Anggia Dian, Mendukung Produksi dan Konsumsi yang Bertanggung Jawab dalam Dunia Mode

Tokoh

Berbeda dengan manusia lain yang kerap tak acuh pada lingkungan, Anggia tak henti-hentinya berkontribusi meminimalisir kerusakan lingkungan dalam dunia kerjanya.

Aspirasionline.com – Anggia Dian Mayana atau yang biasa disapa Gie adalah sosok yang tidak luput dari dunia environmentalisme.  Walaupun wanita kelahiran Bandung tersebut mengatakan tidak bertindak secara ekstrem dalam memperbaiki lingkungan, tetapi Gie melakukan tindakan nyata lainnya.

Gie menjalankan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDG) yang keduabelas, yaitu produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab. Ia mengimplementasikan tujuan tersebut lewat pekerjaannya sebagai merchandiser di e-commerce

“Kalau secara pekerjaan memang gak berkaitan erat sama lingkungan, tapi ada kaitannya dengan apa yang aku kerjakan dengan pembangunan berkelanjutan,” kata Gie kala diwawancarai ASPIRASI pada Senin lalu, (25/4).

Sebagai merchandiser, Gie memilah produk apa yang akan dijual oleh perusahaannya dengan menimbang jumlah produksi sampah yang dihasilkan. 

“Kan kalau kita konsumsi atau produksi pasti hasilin sampah, nah itu gimana caranya kita sebagai produsen dan konsumen bisa ikut bertanggung jawab dalam situ, dan pekerjaan aku erat disitu sih,” jelas Gie.

Menurut Gie, sebagai merchandiser yang mengedepankan SDG, target penjualan bukan hanya profit saja, tetapi juga harus memikirkan dari sisi produsen dan konsumen untuk bijak dalam pembangunan berkelanjutan.

“Sebagai merchandiser, aku pilihin produk apa yang mau dijual oleh perusahaan aku. Nah, aku buat campaign untuk ingetin konsumen beli dengan bijak dan juga aku pasarin target ke orang-orang yang membutuhkan,” jelas wanita yang pernah bertempat di Bekasi itu.

Krisis Iklim dan Kaitannya dengan Fesyen

Ketika ditanya mengenai kondisi lingkungan saat ini, Gie mengatakan bahwa krisis iklim semakin bisa dirasakan oleh masyarakat. “Krisis iklim memang mulai terasa, tapi sisi plus-nya sudah banyak yang concern kalau ini gak bisa dibiarin,” kata Gie.

Kesadaran akan kelestarian lingkungan oleh masyarakat semakin meningkat, salah satunya terlihat dari adanya penerapan anti kantong plastik oleh minimarket dan supermarket di Indonesia yang sudah tidak lagi menyediakan kantong plastik untuk bawaan belanja. 

Tak hanya itu, akhir-akhir ini juga semakin banyak aktivis yang lahir dan memberi dorongan kepada masyarakat luas untuk menjaga lingkungan.

“Yang bikin aku seneng, kita ga harus nunggu dari pemerintah, tapi kita bisa buat gerakan itu sendiri. Ketika itu udah ada impact-nya ke orang sekitar, akhirnya diapresiasi dan dilakuin,” tutur wanita lulusan sastra Jepang tersebut.

Kesadaran Gie akan menjaga lingkungan mendapat kesempatan melakukan exchange atau pertukaran pelajar ke Jepang pada tahun ketiga kuliahnya, Gie melihat bahwa orang lokal di sana sangat menjaga lingkungan. Mereka tidak malu untuk menyimpan sampah ketika tidak ada tempat sampah. 

“Mereka tuh ga malu buat simpen sampahnya dulu. Dan di tahun yg sama, di Indonesia saat itu, aku masih sering liat orang Indonesia buang sampah kacang di jalan tol,” cerita Gie kepada reporter ASPIRASI.

Meminimalisir Sampah Fesyen dengan Slow Fashion dan Gerakan #TukarBaju

Limbah akan bertambah seiring dengan berjalannya mode cepat (fast fashion). Perempuan yang lahir pada tahun 1993 tersebut menjabarkan bobroknya sistem kerja fast fashion yang berorientasi pada uang dan biaya produksi sekecil mungkin.

Kualitas baju yang tidak sesuai standar tetap dijual murah tanpa memikirkan iklim setempat, sisa potongan kain yang seharusnya dapat digunakan kembali oleh pengrajin lokal malah dibuang dengan dibakar atau dipotong sekecil mungkin, serta adanya lima puluh dua siklus mode dalam setahun yang mana akan merusak alam.

Eco-anxiety atau kecemasan terhadap kerusakan lingkungan dialami Gie selama ia bekerja khususnya saat pandemi. Anggie mencari pengetahuan dengan mengikuti akun edukasi lingkungan di sosial media dan ingin ikut berkontribusi dalam menjadikan lingkungan yang lebih baik lagi.

Pada tahun 2021, Gie mulai tergerak untuk bergabung dalam komunitas penggiat lingkungan bernama Zero Waste Indonesia. #TukarBaju merupakan sub-kampanye dari komunitas tersebut yang bertujuan untuk mengatasi limbah tekstil di Indonesia. 

“Dengan kata lain, program ini memberi alternatif bagi kita yang masih ingin bergaya, berganti mengikuti mode, tapi tidak dengan mengonsumsi hal baru,” ungkap Gie.

Gie mengatakan bahwa sebenarnya kegiatan seperti tukar baju sudah banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia maupun global secara mandiri, tetapi pada saat itu lebih dikenal dalam istilah bahasa Inggrisnya, yakni clothing swap

“Kegiatan tersebut kemudian dikenalkan kepada masyarakat luas oleh Zero Waste Indonesia dengan bantuan Amanda Zahra Marsono sebagai Project Manager melalui kampanye tahunannya dengan membuat kegiatan clothing swap dan menggunakan istilah dalam bahasa Indonesianya, yakni #TukarBaju,” tutur wanita itu. 

Sudah hampir tiga tahun, gerakan #TukarBaju yang berdiri sejak 4 Mei 2019 itu masih aktif hingga saat ini. Kegiatan dilaksanakan tidak menentu, tergantung pada kesediaan relawan dan penyelenggara. 

Mengikuti gerakan tersebut sebenarnya sederhana, tinggal datang, pilih, dan tukar. Dengan registrasi di awal melalui tautan pendaftaran yang diberikan dan membayar sejumlah Rp. 10.000, #TemanTukar bisa menukarkan maksimal lima baju yang dibawa dengan baju yang sudah ada di displai. 

Sebelum ditukar, baju yang dibawa tersebut harus dikurasi terlebih dahulu oleh tim kurator menurut delapan poin kurasi yang sudah ditetapkan. #TemanTukar lalu akan mendapatkan token sesuai dengan jumlah baju yang lolos kurasi. 

Walaupun Indonesia termasuk negara dengan tren mode cepat dan konsumtif, sedikit demi sedikit masyarakat mulai sadar bahwa memulai fesyen berkelanjutan itu tidak sesulit yang dibayangkan.

“Selain masyarakat umum, produsen lokal Indonesia pun semakin banyak menerapkan nilai berkelanjutan pada keseluruhan proses produksi produk fesyen mereka, dapat dilihat dengan mulai menjamurnya produk-produk fesyen lokal ramah lingkungan,” ungkap penggiat lingkungan tersebut.

Reporter: Pingkan Reza.  |  Editor : Miska Ithra.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *