Digitalisasi Dokumentasi dan Arsip HAM melalui INDAH

Nasional

Museum HAM Munir bersama KontraS meluncurkan INDAH sebagai wadah untuk menyimpan dokumentasi dan arsip terkait HAM melalui digitalisasi.

Aspirasionline.com – 24 Maret, diperingati sebagai Hari Internasional untuk Hak Atas Kebenaran dan Martabat Korban Pelanggaran Berat HAM. Dalam rangka memperingati ‘Hari Kebenaran Internasional’ tesebut, Museum HAM Munir bekerja sama dengan KontraS, mengadakan peluncuran Indeks Dokumentasi dan Arsip HAM (INDAH), pada Selasa, (30/3).

Melalui Zoom Meetings, Pengurus Museum HAM Munir, Indria Fernida menyampaikan, bahwa terselenggaranya webinar pada sore hari itu, dimaksudkan untuk berbagi informasi pada publik. Terutama, yang memiliki kepentingan dalam memperoleh data yang akurat tentang berbagai kasus pelanggaran serta upaya penegakan HAM di Indonesia.

Indria pun menambahkan, adanya INDAH bertujuan untuk menyimpan dan merawat memori serta pengetahuan kolektif, tentang berbagai kasus pelanggaran serta penegakan HAM di Indonesia. “Melalui digitalisasi arsip-arsip individu dan lembaga HAM di Indonesia,” lanjut Indria.

Perwakilan pengurus Museum HAM Munir lainnya, Andi Achdian menjelaskan, mulanya INDAH lahir ketika membangun museum tersebut, yang memerlukan rangkaian informasi data akurat. Baik yang sifatnya audio visual maupun dalam bentuk text base.

Lantas bersama dengan KontraS, beragam macam arsip yang sebelumnya hanya menjadi tumpukan berkas di gudang, dapat terkumpul dan dimanfaatkan.  “Setelah disusun, ada sekitar 1800 dokumen arsip. Itulah kasus-kasus yang sudah dikumpulkan Museum HAM Munir dan KontraS,” terang Andi.

Arsip disusun secara kronologis dan sistematis berdasarkan kasus-kasus yang pernah ditangani Munir Said Thalib, seperti kasus Tanjung Priok pada tahun 1984. Hingga kasus orang hilang dan penculikan aktivis pada tahun 1998, serta dokumen tentang kasus pembunuhan Munir.

Nantinya, INDAH akan menjadi suatu platform pengembangan koleksi arsip sebagai bagian dari Museum HAM Munir, yang segera dibuka di Batu, Malang. “Dan tentu saja membutuhkan dukungan dan kerjasama dari lembaga-lembaga yang aktif dalam penegakan HAM di Indonesia,” ujar Indria.

Manfaat INDAH Bagi Publik

Seiring berjalannya waktu, berkas atau arsip yang pada zaman dahulu berbentuk hard copy, tentunya semakin lama akan menguning. Kemungkinan kertas-kertas tersebut dimakan oleh rayap pun tidak bisa dihindari. Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti mengungkapkan, bahwa untuk mengupayakan suatu arsip agar tak lekang waktu, dapat dilakukan dengan cara melakukan digitalisasi.

Menurut Fatia, terlebih di era digital seperti saat ini, bentuk pengarsipan secara digital bisa menjadi sebuah bentuk kampanye untuk semangat melawan lupa, atas kasus HAM di masa lalu. Juga, untuk meningkatkan public awareness terkait HAM khususnya kepada generasi muda.

“Untuk mencegah juga ancaman yang bersifat natural. Seperti bencana alam, kerusakan lainnya karena human error. Ataupun ancaman dari pemerintah untuk memberanguskan bukti-bukti perjuangan HAM itu sendiri,” tutur Fatia.

Komisioner Komisi Nasional (Komnas) HAM, Sandra Moniaga mengatakan, bahwa dokumentasi dan pengarsipan pun dapat berkontribusi dalam pengungkapan kebenaran dan penegakan HAM. Menurut Sandra, apabila dilakukan dengan metodologi yang benar, sehingga menjadi dokumen yang reliable dan aksesable.

“Ketika dia (dokumentasi dan arsip, red) dibuat aksesable seperti yang dilakukan oleh Museum Munir dan KontraS, disinilah dia akan jadi bermanfaat bagi upaya pengungkapan kebenaran dan penegakan HAM,” ucap Sandra.

Tak hanya itu, Representasi Akademisi dan Peneliti HAM, Herlambang Wiratraman menyampaikan, bahwa INDAH nantinya akan berkontribusi dalam research, penelitian maupun pengungkapan kasus. Menurut Herlambang, dokumentasi dan arsip menjadi sarana dalam mendekatkan informasi dan sumber pengetahuan terkait HAM kepada publik.

“Dengan hadirnya INDAH sekaligus diwadahi dengan Museum ini, maka harapannya dia berkembang tidak hanya sebagai sumber pengetahuan. Jadi, juga mendorong sumber produksi pengetahuan,” tambah Herlambang.

Pengumpulan berkas yang dilakukan sejak quartal tiga tahun 2020, tepatnya pada bulan September ini telah mengumpulkan 1864 nomor arsip. Terdiri dari arsip tekstual maupun foto yang sudah dipindai, lalu diunggah pada website INDAH yang dapat diakses oleh publik.

Melalui arsip tersebut pula, masyarakat dapat menemukan rujukan nama tempat, nama orang, fakta dan peristiwa yang dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan. “Selanjutnya, INDAH ingin lebih banyak lagi untuk memindai kasus-kasus pelanggaran HAM maupun dokumen yang berupa arsip yang bisa dimasukkan ke dalam kanal, agar bisa semakin lengkap,” harap Fatia.

Pun kini, INDAH sudah bisa diakses oleh khalayak publik melalui laman museumomahmunir.kontras.org

Reporter: Azzahra Dhea. | Editor: M. Faisal Reza.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *