Beragama dengan Cara yang Menyenangkan

Resensi

Judul buku : Hijrah Jangan Jauh-Jauh Nanti Nyasar
Penulis : Kalis Mardiasih
Penerbit : Buku Mojok
Tebal : 210 halaman

Dalam buku ini, Kalis memperlihatkan contoh-contoh kehidupan beragama yang sangat sederhana dan penuh makna

Jumat adalah salah satu hari yang sangat mulia menurut beberapa agama. Seperti Jumat kala itu, di mana untuk pertama kalinya saya ikut dengan teman yang berbeda agama dalam kegiatan Persekutuan Doa. Sebuah kegiatan rutin di hari Jumat yang diadakan oleh teman-teman nasrani di sekolah. Saya duduk di pojok kelas, tepatnya di kursi yang paling dekat dengan jendela. Saat itu gorden memang tidak ditutup. Beberapa orang yang melintas, kebingungan melihat hanya saya sendiri yang mengenakan hijab di dalam sana.

Selama tiga tahun saya satu kelas dengan Agnes. Saya sering mengikuti kegiatannya di sekolah yang berhubungan dengan ajaran agama protestan. Bahkan cara Agnes berdoa pun saya perhatikan. Setelah mengucapkan selamat pagi, biasanya saya akan bertanya “apa sudah membaca alkitab hari ini?” Tentu saja ini hanya pertanyaan gurauan yang saya lontarkan. Ia pun biasanya hanya membalas dengan senyuman. Sebelum memulai pelajaran, ketua kelas biasanya memimpin doa. Kami pun serempak menundukan kepala. Meskipun entah apakah semua orang menunduk berdoa agar dimudahkan dalam belajar atau meminta supaya pelajaran ini cepat selesai. Maklum sebuah pemikiran klise yang selalu ada di setiap anak sekolah.

Sebab ingin tau bagaimana cara berdoa teman sebangku saya ini, selesai berdoa sambil masih menundukkan kepala saya mengintip ke arah dia yang sedang mengepalkan tangan dan berdoa dengan khusyu. Selesai berdoa, saya bertanya “apa doamu tadi?” Tanya saya dengan rasa sangat penasaran. “berdoa dengan bahasa saya saja biasa, meminta agar Tuhan memberikan saya ilmu yang bermanfaat dan doa Bapa Kami,” jelasnya sambil senyum-senyum kepada saya. Agnes memang sudah biasa sekali dengan pertanyaan saya tentang doa apa yang ia baca. Baik saat ingin belajar, saat ingin makan, bahkan saya tanya bagaimana doa saat di gereja.

Doa Bapa Kami merupakan salah satu doa yang sering perempuan berambut panjang ini ajarkan kepada saya. Ia sering membacanya di Gereja. Ia juga menunjukkan di ayat mana Doa Bapa Kami dalam alkitabnya. Bahkan, ia pun juga bercerita kepada saya tentang isi alkitab yang bercerita tentang penciptaan manusia, hingga kisah tentang Adam dan Hawa. Tak pernah jenuh atau bosan sedikit pun ketika saya mendengar ceritanya. Bahkan saya sangat tertarik agar ia mau menjelaskan kisah lain dalam alkitabnya. Tak dapat dipungkiri, ia juga terkadang lelah menghadapi saya yang banyak tanya ini.

Saya tak pernah menganggap agama sebagai sesuatu yang kaku. Saya pernah mendapati sebuah artikel yang berkata bahwa, agama adalah satu-satunya yang dapat mengancam ideologi kita. Tapi jika melihat kisah saya dan Agnes, saya tidak pernah terancam dengan keadaan dirinya di samping saya selama sekolah. Saya rasa ia juga tidak pernah menaruh curiga kepada saya.

Agama dengan Keramahannya

Sebagai seorang yang menyukai buku, saya menemukan salah satu buku yang mengajarkan bagimana seseorang bisa beragama dengan ramah dan menyenangkan. Ini tertuang dalam buku Kalis Mardiasih yang berjudul “Hijrah jangan jauh-jauh nanti nyasar”. Dalam bukunya, Kalis melihatkan contoh-contoh kehidupan beragama yang sangat sederhana dan penuh makna. Pernah saya dengar seseorang berkata “agama itu sudah suci sejak ia ada, hingga akhirnya jatuh ke tangan manusia.”

Menarik sekali Kalis mengajak pembaca untuk bisa kembali ke masa lalu, masa dimana anak-anak kecil tak pernah berpikir apakah berteman dengan orang yang berbeda agama merupakan sebuah hal yang salah, atau itu sebuah ancaman untuk kita? Kalis menyebutnya “Berislam Seperti Anak-Anak” salah satu esai yang menjelaskan bagaimana kondisi anak-anak yang tidak pernah memikirkan keyakinan orang lain dan juga beragama dengan membebaskan perasaan dari curiga dan sakit hati.

Disisi lain kita juga harus mengerti bahwa agama seharusnya bisa progresif dan mengerti zaman. Al-Qur’an memang merupakan nilai yang tak lekang oleh zaman, tetapi pemikiran manusia harus mengikuti perkembangan zaman. Seharusnya, orang dewasa bisa beragama seperti anak-anak. Beragama dengan sangat bahagia. Mungkin sebahagia saya dan Agnes meminum es di sedotan yang sama, tanpa perlu berpikir bahwa kami berbeda keyakinan.

Dalam buku ini Kalis menyuguhkan sebanyak 5 bab dengan esai disetiap babnya yang ceritanya sangat dekat dengan kita. Buku ini juga sangat ringan untuk dibaca bagi semua kalangan, cerita yang apik dengan pembawaan yang santai coba disajikan dengan sangat menyenangkan. Hingga akhirnya saya tahu, bahwa agama itu sebenarnya sudah ramah dan sudah suci, tetapi nasibnya akan berbeda disetiap tangan manusia.

Penulis : Fadhila Wijaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *