Aliansi Masyarakat Sipil Menuntut Pembebasan Tiga Pemuda yang Ditahan oleh Polresta Malang

Nasional

Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang dinilai melakukan penangkapan cacat prosedur terhadap ketiga pemuda yang dituduh melakukan vandalisme

Aspirasionline.com — Selasa (21/4) lalu Polresta Malang menangkap dan menahan tiga pemuda bernama Ahmad Fitron Fernanda, Alfian Aris Subakti, dan Saka Ridho atas tuduhan vandalisme dan keterlibatan dengan Jaringan Anarko. Fitron merupakan aktivis Pers Mahasiwa di Universitas Muhamadiyah Malang (UMM). Fitron selama ini juga aktif sebagai Komite Aksi Kamisan yang giat menyuarakan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan melakukan aksi diam di depan Balai Kota Malang setiap Kamis sore.

Dalam kegiatannya sebagai pers mahasiswa, Fitron selama ini juga sering meliput perjuangan warga yang menolak tambang emas di Gunung Tumpang Pitu dan Salakan. Selain itu, ia juga melakukan kampanye Save Lakardowo karena kampung Lakardowo, Mojokerto menjadi tempat pembuangan limbah berbahaya oleh PT. PRIA sehingga sangat mengganggu kesehatan bagi warga sekitar pabrik.

Sedangkan Saka dan Fian, keduanya juga sering mengikuti agenda Aksi Kamisan Malang. Mereka selama ini juga mendampingi petani desa Tegalrejo di Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang yang sedang berjuang mempertahankan lahannya dari serobotan PT. Perkebunan Negara.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya mengungkapkan bahwa tindakan penahanan ini tidak mencerminkan profesionalitas polisi sebagai penegak hukum yang melakukan tindakan penangkapan dan penahanan tidak sesuai aturan yang ada.

Pasalnya menurut pers rilis yang dikeluarkan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YBLHI), LBH Surabaya, dan LBH Pos Malang, ketiga mahasiswa tersebut tiba-tiba ditangkap tanpa menunjukan surat penahanan yang jelas dan alasan penangkapan yang prematur. Lebih lanjut, menurut ketiga LBH tersebut, penangkapan dan penahanan hanya berbasis dugaan yang spekulatif tanpa disertai bukti yang jelas.

Dilansir pers rilis YLBHI, LBH Surabaya, dan LBH Pos Malang, kejadian ini bermula pada Minggu (19/4) lalu, sekitar pukul 20.20 WIB, sekitar lima orang polisi mendatangi kediaman Fitron di Sidoarjo. Menurut keterangan ayah Fitron, tiga polisi bertugas di Malang dan dua orang yang lain merupakan polisi Sidoarjo. Saat dimintai surat penjemputan, polisi menunjukan surat yang tidak ada nama Fitron sehingga Fitron sempat menolak untuk menuruti permintaan polisi tersebut.

Fitron akhirnya terpaksa mengikuti polisi sekitar pukul 20.45 WIB dan dibawa ke Polresta Malang. Sekitar pukul 23.00 WIB, polisi menggeledah kediaman nenek Fitron di Tumpang yang merupakan tempat Fitron tinggal selama kuliah di Malang. Penggeledehan tersebut ditujukan untuk mencari barang-barang Fitron yang berkenaan dengan gerakan anarko.

Sedangkan kedua pemuda lainnya yakni Alfian dan Saka ditangkap di rumahnya pada tanggal 20 April 2020. Alfian dibawa polisi dari rumahnya di daerah Pakis, Malang sekitar pukul 04.00 WIB. Sedangkan Saka dijemput di rumahnya di Singosari pada pukul 05.00 WIB oleh lima personel kepolisian yang tidak berseragam.

Solidaritas Aliansi Masyarakat Sipil

Aliansi Masyarakat Sipil menilai ketiga pemuda tersebut diproses  tanpa memperhatikan langkah-langkah hukum yang ada. Menurutnya hal ini sangat bertentangan dengan azas keadilan. Dalam kasus ini, Polisi juga menaikkan status mereka menjadi tersangka, dengan Pasal 160 Tentang Penghasutan yang merupakan delik materil.

Aliansi Masyarakat Sipil menilai kejadian yang menimpa ketiga pemuda tersebut merupakan tindakan tidak demokratis, tidak menghargai hak warga negara serta cacat prosedur hukum.

Aliansi Masyarakat Sipil terdiri dari YLBHI, LBH Surabaya, LBH Pos Malang, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Siar UM, Persatuan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), PPMI Kota Malang, Front Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Perpustakaan Jalanan Wahana Baca, dan Front Santri Melawan Kekerasan Seksual (FOR MUJERES).

Atas hal ini, mereka menuntut polisi agar membebaskan ketiga pemuda yang ditahan karena telah menyalahi prosedur dan merupakan tindakan berlebihan, sangat bertolak belakang dengan HAM.

Selain itu mereka juga menuntut agar dibatalkannya status tersangka ketiga pemuda tersebut. Sebab, hal itu bertentangan dengan azas keadilan, tidak hanya pasal yang disangkakan, namun pasal-pasal lainnya yang akan disangkakan, sebab tidak ada bukti jelas. Penentapan tersebut sifatnya dugaan spekulatif.

Terakhir, Aliansi Masyarakat Sipil menuntutkan agar polisi menghentikan hal serupa kepada siapapun karena ini adalah mata rantai, akan menyasar warga negara yang lain. Hal tersebut bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) yang seharusnya dipenuhi dan dilindungi oleh negara, bagian dari kriminalisasi lebih jauh Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP).

Reporter: M. Faisal Reza. | Editor: Firda Chyntia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *