Kawat Berduri dalam Aksi Tolak RKUHP, Massa Aksi: Kami Rakyat, Bukan Ancaman

Nasional

Banyaknya pasal yang bermasalah, draft RKUHP yang tidak dibuka, serta pembahasan yang dilakukan secara tersembunyi menggerakan ratusan mahasiswa untuk aksi Tolak RKUHP yang berujung kekecewaan.

Aspirasionline.com – Aliansi Nasional Reformasi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang terdiri dari ratusan mahasiswa gabungan universitas di Indonesia menggelar aksi Tolak RKUHP di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang berlokasi di Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa, (28/6). 

Sekitar pukul 15.00 Waktu Indonesia bagian Barat (WIB), massa mulai terlihat mendatangi gedung DPR RI setelah sebelumnya melakukan perjalanan panjang dari gedung TVRI. Terlihat mobil komando berada di depan massa yang di atasnya berdiri beberapa orator memimpin pergerakan mahasiswa.

Mengibarkan bendera universitas masing-masing serta membawa spanduk bertuliskan berbagai kritik kepada pemerintah, para demonstran yang mengenakan almamater universitasnya masing-masing itu lantas menyusun dan merapikan barisan untuk berkumpul di depan gedung DPR RI.

Teriknya panas matahari tak menyerutkan mereka mengeluarkan orasinya sembari diiringi mars mahasiswa. Tuntutan massa aksi saat itu hanyalah dua, menuntut pemerintah dan DPR RI untuk membuka draft RKUHP dan membahas kembali pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP.

“Kami meminta Puan Maharani sebagai perwakilan rakyat untuk turun menemui kami. Kita harus mendapat respon dari Presiden kita terkait penolakan ini, terkait demo ini!” teriak Melki Sedek Huang, Kepala Bidang Sosial dan Politik Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dalam orasinya di atas mobil komando.

Dalam pantauan reporter ASPIRASI, terlihat beberapa mahasiswa mengangkat barikade kawat berduri yang melintang sepanjang gerbang depan gedung DPR RI. Tak lama, beberapa mahasiswa berhasil melewati kawat berduri sambil membawa spanduk besar. 

Beberapa mahasiswa yang berhasil melewati kawat berduri tersebut lantas memanjat gerbang gedung DPR RI. Mereka kemudian berusaha memasang beberapa spanduk, salah satunya bertuliskan “Gedung Ini Disita! Sedang dalam Perbaikan Reformasi, Semua Bisa Kena!” 

Barikade Kawat Berduri Sebagai Simbol Ketakutan Negara 

Bayu Satrio Utomo, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dalam orasinya mengecam pemasangan barikade kawat berduri di depan gedung DPR RI. Ia menuturkan, sejak masa reformasi tahun 1998, tidak pernah sekalipun kawat berduri dipasang di lokasi unjuk rasa.

“Kawat berduri ini adalah sambutan yang paling tidak pantas untuk rakyat Indonesia,” teriak Bayu yang disambut sorakan para demonstran, tanda setuju dengan pernyataan Bayu.

Bayu lantas memanggil dan mengecam pihak keamanan untuk memindahkan kawat berduri ke bagian dalam Gedung DPR RI. “Bilang pada jenderal-jenderal kalian, kita (massa aksi, red.) tidak ingin disambut oleh kawat berduri,” teriak Bayu kembali dalam orasinya.

Melsa Mendyana, mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta berpendapat bahwa kawat berduri kemungkinan dipasang agar aksi dilakukan dengan damai. Selain itu menurutnya, bisa jadi hal tersebut dikarenakan sejak awal pihak DPR memang tidak mau turun menemui massa aksi.

“Dan kemungkinan juga pihak DPR tidak mau menemui kita hari ini,” lanjut Melsa saat diwawancarai ASPIRASI pada Selasa, (28/6).

Sependapat dengan Melsa, Singgih, mahasiswa asal Universitas Tirtayasa, mengatakan jika massa aksi disambut dengan kawat berduri sama saja menganggap para demonstran sebagai ancaman. Padahal menurutnya, mereka datang untuk menyampaikan aspirasi mereka.

“Padahal kan kita ga bawa senjata, terus kita juga ga mengajak perang secara terbuka dengan DPR, gitu. Tapi kita ke sini datang menuntut aspirasi dan hak-hak demokrasi kita,” jelas Siggih kepada ASPIRASI pada Selasa, (28/6).

Singgih lantas berharap aksi Tolak RKUHP hari itu bisa membuat pemerintah dan DPR RI lebih terbuka kepada masyarakat Indonesia. Pasalnya, sosialisasi RKUHP yang akan dibahas pada 7 Juli 2022 ini hanya disosialisasikan di sebelas kota di Indonesia.

“Jadi perlulah untuk sosialisasi lebih luas lagi. Tahun 2019 (RKUHP, red.) ditolak, lalu 2021 disosialisasikan, tapi kalau hanya sebelas kota, ya aneh. Indonesia kan ga cuma itu (sebelas kota, red.) saja,” jelas mahasiswa fakultas hukum itu.

Aksi Tolak RKUHP Berujung Kekecewaan

Sekitar pukul 17.00 WIB, di sisi kanan gedung DPR RI, terlihat Bayu dan beberapa mahasiswa sedang berdiskusi dengan salah satu pihak keamanan Sekretariat Jendral (Sekjen) DPR RI untuk berusaha masuk dan menemui Ketua DPR RI, Puan Maharani. Namun, akses ditolak karena pihak Sekjen mengatakan akan ada salah satu pimpinannya yang akan menemui massa.

“Atau gini deh pak, kita tunggu setengah jam untuk Bu Puan datang ke sini (gerbang samping, red.). Atau massa aksi yang akan datang ke sini,” ujar Bayu dengan lantang.

Waktu berlalu hingga 15 menit kemudian, Bayu kembali ke gerbang samping dan menanyakan kepada pihak keamanan apakah Puan Maharani sudah bisa ditemui. Beberapa mahasiswa di belakangnya juga menunggu kepastian untuk bisa menemui Puan Maharani. 

Setengah jam berlalu. Namun yang ditunggu tak kunjung datang. Salah satu orator lantas menyerukan massa aksi berpindah dari depan gedung DPR RI ke bagian gerbang samping. 

“Aku minta temen-temen untuk menguatkan bordernya, lalu kita akan merangsek masuk ke dalam,” teriak Tasya Darosyifa, Menteri Sosial dan Politik Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Pembangunan Veteran Jakarta (BEM UPNVJ) dari atas mobil komando.

Tepat pukul 17.50 WIB massa langsung berpindah ke bagian samping gedung DPR RI sambil menyanyikan lagu Ibu Pertiwi. Suasana semakin ramai dan ricuh, demonstran berteriak dan memaksa untuk merangsek masuk ke dalam. 

Tak lama, Hubungan Masyarakat (Humas) DPR RI, Rusdiyanar mendatangi massa yang menunggu Puan Maharani di gerbang samping. Ia menyampaikan bahwa Puan Maharani tidak dapat turun menemui massa aksi.

“Kalau ketua itu, maaf-maaf, agak susah, bakal susah. Kalo tadi saya melihat, ketua sudah pulang juga,” terang Rusdiyanar yang langsung disambut oleh teriakan massa aksi yang kecewa.

Massa aksi lantas menghimbau kepada Rusdiyanar untuk keluar dan memberikan pernyataan di atas mobil komando. Namun, Rusdiyanar menolak dan malah memberikan arahan kepada massa aksi untuk mengajukan surat kepada DPR RI. Padahal berdasarkan penuturan Bayu, pihak massa sudah mengirimkan surat sejak tanggal 9 Juni 2022.

Kemudian pada pukul 18.10, massa aksi merasa bahwa memang tidak adanya iktikad baik dari perwakilan DPR RI untuk melakukan audiensi atas perkara RKUHP tersebut. Melihat tidak adanya iktikad baik dari DPR RI maka para perwakilan dari tiap elemen mahasiswa menutup dengan pernyataan sikap dari massa aksi. 

Bilal Sukarno, Ketua BEM UPNVJ dengan lantang menyampaikan pernyataan sikap dari massa aksi. Setiap elemen mahasiswa memperhatikan dengan hikmat pernyataan sikap tersebut. 

“Kita mengultimatum, kita akan turun ke jalan dalam waktu dekat. Dan pastinya, akan jauh lebih besar daripada ini. Kita serukan kepada seluruh mahasiswa dan masyarakat Indonesia untuk turun ke jalan dan menolak RKUHP. Hidup mahasiswa! Hidup rakyat Indonesia!” teriak Bilal yang dilanjutkan dengan pembubaran massa aksi.

Foto: Daffa Almaas

Reporter: Miska Ithra | Editor: Tegar Gempa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *