Dua Wajah Internasional Menyelimuti Perang Rusia-Ukraina dan Konflik Israel-Palestina
Standar ganda dalam menyikapi konflik Rusia-Ukraina dengan konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel yang dirasa tidak memiliki dasar yang jelas dalam perbedaan standar kedua konflik tersebut. Perbedaan standar kedua konflik ini dirasa erat hubungannya dengan permasalahan SARA.
Aspirasionline.com − Pada hari Sabtu yang mendung, dikala hujan tidak kunjung turun dan pikiran kelabu yang tidak berujung, begitu lah saya dengan segala kegelisahan yang menyelimuti pikiran ingin menerka-nerka arah dari masyarakat internasional menyoal perang yang saat ini sedang berkecamuk antara Rusia dengan Ukraina yang dirasa masih jauh untuk menemui titik terang. Sebab musabab permasalahan inipun sebenarnya cukup banyak dan kompleks, kita bisa melihat mulai dari pencaplokan crimea oleh Rusia pada tahun 2014, perbedaan perlakuan masyarakat di Donbass yang sebagian besar masyarakatnya pro Rusia sehingga menimbulkan tindakan-tindakan separatis, hingga revolusi martabat yang menggulingkan Presiden Viktor Yanukovych yang pro Rusia, dan masih banyak yang lainnya.
Jika merujuk pada serangkaian peristiwa-peristiwa tersebut menurut saya terdapat suatu alasan yang kuat yang menjadi sikap Rusia dalam melakukan invasinya ke Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu, yaitu demi mempertahankan hegemoninya di kawasan Eropa Timur dari gempuran NATO (North Atlantic Treaty Organization). Memang tidak dapat disangkal bahwa pemerintahan Ukraina saat ini yang dipimpin Volodymyr Zelensky, Ukraina terasa lebih condong ke barat, hal ini ditandai dengan keinginan Ukraina untuk menjadi bagian dari NATO.
Lalu jika melihat dari sejarah sebelum runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, Ukraina yang dahulu merupakan bagian dari Uni Soviet sangat lekat rasanya dengan Pakta Warsawa yang menjadi pakta pertahanan negara–negara Eropa Timur pada saat itu. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran Moskow, apabila Ukraina bergabung dengan NATO dan mendirikan pakalan militer disana, ancaman geopolitik terhadap Rusia semakin nyata. Sama halnya dengan manusia yang akan membela diri saat dirinya merasa terancam, hal demikian juga digunakan oleh Putin untuk membenarkan langkah-langkahnya menginvasi Ukraina atas dasar tersebut.
Saya rasa cukup untuk pengenalan mengenai awal mula serta alasan Rusia menginvasi Ukraina. Kembali kepada judul yang ingin lebih jauh saya bahas mengenai pandangan saya melihat dua perbedaan wajah internasional dari perang Rusia-Ukraina dan konflik Palestina-Israel.
Sebenarnya Inti permasalahan yang saya ingin garis bawahi disini ialah sikap internasional yang tebang pilih dalam melihat invasi Rusia terhadap Ukraina dan konflik Palestina-Israel. Jika melihat konflik antara Palestina dengan Israel yang tidak berkesudahan, rasa simpati internasional dirasa sangat minim sekali, hal ini dapat terjadi apakah karena warna kulit mereka yang tidak putih, atau karena anggapan orang-orang yang beradab hanya sebatas orang-orang barat saja, sehingga mereka tidak layak untuk diperangi, atau alasan lainnya.
Simpati dunia internasional kepada Ukraina memang tidak dapat disalahkan, jika berbicara mengenai peperangan, perang merupakan alat yang keji untuk mengetahui perdamaian, sehingga siapapun yang memulai perang patut disalahkan. Namun, ganjil rasanya bila hanya Rusia yang disalahkan akibat ia memerangi Ukraina, sedangkan Amerika dan sekutunya yang merupakan dalang dibalik serangkaian invasi ke berbagai belahan negara di dunia dirasa wajar dan dirasa normal. Apakah ini yang dinamakan “standar ganda internasional” dalam menyikapi peperangan yang melibat dua negara adidaya dengan negara korban peperangan? Jika yang diperangi ialah negara inferior, maka serangkaian invasi dirasa sebagai solusi, lalu jika yang diperangi adalah sesama negara superior hal tersebut dianggap tabu dan tidak layak. Lantas menurut saya, kemanusiaan seperti telaga tidak ada airnya, kering. Apabila standar ganda internasional ini benar-benar dinormalisasi.
Jika kita berkaca kepada konflik Palestina dan Israel yang baru-baru ini terjadi pada saat tentara Israel melancarkan serangannya pada senin 28 Februari 2022 lalu, yang dimana pada saat jemaat Palestina saat merayakan Isra Mi’raj. Namun, adanya serangan tersebut yang berada di tengah-tengah perang Ukraina Rusia banyak media internasional dan simpatisan global yang menolak atau enggan melihat kekejaman bala tentara Israel terhadap jemaat Palestina.
Menurut saya hal demikian dapat membuktikan bahwa standar ganda internasional memang menyelimuti perang Rusia-Ukraina dengan perang yang berada di tanah yang dijanjikan tersebut. Saya hanya bingung jika standar ganda ini benar-benar menjadi suatu hal yang nyata, lantas apabila orang-orang Ukraina tidak layak untuk diperangi, maka orang-orang Palestina dianggap apa?
Jika memang demikian orang-orang Ukraina ataupun orang-orang Palestina dianggap sebagai korban dalam peperangan, maka seharusnya tidak ada diskriminasi di antara para korban peperangan tersebut. Standar ganda ini membuat seakan-akan masyarakat Palestina tidak dianggap, dikarenakan negaranya yang masih sedikit diakui keberadaannya.
Yang dinamakan perang apapun alasannya menurut saya tidak dapat dibenarkan, jika melihat perang yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina dan perang Palestina dengan Israel, terlihat jelas bahwasanya dunia internasional menjadikan standar ganda ini menjadi kewajaran. Hal demikian yang membuat saya sering bertanya-tanya kepada diri saya sendiri, apakah standar ganda ini memang benar-benar nyata, apakah standar ganda ini dipicu karena negara korban merupakan negara superior, atau apakah adanya standar ganda ini melibatkan hal yang lebih mendalam dan sensitif menyoal agama?
Pertanyaan-pertanyaan itu pun sampai detik ini masih saya telusuri jawabannya dan saya berharap dengan seiring waktu pertanyaan-pertanyaan itu dapat terjawab. Di tengah-tengah kegelisahan saya melihat perang yang sampai detik ini masih berlangsung membuat saya teringat dengan sebait lirik lagu yang berjudul “Wavin Flag” yang dinyanyikan oleh K’naan, dan dalam liriknya ia menyebutkan,
“So many wars, settling scores, bringing us promises, leaving us poor, I heard them say, ‘love is the way’, ‘love is the answer’, that’s what they say, but look how they treat us, make us believers”.
Jika saya tafsirkan, lirik ini ingin mengatakan bahwa banyak perang yang pada akhirnya hanya mencetak angka-angka kosong, dan di dalam peperangan sebenarnya hanya membawa janji-janji manis yang seringkali dikatakan dalam menemukan perdamaian dengan perang adalah caranya dan akhirnya perang hanya alat untuk mengadali arti perdamaian.
Pada akhirnya kegelisahan saya sebagai manusia yang hanya ingin damai ini dipatahkan dengan analogi-analogi gila yang mengataskan namakan cinta sebagai dalih untuk memulai peperangan. Saya meyakini bahwa standar ganda internasional yang melibatkan perang Rusia-Ukraina dan konflik Israel-Palestina merupakan bentuk diskriminasi SARA berskala global untuk dijadikan arah untuk bersimpati kepada golongan tertentu saja.
Foto: Google.
Penulis: Ryan Chandra, Mahasiswa Fakultas Hukum semester 6, UPNVJ.