Matinya Kampus Kita, Orasi Kebudayaan Dosen Unsyiah yang Menjadi Korban UU ITE
Berawal dari kritikan sederhana mengenai kebijakan kampus melalui grup whatsapp, Saiful Mahdi selaku dosen FMIPA Unsyiah mengalami kriminalisasi
Aspirasionline.com − Melalui kanal Youtube Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), beragendakan Orasi Kebudayaan “Matinya Kampus Kita” Dosen Statistik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam (FMIPA) Universitas Syahkuala (Unsyiah), Saiful Mahdi memberanikan diri untuk menyuarakan pendapatnya yang telah ia buat dan tuliskan sejak lama. Orasi tersebut ia beri judul “Cek Kosong untuk Penguasa” terkhusus dalam lingkup kampus menjadi judul yang diangkat dalam orasi kebudayaan ini, dengan sub judulnya yaitu Feodalisme dan kebebasan Berekspresi.
Tidak hanya itu, pemberian judul tersebut juga didorong oleh faktor adanya penyalahgunaan kepercayaan. Seperti yang telah diberikan oleh masyarakat Indonesia terhadap kebijaksanaan penguasa seperti guru, dosen, akademisi, guru besar, doktor hingga penguasa lainnya.
“Sering kali kepercayaan itu di lukai, oleh karena itu saya berikan judul cek kosong kapada penguasa,” ujar Saiful pada Rabu, (1/9).
Dalam kasusnya, Saiful pun mengungkapkan keberpihakan terhadap pembungkaman dan kriminalisasi yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki jabatan di atasnya mengenai kritikan yang dirinya sampaikan sangat terlihat jelas.
“Yang dibela adalah justru yang mencoba membungkam dan mengkriminalisasi saya karena yang melakukan itu adalah penguasa,” jelasnya.
Pun laki-laki itu menegaskan, bahwa kritikan hanya dikirimkan melalui grup whatsapp yang tentu terbatas. Hanya dapat dilihat oleh orang yang bergabung di grup tersebut. Ia juga menyebutkan kritikan yang disampaikannya telah berdasarkan pada fakta-fakta dan data yang ada.
“Saat di pengadilan saya telah membawa data-data yang merupakan dasar dalam penyampaian pendapatnya tetapi tidak diperhatikan oleh pihak pengadilan,” ujar Saiful.
Dalam orasinya, Saiful juga berpendapat, komersialisasi pendidikan dan monetasi oleh pimpinan kampus hingga dosen kian marak terjadi. Selain itu, hilangnya kemanusiaan sivitas kampus pun tercipta, dengan adanya sistem industri, determinatif, manajemen mutu berbasis setifikasi dan akreditasi.
Saiful berpendapat, bahwa terciptanya keadaan tersebut akibat dari melemahnya pendirian golongan masyarakat terdidik. “Semua bermula dari feodalisme yang masih mengakar, sehingga melemah seiring dengan penetrasi pragmatis ekonomi neoliberal dan atau pandangan relegius yang sempit,” jelas Saiful.
Di akhir acara, Saiful menegaskan bahwa pendidikan akan tetap menjadi kunci agar keadaan masyarakat dapat manjadi lebih baik. “Saya percaya pendidikan adalah jalan kaluarnya dan teori-teori besar sosiologi terjadi dimana-mana. Bahwa pendidikan adalah kunci terjadi mobilitas sosial,” tutup Saiful.
Saiful sendiri dijerat Pasal 27 ayat (3) UU ITE karena mengritik perekrutan pegawai di Unsyiah melalui grup whatsapp. Ia divonis dengan tuduhan pencemaran nama baik. Upaya hukum dari mulai banding hingga kasasi pun ditolak. Ia pun harus menjalani eksekusi putusan vonis pada Kamis, (2/9) lalu.
Dukungan Berbagai Pihak Terhadap Kasus Kriminalisasi Saiful
Dian, wanita hebat selaku istri dari Saiful turut membagi kisahnya dalam berjuang untuk mendapatkan keadilan bagi suaminya. Meskipun hasil akhirnya tidak sesuai dengan harapan, ia tetap menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung Saiful.
“Atas nama keluarga kami ucapkan terimakasih atas semua dukungan baik yang dilakukan secara individu mau pun lembaga,” ucap wanita yang kerap dipanggil kakak.
Dini mengatakan perjuangan yang telah ia lakukan bersama dengan suaminya adalah bentuk memperoleh haknya sebagai warga negara, sebagaimana tercantum dalam konstitusi. Yakni kemerdekaan berpendapat.
Selain itu, berbagai pihak yang hadir dalam agenda Orasi Kebudayaan “Matinya Kampus Kita” melalui Aplikasi Zoom pun turut memberikan semangat serta dukungan terhadap Saiful Mahdi.
Agenda pun ditutup dengan penyampaian pernyataan sikap KIKA oleh Abdul Mughis. Ia mengajak masyarakat untuk medukung Saiful dalam menghadapi kasus yang menimpanya. Tak lupa, Abdul juga turut membacakan pernyataan sikap KIKA.
“Satu medesak presiden Indonesia Joko Widodo untuk meberikan amnesti kepada Saiful Mahdi, dua mendesak pencabutan pasal-pasal karet pada UU ITE yang kerap digunakan untuk membungkam kritik, tiga mendesak kententuan tentang 35% suara menteri pendidikan dalam pemilihan pimpinan universitas dan 35% suara rektor dalam pemilihan pimpinan fakultas,” tegas Mughis.
Reporter: Tegar Gempa | Editor: Suci Amalia.