Penggambaran Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan pada CATAHU Komnas Perempuan 2022
Sehari sebelum peringatan Hari Perempuan Internasional, Komnas Perempuan merilis dokumen catatan tahunan (CATAHU). Tahun ini, Komnas Perempuan lewat CATAHU memberikan gambaran umum mengenai Kekerasan Berbasis Gender (KBG) terhadap Perempuan.
Aspirasionline.com — Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini Komnas Perempuan kembali meluncurkan CATAHU dalam rangka menyambut Hari Perempuan Internasional. Kali ini peluncuran CATAHU diberi tajuk, “Bayang-bayang Stagnansi: Daya Pencegahan dan Penanganan Berbanding Peningkatan Jumlah, Ragam dan Kompleksitas Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan.”
CATAHU sendiri merupakan satu-satunya dokumen kompilasi di tingkat nasional yang setiap tahunnya memberikan gambaran mengenai data KBG terhadap Perempuan. Data-data tersebut dikumpulan lewat mekanisme pengaduan langsung ke Komnas Perempuan, laporan dari lembaga-lembaga layanan, dan data dari Badan Peradilan Agama (Badilag).
Dalam sambutannya, Olivia Salampessy, Wakil Ketua Komnas Perempuan, menyatakan bahwa data-data tersebut sebetulnya belum benar-benar memberikan gambaran seutuhnya dari keadaan yang terjadi saat ini. Misalnya saja nihilnya laporan kasus dari provinsi Sulawesi barat dan Kalimantan Tengah.
“Penting untuk dipahami bahwa data yang disajikan dalam catahu hingga saat ini masih merupakan indikasi dari puncak gunung es persoalan kekerasan terhadap perempuan di dalam realitanya,” jelas Olivia pada sambutan kala itu via zoom pasa Senin, (7/3).
Namun, jumlah data berbasis KBG terhadap Perempuan yang terkumpul memang tercatan mengalami kenaikan lima puluh persen ke angka 338,496. Angka tersebut tentunya adalah data yang sudah diverifikasi kembali oleh Komnas Perempuan.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa bentuk-bentuk kekerasan menyebar begitu luas di semua ranah mulai dari ranah personal, ranah publik hingga ranah negara. Di ranah personal, bentuk kekerasan seperti Kekerasan Mantan Pacar (KMP) dan Kekerasan terhadap Istri (KtI) menjadi salah satu yang cukup tinggi.
Tidak jauh berbeda dengan ranah publik dimana status pelaku kebanyakan adalah teman korban. Hal tersebut seakan menunjukkan bahwa orang-orang terdekat sangatlah berpotensi untuk menjadi pelaku kekerasan.
“Teman ini juga jadi highlight penting ya, masih (menjadi, red.) pelaku, sehingga perlu hati-hati juga terhadap teman,” tegas Alimatul Qibtiyah, Komisioner Komnas Perempuan, dalam paparannya hari itu.
Pada kesempatan yang sama Alimatul juga memaparkan temuannya mengenai karakteristik antara korban dan pelaku. Yang dimana, sebenarnya korban itu karakteristiknya banyak yang semakin usia muda sedangkan pelaku itu karakteristiknya itu pada usia dewasa.
Hal-hal lain yang juga menjadi catatan adalah daya penanganan kasus yang sangat terbatas di tengah tengah peningkatan kasus ini dikhawatirkan akan menyebabkan stagnansi dalam hal kapasitas penyikapan kasus. Termasuk juga Komnas Perempuan yang saat ini baru sanggup untuk menangani 16 kasus per hari karena keterbatasan sumber daya.
Dalam rilis hari itu, Komnas Perempuan juga menyertakan beberapa rekomendasi yang dimaksudkan untuk memberikan solusi atas kesukaran yang dihadapi oleh perempuan korban dalam memperjuangkan kebenaran, keadilan, dan pemulihan.
Rekomendasi-rekomendasi tersebut di antaranya diajukan kepada DPR RI, Presiden RI, KemenPPA, Kemendagri, serta Kepolisian. Rekomendasi terkait isu hukum seperti RUU PPRT, RUU TPKS, serta RUU tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender atau desakan untuk memastikan tidak terjadinya penundaan berlarut dalam penyelidikan/penyidikan kasus-kasus KBG terhadap perempuan.
Reporter: Vedro Imanuel | Editor: Tegar Gempa.