Young Adult Loneliness: Alasan Seseorang Merasa Kesepian
Rasa kesepian kerap kali dirasakan setiap orang khususnya di masa peralihan. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi diri dan latihan social skill sebagai penanganannya.
Aspirasionline.com – Sudah dua tahun lamanya pandemi Covid-19 dihadapi oleh Indonesia. Dampak dari pandemi yang mengharuskan kita untuk mengisolasi diri untuk berada di rumah ini memicu adanya gangguan psikologis pada diri seseorang, salah satunya kesepian. Tidak dipungkiri bahwa setiap orang pasti pernah mengalami kesepian dan itu merupakan hal lumrah yang terjadi.
Kesepian merupakan salah satu bentuk emosi negatif yang muncul karena tidak ada hubungan yang nyata atau kurang memuaskan. Dalam dunia psikologi, kesepian disebut dengan young adult loneliness. Kondisi seperti ini terkadang menimbulkan tekanan psikologis dalam diri seseorang.
Menurut Tina, Dosen Psikologi Universitas Tarumanegara, seorang remaja yang sedang memasuki fase dewasa harus membina dirinya lebih mandiri. Mandiri artinya melepaskan keterikatan dengan orang tua. Di tahapan inilah terkadang rasa kesepian itu dirasakan, mengingat banyaknya aspek yang mesti mereka lakukan sebagai seorang dewasa tanpa bantuan orang tua lagi.
“Biasanya bisa dikatakan dengan quarter life crisis, biasanya itu memang terjadi sekitar usia 25-30 tahun,” jelas Tina saat diwawancarai oleh Aspirasi (7/04).
Tina juga sempat menyinggung terkait teori stages of psychological Development yang diungkapkan oleh Erik Erikson. Berdasarkan teori tersebut, seseorang akan mengalami fase perkembangan yang disebut Intimacy vs Isolation. Di fase inilah kesepian rentan dialami seseorang.
Ia melanjutkan bahwa pada setiap tahap perkembangan psikososial ada tujuan yang ingin dicapai. Di fase ini akan terjadi pembentukan hubungan dengan orang lain. Jika pembentukan hubungan ini berhasil disebut intimasi dan jika kita mengalami kesulitan mengembangkan hubungan dengan orang lain atau bahkan gagal bisa dikatakan isolasi.
Bagaimana Kita Melihat Young Adult Loneliness
Terkait penyebab dari hadirnya rasa kesepian tersebut, Tina menjelaskan bahwa pengalaman buruk atau trauma semasa kecil bisa juga bisa menjadi salah satu penyebab rasa kesepian tersebut. Termasuk kasus yang kerap kali terjadi adalah orang tua yang memilih berpisah yang dapat menimbulkan trauma pada si anak.
Penyebab lainnya yang menyebabkan seseorang merasa kesepian adalah perpisahan atau perceraian dengan pasangan, takut berhubungan intim, takut menjalin komitmen, tidak mampu membuka diri, dan hubungan buruk di masa lalu. Lebih ringkasnya, kemungkinan besar seseorang merasa kesepian karena ia merasa kesulitan membangun kedekatan dengan orang lain.
“Memiliki hubungan tidak baik dengan lawan jenis sehingga terbentuk trauma,” tutur Tina melanjutkan.
Meski begitu menurutnya, menjalin hubungan dengan lawan jenis tidak selalu harus dengan pacar atau kekasih. Berhubungan dengan teman dekat juga bisa dilakukan. Jadi lebih mengembangkan intimasi, bukan malah isolasi.
Untuk cara mengatasi rasa kesepian atau young adult loneliness tadi, Tina beranggapan bahwa itu kembali ke individu masing-masing. Ia sendiri memilih untuk tidak menghakimi pilihan orang lain terkait hal ini karena ia merasa tiap orang memiliki latar belakang masing-masing atas apa yang telah mereka pilih.
“Kalau ditanya bagaimana mengatasinya, balik lagi dulu ke individu nya dulu, dia mau mulai membuka diri nggak,” terangnya.
Hal itu karena menurut Tina, terkait apa yang disebut young adult loneliness. Hal pertama yang indvidu harus lakukan adalah mengevaluasi kondisi diri, bertanya terhadap diri sendiri apa yang dibutuhin dan hubungan apa yang saya mau. Kemudian yang kedua membuat batasan-batasan terhadap orang lain tetapi tidak juga tertutup karena sebagai manusia perlu untuk melatih social skill.
Selain itu hal yang paling penting menurutnya adalah untuk terus menjaga pikiran positif dan menumbuhkan rasa saying terhadap diri sendiri. Rasa sayang itu bukan selalu untuk orang lain, tapi juga kepada diri sendiri dengan merawat diri kita agar tetap bahagia dan berpikiran positif.
“Jadi kita perlu menyayangi diri kita sendiri dulu,” tutup Tina.
Reporter: Alya Mg., Divya Mg. | Editor: Verena Nisa.