Parenting pada Masa Pandemi Covid-19 dan Kesehatan Mental Anak

Forum Akademika

Pada masa pandemi peran orang tua sangat penting dalam membantu anak untuk menjalankan rutinitasnya, dengan keterbatasan ruang dan gerak kesehatan mental anak pun menjadi fokus utama.

Aspirasionline.com – Sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran rantai penularan Covid-19, seluruh kegiatan masyarakat terpaksa dilakukan dari rumah. 

Penerapan aturan tersebut dilakukan agar masyarakat menjaga jarak antar satu sama lain dan seminimal mungkin mencegah kontak langsung antar masyarakat guna mencegah penyebaran virus. Kegiatan yang dilarang dilakukan di luar rumah adalah kegiatan berkumpul seperti kegiatan bekerja, sekolah, hingga jual beli.

Psikolog Klinis Anak dan Remaja, Fania Kusharyani mengatakan bahwa hubungan antara orang tua dan anak sangat penting agar anak dapat berkembang lebih optimal. Terutama di masa pandemi yang tentunya akan sulit bagi anak.

“Orang tua memberikan dukungan emosional dan psikologis dengan cara yang kita lakukan agar anak merasa nyaman dan aman sehingga dia bisa bereksplorasi dengan baik,” ujar Fania ketika diwawancarai ASPIRASI pada Sabtu (16/9) lalu.

Mempersiapkan Mental Anak untuk Pembelajaran Luring

Pandemi Covid-19 yang telah berjalan selama dua tahun ini memiliki dampak pada perkembangan anak. Tidak sedikit anak yang mengalami kecemasan dan rasa takut untuk bersosialisasi seperti biasanya karena telah lama berada di dalam rumah.

Hal ini menjadi tugas orang tua sebagai pendamping anak untuk menjaga dan mempersiapkan anak agar tidak mengalami overthinking ketika harus bertemu tatap muka dengan lingkungan sekolahnya.

Upaya dalam mempersiapkan mental anak tersebut adalah dengan mengikutkan anak kegiatan-kegiatan di luar rumah seperti ekstrakurikuler, mengadakan Zoom Meeting dengan teman-temannya, dan beraktivitas bersama orang tua.

“Walaupun anak di rumah saja, anak tetap diikutkan kegiatan tertentu seperti ekstrakurikuler agar tetap berteman dengan teman sebayanya dan tetap menjalin komunikasi dengan teman-temannya,” ungkap Fania.

Selain mengikuti aktivitas tertentu agar tetap terhubung dengan teman-temannya, anak juga harus dilatih kemampuan sosialnya agar tetap terbiasa berkomunikasi dengan baik.

“Walaupun dia di rumah, dia dibiasakan mengobrol dengan orang lain seenggaknya sama orang tua dan saudaranya jadi dia tetap melatih kemampuan sosialnya dengan anggota keluarga,” lanjut Fania.

Selain itu, Fania juga menjelaskan tentang pentingnya hubungan yang baik antara orang tua dan anak terutama bagi anak yang didiagnosis menderita gangguan mental.

Dalam hal ini, dukungan orang tua baik secara verbal dan nonverbal berdampak penting pada psikis anak, dimana anak tidak merasa sendiri dalam berjuang menghadapi kesehatan mental yang dialaminya. 

“Dukungan yang bisa orang tua berikan adalah penerimaan, menerima kondisi anak. Penerimaan ini dapat dilakukan secara verbal berupa ucapan kita dan nonverbal seperti mengantar anak ke psikolog atau psikiater,” ujar Fania.

Banyak anak yang tumbuh dari orang tua yang kasar dan destruktif sehingga mampu meracuni mental dan psikologis anaknya. Umumnya, anak cenderung mengalami kondisi gangguan mental pada usia remaja awal. Hal ini bisa terjadi karena pengalaman anak di masa lalu.

“Pengalaman yang terjadi di masa kanak-kanak mempengaruhi berkembangnya gangguan mental di kemudian hari,” ujar Fania.

Pengalaman tersebut bisa berbentuk kekerasan seksual, fisik, atau pengabaian pada anak sehingga anak akan trauma dan hal inilah yang mempengaruhi kondisi psikologis anak.

Pasalnya, toxic parents dapat memberikan efek jangka panjang bagi anak dan trauma yang dirasakan anak akan berpotensi pada bagaimana parenting yang anak lakukan di masa depan.

Pola Asuh yang Baik Di Tengah Pandemi Covid-19 

Pola asuh yang baik didasarkan pada hubungan yang baik pula antara orang tua dan anak, Fania mengungkapkan pentingnya hal ini agar orang tua dapat mengontrol anak tanpa kesulitan.

“Kalau orang tua nggak memiliki hubungan yang dekat dengan anak nanti anak akan sulit menerima informasi dari orang tua dan mudah terpengaruh orang lain,” lanjutnya.

Dalam membangun hubungan yang baik antara orang tua dan anak, maka perlu adanya ikatan emosional yang kuat antara keduanya. Ikatan emosional ini akan mempengaruhi kenyamanan anak saat bercerita dengan orang tuanya, dalam hal ini orang tua harus melakukan beberapa hal untuk menjadi pendengar yang baik.

“Orang tua itu bisa menunjukkan bahwa kita adalah pendengar yang baik ke mereka. Jadi kalau mereka cerita kita bisa kaya dengerin saja dulu, kita kasih respon dan kita tunjukkan antusiasme kita dalam mendengar cerita mereka,” ujar Fania 

Fania melanjutkan, bahwa terkadang anak hanya ingin didengar sehingga hindarilah menasehati. Orang tua harus memvalidasi perasaan anak hingga mengarahkan anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. 

“Hindarilah menasehati, nasehat memang perlu tetapi tetap perlu kita validasi dulu perasaannya, kita tunjukan empati kita,” jelas Fania.

Pola asuh yang baik juga dapat dilakukan dengan membangun kualitas hubungan melalui kegiatan mengobrol dan melakukan aktivitas bersama anak. Perlu bagi orang tua meluangkan waktunya untuk bercengkrama dengan anak.

Selain itu, Fania juga mengatakan bahwa mengekspresikan rasa sayang kepada anak merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Hal ini karena kebutuhan akan afeksi, terutama rasa sayang dari orangtua terhadap anak sangat penting untuk ditunjukkan.

“Ekspresikan rasa sayang kita melalui ekspresi verbal maupun ekspresi fisik,” ujarnya.

Masa pandemi Covid-19 yang membuat segala aktivitas anak dilakukan melalui gadget membuat peran orang tua semakin penting dalam hal mengawasi kegiatan anak, pengawasan ini dapat dilakukan melalui pendampingan orang tua pada anak dalam penggunaan gadget.

Menurut Supratiwi, dkk. (2020: 2), penggunaan gadget dan internet dapat memberikan pengaruh positif dan juga negatif. Terlebih ketika anak berusaha mencoba mendapatkan informasi di internet tetapi tidak menyaring kembali informasi yang dikumpulkan. 

Melihat kekhawatiran tersebut, maka perlu adanya pendampingan dan pengawasan dari orang tua terhadap anak. Seperti yang telah disampaikan oleh Fania di atas, orang tua harus memberikan batasan-batasan yang jelas tentang apa yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan ketika menggunakan internet (Supratiwi, dkk., 2020: 6).

Dalam hal ini orang tua juga diminta untuk memberikan penjelasan kepada anak tentang alasan mengapa orang tua memberikan batasan-batasan tersebut. Hal ini dilakukan agar anak dapat menimbang mana yang baik dan buruk untuk dirinya sendiri.

Reporter : Daffa Almaas, Griselda Tiara. | Editor : Ryan Sukmo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *