Realita Sikap Rasisme di Tengah Masyarakat Indonesia
Masyarakat Indonesia belum sepenuhnya menyadari kehadiran sikap rasisme di tengah mereka. Perlakuan diskriminasi dalam rasisme pun harus ditampik, guna menjunjung Bhinneka Tunggal Ika.
Aspirasionline.com − Beberapa waktu terakhir, tagar #StopAsianHate mulai bermunculan di tengah masyarakat penjuru dunia. Adanya tagar ini dibuat bersamaan dengan #RacismIsNotComedy. Sebagai bentuk penolakan terhadap tindakan rasialisme yang diterima oleh masyarakat keturunan Asia yang berada di Amerika Serikat.
Bertepatan dengan Hari Penghapusan Rasial Dunia pada tanggal 21 Maret, Amnesty Indonesia menyelenggarakan Instagram Live bertajuk “Ngobrol Amnestypedia: Indonesia, Diam-diam Rasis?” pada Kamis, (25/3). Siaran langsung yang dimulai pada pukul tujuh malam itu, membahas apakah bangsa Indonesia telah menyadari rasisme di negeri sendiri.
Peneliti Hak Asasi Manusia (HAM), Aviva Nababan menjelaskan, bahwa rasisme secara istilah memiliki makna, yakni mengelompokkan orang berdasarkan penampilan luar atau fisiknya yang dikombinasikan dengan nasionalitasnya. Rasisme termasuk ke dalam salah satu bentuk perbuatan diskriminasi.
Sebab, membedakan secara sengaja golongan-golongan yang berhubungan dengan kepentingan tertentu. Lantas permasalahan dalam rasisme muncul karena adanya anggapan bahwa bentuk fisik dan penampilan seseorang menjadi tolak ukur kualitas seseorang sebagai manusia.
Menurut Avi, masyarakat Indonesia tak luput dari sikap rasisme tersebut. Meskipun seringkali masyarakat Indonesia menyatakan bahwa diri mereka tidak melakukan suatu rasisme. “Banyak warisan dari rasisme kita itu berasal dari zaman penjajahan,” ujar Avi.
Avi melanjutkan, bahwa rasisme memiliki jangkauan pembahasan yang lebih kompleks, dibandingkan dengan apa yang masyarakat ketahui selama ini. Sikap tersebut pun mampu mendehumanisasi seseorang, bahkan dapat melanggar hak dan kebebasan seseorang.
Menurut Avi, terlebih di Indonesia, dengan beragam adat, suku, dan budaya, diskriminasi menjadi sulit terbendung kehadirannya. Terutama rasisme yang ditujukan kepada para orang adat.
Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Rukka Sombolinggi menuturkan, bahwa keberadaan masyarakat adat dipojokkan oleh pihak-pihak tertentu demi kepentingan ekonomi semata. Kemungkinan masyarakat adat menjadi kambing hitam pun tak dapat dihindari, demi kepentingan para perusahaan.
“Mereka akan menjadi kambing hitam karena gaya hidupnya yang masih unik,” ungkap Rukka.
Lebih lanjut menurut Rukka, Stereotype yang dibuat oleh media melalui pemberitaan yang merugikan masyarakat adat pun, merupakan bentuk diskriminasi yang berujung pada titik kriminalisasi. Hingga dari sisi ekonomi, rasisme dapat membantu perusahaan untuk merampas wilayah adat mereka.
“Rasisme mengakar dan menguat karena sudah terlalu menganggap hal itu biasa,” ungkap Rukka.
Mewujudkan Generasi Muda Anti Rasisme
Co-Founder Sehati Sebangsa Foundation, Jeni Karay sempat menceritakan pengalamannya atas sikap rasisme yang ia terima, pada saat mengenyam bangku kuliah. Berangkat dari berbagai sikap rasisme yang Jeni rasakan, ia mulai melakukan campaign mencintai diri sendiri, seperti rambut keriting itu cantik dan warna kulit coklat itu normal.
“Inilah peran anak-anak muda untuk bisa mengikis hal-hal seperti itu (rasisme, red),” ucap Jeni.
Perempuan itu mengatakan, perlunya edukasi secara menyeluruh kepada anak-anak muda zaman sekarang yang akan menjadi tonggak kehidupan Indonesia di masa yang akan datang. Pendidikan karakter terkait keberagaman pun perlu ditanamkan kepada anak-anak sedari kecil.
“Supaya mereka lebih dapat memahami arti sesungguhnya dari beragam dan saling menghargai perbedaan,” jelas Jeni.
Begitupun dengan Rukka, yang meletakkan harapannya terhadap generasi muda Indonesia. Dengan beragam perangkat teknologi yang telah tercipta sampai hari ini, segala informasi dapat ditemukan dan disebarkan luaskan, tepat dibawah jemari tangan.
“Informasi itu gunakan dan bangun Indonesia yang lebih baik, saling menyayangi, rasa senasib sepenanggunangan, solidaritas, sesama rakyat Indonesia,” ujar Rukka.
Ilustrasi: Marsya Aulia.
Reporter: Marsya Aulia | Editor: Azzahra Dhea.