Propaganda Agama, Pemberontakan Petani, dan Gerakan Sosial
Judul Buku : Pemberontakan Petani Banten 1888
Penulis : Sartono Kartodirjo
Tahun Terbit : 1984
Penerbit : Pustaka Jaya
Halaman : 508
Buku Pemberontakan Petani Banten 1888 karya Sartono Kartodirdjo merupakan sebuah tulisan yang mengkritik anggapan petani di Indonesia hanya berperan pasif dalam sejarah Indonesia.
Aspirasionline.com − Pada bukunya, Sartono menyoroti pergolakan gerakan sosial yang diinisiasi oleh kaum petani, khususnya di daerah Banten dalam melawan sistem modernisasi pertanian yang cenderung membuat petani menderita. Perlawanan petani kepada penguasa menjadi bukti kuat usaha mereka untuk menuntut hak dan menjaga kesadaran kritisnya terhadap perintah penguasa yang represif.
Secara garis besar kaum petani menolak perekonomian barat, kenaikan pajak tanah, sitem tanam paksa, dan kepemilikian tanah. Gerakan sosial selalu erat kaitannya dengan propaganda yang mampu memengaruhi pikiran dan tindakan seseorang agar sesuai dengan apa yang dikehendaki. Dalam kasus ini, Sartono menjelaskan bagaimana para petani telah dipengaruhi oleh propaganda melalui jalur keagamaan.
Jalur tersebut dimanfaatkan, sebab pada masa itu sedang marak terjadi kebangkitan agama yang ditandai meningkatnya jemaah haji dan pendirian pondok pesantren. Jalur itu pula, berhasil memperluas massa aksi yang tidak hanya terdiri dari kaum petani dan elit bangsawan (priayi).
Namun, secara endemik pun sukses melakukan infiltrasi paham-paham yang menentang sistem modernisasi barat dan memupuk rasa kebencian rakyat kepada kolonial melalui khotbah pemuka agama (kyai).
Gerakan Sosial Petani
Gerakan milenari ini juga sangat kental dengan kepercayaan rakyat akan kemunculan Mahdi dan ketaatan buta kepada kyai, yang disebut Sartono sebagai “perinde ac cadave”. Dua hal itu digunakan oleh para revolusioner sebagai alat pamungkas melawan dominasi kolonial.
Milenari sendiri adalah pemberontakan yang diperkuat karena adanya kekuasaan para orang-orang kafir yang menguasai suatu hal. Gerakan milenari tersebutlah yang menjadi salah satu alasan yang bersifat revolusioner dengan tujuan untuk menghancurkan sistem yang korup dan menumbangkan pemerintahan yang dibangun oleh penguasa asing kolonial
Hal menarik lainnya dalam buku ini adalah pernyataan penulis yang menyebutkan “tidak ada realisme dalam tujuan yang dikemukakan oleh kaum pemberontak.” Dengan kata lain gerakan murni pemberontakan petani yang menimbulkan pergolakan sosial di tengah masyarakat, bertumpu pada konsep moralitas yang menjadi kekuatan utama dalam teori idealisme.
Sehingga mereka percaya dengan prinsip human nature yang mampu membentuk dan menyesuaikan diri sesuai dengan dinamika yang terjadi termasuk dalam hal melawan penindasan. Bila kita benturkan fenomena gerakan sosial yang terjadi pada petani di Banten ini dengan teori gerakan sosial, fenomena ini dapat dijelaskan melalui teori perkumpulan massal (mass society theory).
Teori ini memahami bahwa aksi-aksi kolektif disebabkan oleh karena para individu disingkirkan dari kelompok-kelompok sosial yang tetap dan membuatnya lebih rentan melakukan aksi-aksi protes di dalam gerakan kemasyarakatan. Gerakan ini didasari oleh kondisi-kondisi individu yang mengalami keterasingan (alienasi) dan kondisi-kondisi kultural yang tak beraturan (anomie).
Perkumpulan massal melahirkan gerakan- gerakan kemasyarakatan yang dipandang sebagai jawaban terhadap hilangnya jangkar-jangkar tradisional karena para individu telah terlepas dari komunitasnya yang mapan untuk kemudian mencari bentuk-bentuk komitmen bersama yang baru.
Foto: Google.
Penulis: Sekar Ayu.