Tuntutan Kaum Perempuan dalam Women’s March Jakarta 2021

Nasional

Aksi online perdana Women’s March Jakarta 2021, terselenggarakan dengan dukungan dari berbagai komunitas dan gerakan perempuan. Orasi hingga hiburan pun mewarnai aksi online tersebut.

Aspirasionline.com – Sabtu, (24/4) menjadi hari terselenggaranya Women’s March Jakarta 2021 yang disiarkan langsung melalui akun Youtube Women’s March Jakarta. Setidaknya, terdapat enam tuntutan yang dilayangkan dalam aksi online tersebut.

Mulai dari mendesak pengesahan hukum dan kebijakan Kekerasan Berbasis Gender di berbagai lini, hingga mendukung gerakan demokrasi serta menolak otoritarianisme, militarisme, tindak kekerasan, rasisme, dan diskriminasi lainnya di berbagai sektor, menjadi salah dua tuntutan dalam Women’s March Jakarta tahun ini.

“Mendesak kesetaraan di bidang ketenagakerjaan dan perburuhan serta mencabut undang-undang yang merugikan masyarakat dari berbagai lini,” merupakan bunyi tuntutan lain dalam aksi online tersebut.

Aksi tersebut dibuka oleh orasi dari perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK, Zuma, ia mengungkapkan bahwa sudah berlalunya pandemi Covid-19 selama satu tahun, membuat kekerasan pada perempuan mengalami peningkatan. Ruang-ruang yang seharusnya menjadi tempat aman bagi perempuan, kini sudah tidak ada lagi.

“Ruang-ruang aman bagi perempuan semakin direpresi karena tidak hadirnya negara dalam memberikan keadilan untuk para puan dan kelompok-kelompok rentan yang lain,” ucap Zuma.

Perempuan itu melanjutkan, bahwa hal tersebut menjadi bukti kegagalan negara dalam memberikan perlindungan kepada warganya. Ia mengajak untuk terus melawan, agar tiada lagi korban yang sulit mendapatkan keadilan.

“Puan dan kawan Puan teruslah melawan, karena keadilan harus kita rebut supaya tidak ada lagi kawan-kawan puan menjadi korban bagaimana sulitnya memperoleh keadilan,” seru Zuma.

Belum Adanya Ruang Aman di Media

Tidak hanya Zuma, Anggota Divisi Gender, Anak, dan Kelompok Marginal Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Widia Primastika pun turut berorasi dalam Women’s March Jakarta pada tahun ini. Perempuan itu mengungkapkan terkait maraknya kekerasan yang dialami perempuan dan kelompok LGBT di media. Terlebih didukung oleh faktor lemahnya perlindungan terhadap mereka di ruang redaksi.

Lebih lanjut, Widia mengatakan, tidak adanya media yang memilki SOP penanganan kasus kekerasan seksual. Serta minimnya ruang laktasi yang ada di media, menjadi salah dua contoh lemahnya perlindungan pada korban di ruang redaksi. Namun selain itu, masih ada beragam kasus tak kasat mata yang terjadi.

“Pada kasus kekerasan seksual saja, pelaku tidak hanya berasal dari narasumber, tetapi para predator seksual ini, mereka menduduki posisi-posisi strategis di redaksi,” ungkap Widia.

Perempuan itu menambahkan, bahwa minimnya perempuan yang duduk di posisi strategis, membuat suara perempuan tidak terdengar. Widia menyayangkan, hal tersebut pun terjadi ketika jurnalis perempuan mengusulkan peliputan terkait isu perempuan.

“Perempuan dilemahkan dan juga tidak didengar suaranya. Dan editor laki-laki, mereka lebih suka mendengar isu perempuan yang berasal dari laki-laki,” tutur Widia.

Widia mengatakan, kelompok LGBT masih kerapkali menjadi bahan candaan di media. Jurnalis yang ingin membuat tulisan terkait LGBT akan ditegur, apabila ia terlalu sering menulis tentang isu tersebut.

Bagi Widia, sikap seksisme, homophobia, dan transfobia, terlihat dari cara media memberitakan tentang isu perempuan dan LGBT. “Mereka berdalih SEO untuk mengundang pembaca, dan mengabaikan fungsi pendudukan dan kontrol sosial, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pers,” jelas Widia.

Harapan Atas Hak Tenaga Medis

Perawat dan aktivis, SULUH Perempuan, Fen Budiman juga ikut meramaikan rangkaian acara Womens March Jakarta tahun 2021. Fen menyampaikan, terkait hak-haknya sebagai tenaga medis dalam sistem dan layanan kesehatan saat ini. Ia berharap negara dapat mendorong perlindungan bagi tenaga medis, serta menyiapkan ruang kerja yang aman.

Fen menambahkan, upah yang layak juga menjadi bentuk terjaminnya hak tenaga medis. Juga jam kerja yang layak bagi tenaga medis. “Adanya perlindungan buat tenaga medis dari kekerasan, diskriminasi dan stigma,” harap Fen.

Harapan lain yang Fen ungkapkan dalam aksi online Womens March Jakarta tahun ini ialah negara harus dapat mengedepankan sifat jaminan sosial yang sesuai dengan kaidah konstitusi. “Dan meniadakan sistem komersialisasi dalam layanan kesehatan,” tambah perempuan itu.

Tidak hanya diwarnai oleh orasi, rangkaian acara Women’s March Jakarta 2021 pun dimeriahkan oleh beragam hiburan menarik dengan penampilan yang memukau. Mulai dari performance dance cover dari CODE-S, nyanyian merdu diiringi alunan gitar yang dibawakan oleh Gabriela Fernandez.

Hingga special collaboration cover oleh BTS ARMY, yang membawakan lagu Scars to Your Beautiful dari Alessia Cara, menutup acara Women’s March Jakarta pada tahun ini.

Reporter: Azzahra Dhea | Editor: Suci Amalia

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *