut dijelaskan oleh Sarlan sehingga pihak kampus harus menarik anggota calon Satgas PPKS dari anggota calon Pansel yang saat itu tidak menjadi bagian Pansel.

“Akhirnya coba masukin aja yang lulus Pansel tapi tidak tidak ikut menjadi Pansel, kita tawarin menjadi Satgas. Iya, artinya tidak dipaksa lah. Kalau dia mau lanjut ikut, berarti kan dia mengisi form yang disediakan oleh Pansel,” jelas Sarlan.

Sarlan melanjutkan, waktu yang terlalu mepet juga berakibat pada tidak adanya uji publik saat pemilihan anggota Satgas PPKS. Sifat uji publik yang tentatif saat pembentukan Satgas PPKS merupakan alasan selanjutnya dari peniadaan uji publik tersebut.

“Ada perguruan tinggi lain yang memang melakukan uji publik, tapi ternyata waktunya ga cukup lah kalau untuk fokus ke situ. Kita ga bisa, bertabrakan dengan kegiatan-kegiatan lain juga,” jelas Sarlan.

Koordinator Perubahan Hukum Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Dian Novita menyayangkan tidak adanya tahapan uji publik. Padahal menurutnya, uji publik merupakan tahapan yang sangat penting karena Satgas PPKS memiliki tanggung jawab kerja kepada publik UPNVJ.

“Sehingga Satgas yang bertugas itu memang memiliki rasa ‘saya bertanggung jawab terhadap publik di UPN’,” ujar wanita yang akrab disapa Dian kepada ASPIRASI pada Rabu, (28/09).

Selang tujuh hari sejak penetapan anggota Satgas PPKS melalui SKEP Rektor Nomor 1.282, anggota Satgas PPKS akhirnya dipublikasikan pada Jumat, (09/09) melalui sosial media dan videotron yang ada di lingkungan UPNVJ. Ria mengaku sempat menunggu lama saat pengumpulan foto anggota Satgas PPKS sehingga berpengaruh pada waktu publikasi yang seharusnya bisa dilakukan lebih cepat.

“Kemarin saya memang minta tolong ini dipublikasi, dipasangin juga foto-fotonya supaya orang tahu anggota satgas itu siapa saja. Jadi harus ada fotonya, nah ada beberapa yang belum ngumpulin foto, jadi nungguin dulu ngumpulin foto itu,” jelas Ria.

Membangun Rasa Percaya Warga UPNVJ Kepada Satgas PPKS

Satgas PPKS UPNVJ telah terbentuk. Andrew Matthew Sianturi, salah satu anggota Satgas PPKS, menaruh harapan agar warga kampus UPNVJ memiliki rasa kepercayaan kepada Satgas PPKS.

“Apa yang lebih penting itu, kita bisa dipercayai dulu sama KEMA,” tutur mahasiswa yang kerap disapa Matty ini, pada Selasa, (20/09).

Lebih lanjut, Matthew mengutarakan bahwa rasa percaya ini mesti ada karena biasanya korban kekerasan seksual mengalami krisis kepercayaan. Hal ini membuat korban tidak melaporkan kejadian yang dialaminya atas dasar tipisnya rasa percaya yang mereka miliki kepada orang lain.

Dewanto Samodro, Ketua Satgas PPKS UPNVJ juga meminta agar seluruh masyarakat UPNVJ percaya pada Satgas PPKS. Ia mengatakan bahwa pihak Satgas PPKS akan selalu berpihak pada korban dan berusaha memenuhi kebutuhan korban.

“Jadi, korban datang ke Satgas itu sebenarnya apa yang dibutuhkan? Belum tentu dia itu pengen pelaku disanksikan. Bisa jadi karena memang butuh sesuatu untuk dirinya sendiri,” ujar Dewanto saat ditemui oleh ASPIRASI di gedung FISIP UPNVJ pada Jumat, (23/09).

Namun, untuk meningkatkan pemahaman kasus kekerasan seksual, Dewanto mengaku hingga waktu ia diwawancarai masih belum mendapatkan pelatihan sebagai anggota Satgas PPKS. Ia hanya mendapat pelatihan secara tidak langsung, saat ia masi bekerja menjadi wartawan.

“Waktu jadi wartawan, ketemu dengan teman-teman dari lembaga layanan. Dan ya, saya rasa dari situlah saya dapat ilmunya,” cerita Dewanto.

Padahal, pelatihan bagi Satgas PPKS menjadi suatu urgensi tersendiri. Ini karena kasus kekerasan seksual merupakan kasus spesifik yang kental akan masalah relasi kuasa dan relasi gender di dalamnya.

“Kalau mereka tidak memiliki pengetahuan tentang itu, tentu nanti layanan yang diberikan bisa jadi tidak sesuai dengan perspektif korban,” ujar Dian Novita, Koordinator Perubahan Hukum LBH APIK.

Menurut Dian, pelatihan juga berguna untuk membangun perspektif para anggota Satgas PPKS agar memihak pada korban dan peka terhadap perasaan serta kebutuhan korban kekerasan seksual.

Selain pelatihan, Dian mengungkapkan perlunya pengawasan (monitoring) terhadap kinerja Satgas PPKS. Pengawasan ini dimaksudkan untuk melihat kesesuaian kinerja satgas PPKS dengan standar pendampingan korban kekerasan seksual.

“Nah, itu harus dilakukan terus-menerus gitu ya,” sambung Dian.

Sarlan sendiri menegaskan bahwa pelatihan akan dilakukan setelah pelantikan. Pelatihan tersebut akan dilaksanakan menggunakan sebuah Learning Management System (LMS) dengan mekanisme dalam jaringan (daring) beserta dengan pemberian buku panduan.

“Jadi PPKS itu akan menjalani pelatihan dengan cara online ya. Apa kemarin namanya itu, LMS,” ucap Sarlan, ketika diwawancarai ASPIRASI pada Jumat (23/09).

Usai ditetapkannya anggota Satgas PPKS, Lawdzai Nuzulul Azhfar, mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer UPNVJ lantas berharap Satgas PPKS bisa mengambil rasa kepercayaan warga kampus terhadap para anggota satgas PPKS itu sendiri. 

Selain itu, ia juga menyatakan harapannya pada Reporter ASPIRASI saat diwawancarai secara langsung pada Kamis, (15/09), agar Satgas PPKS bisa mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual dengan baik.

“Jangan sampai ditangani, kalau bisa kita sampai pencegahan aja gitu. Karena kalau misalkan kita udah selesai di pencegahan, insya allah ke depannya nanti mungkin akan lebih masif lagi pergerakan-pergerakan ini,” tutup Lawdzai.

Ilustrasi: Natasya Anggraeni

Reporter: Miska Ithra dan Natasya Anggraeni. | Editor: Vedro Imanuel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *