Kronologi Aksi Teror ‘Anonim’ Pendukung Omnibus Law di Kantor Sekretariat KASBI
Vokal dalam perjuangan menolak Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja (Cilaka), kantor sekretariat Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) kedatangan aksi tak dikenal.
Aspirasionline.com — Senin pagi, (17/2), pukul 10.30, Darto berniat ke luar untuk membeli obat. Ketika ia hendak ke luar dari ruang sekretariat KASBI, dengan jelas ia dengar teriakkan dari pengeras suara (megaphone).
Keriuhan itu terasa dekat sekali.
“KASBI menghambat Omnibus Law!”
“Bubarkan KASBI!”
“Tolak antek asing!”
Ternyata suara itu datang dari depan pagar Kantor Sekretariat Pengurus Pusat Konfederasi KASBI, Cipinang, Jakarta Timur. Darto menengok ke luar dan mendapati keramaian yang tak bersahabat di depan pagar kantor sekretariat. Keramaian itu sedang menggelar demonstrasi, lengkap dengan atributnya. Spanduk yang dibentang depan pagar kantor terbaca oleh Darto, bunyinya, “Tolak Kepentingan Asing”.
Darto hanya sendiri di sekretariat pagi itu. Ia sama sekali tak tahu pihak siapa yang aksi secara tiba-tiba, lantaran bendera aksi yang dibawa hanya merah putih, massa aksi juga hanya mengenakan baju kasual. Sepenglihatan Darto, massa aksi itu berjumlah sekitar 15 sampai 20 orang, dengan perawakan anak muda, laki-laki dan perempuan. Ada juga yang perawakannya dewasa, Darto menakar sekitar umur 30-an, namun jumlahnya tak begitu banyak. Salah satu yang dewasa itulah yang aktif berorasi dengan megaphone.
Kedatangan aksi dadakan, Darto urungkan keinginan membeli obat. Ia lantas mendokumentasikan aksi itu dari ruangan sekretariat dalam bentuk video dan langsung mengirimkannya kepada rekan KASBI lainnya di sosial media. Kemudian dengan tangkas ia menghubungi Ketua Umum KASBI, Nining Elitos.
Ketika Darto memberi kabar kepada Nining dan rekan buruh lainnya, massa aksi itu justru meningkatkan eskalasi emosi demonstrasinya. Mereka membakar ban bekas. Api pun menyala, asap memumbung, persis depan pagar hitam kediamannya.
Orator masih berorasi. Ia mengatakan bahwa mereka merupakan masyarakat pendukung Omnibus Law. Mereka menganggap KASBI sebagai antek asing yang menolak kebijakan Omnibus Law. Selain itu, ia juga menuntut Ketua Umum Konfederasi KASBI Nining Elitos agar tak jadi provokator penolakkan Omnibus Law.
Massa aksi yang mengaku sebagai masyarakat pendukung Omnibus Law ini juga akan mengancam KASBI dibubarkan dan menuntut Kemenhumkam mencabut Surat Keputusan (SK) pencatatannya. Aksi itu berlangsung sekitar 10 menit, tanpa proses dialog dengan KASBI sama sekali. Sekitar pukul 10.40, demonstrasi berakhir. Bakar ban pun dimatikan. Massa meninggalkan kantor.
“Ada pembakaran ban tadi. Setelah selesai, mereka matiin, mereka tinggal bannya. Terus tadi masih ada depan pagar,” terang anggota Departemen Buruh migran KASBI itu.
Nining Elitos mendatangi kantor saat aksi telah selesai, sekitar pukul 13.00. Sebelumnya, Nining mendapat panggilan telepon dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) KASBI, Sunar, namun tak diangkat. Lalu Nining menelepon balik Sunar, ternyata yang ia dapati kabar buruk: ada aksi sekaligus pembakaran yang terjadi di kantor sekretariat pusat KASBI.
Meski posisi Nining masih di rumah pagi itu, Ia langsung berkoordinasi dengan pihak keamanan.
“Saya telepon Polda Metro Jaya untuk ‘siap’ ke nomer petinggi yang ada di Jakarta Timur tapi KASBI sudah berkoordinasi dan mereka pastikan tidak ada pemberitahuan (tentang demonstrasi, red.) sama sekali. Artinya, memang ini adalah bentuk cara-cara yang tidak pas,” ujar Nining di hari yang sama saat aksi pada Senin, (17/2).
Nining tidak tahu-menahu mengenai aksi ini. Ia mengecek ke Kepolisian Pulo Gadung apakah ada pemberitahuan aksi ini, namun Nining mendapat kabar bahwa tak ada pemberitahuan aksi di sana.
“Kita crosscheck ke kepolisian di sana dan memang tidak ada pemberitahuan ada aksi. Maka kita mendesak pihak keamanan agar mengusut tuntas kepada pelaku sekaligus dalangnya,” terang Nining.
Sebelum aksi itu berlangsung, sebetulnya Sunar sempat mendapat telepon dari nomor tak dikenal pada 09.40 WIB.
“Nanti di KASBI akan ada demo, ya,” kata Sunar meniru ucapan penelepon.
Mendengar itu, Sunar heran dan membalas, “Demo di mana?”
“Di depan KASBI,” balas si penelepon tak dikenal.
“Ini siapa? demo apa?” tanya Sunar masih tak paham.
“Nanti kita ketemu di KASBI saja, ya,” kata suara dari seberang telepon, kemudian mengakhiri panggilan.
Sunar mendapat kabar dari Darto yang saat kejadian itu hanya sendiri di sekretariat. Kata Darto, massa aksi anonim ini akan melakukan aksi lanjutan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenhumkam), usai dari sekretariat KASBI. Mendengar itu, Sunar pun langsung bergerak ke kantor Kemenhumkam. Melacak massa aksi tak dikenal itu. Namun, yang ia temui nihil, tak ada aksi apapun.
Setelah tak menemukan apapun di Kemenhumkam, ia bertandang ke sekretariat, sekitar pukul 11. Kondisi sekretariat sudah tak sepi lagi karena sudah ada sekitar 30 anggota KASBI yang juga langsung datang. Darto kini juga sudah tidak sendirian.
Pernyataan Sikap
Pukul 16.30 WIB, anggota KASBI berkumpul di ruang utama sekretariat yang berukuran kira-kira 6 x 3 meter. Konfederasi KASBI menyampaikan pernyataan sikap atas aksi teror tersebut.
Konfederasi KASBI menyatakan sikap bahwa mereka prihatin sekaligus mengecam tindakan demo pada hari itu. KASBI juga menyebut demo itu lebih pantas dicap sebagai demo bayaran, picisan, dan hanya menjadi kosmetik politik pada suara yang berbeda.
Dalam lembar pernyataan sikapnya, Konfederasi KASBI juga menegaskan sikap secara terbuka, bahwa teror dan intimidasi apapun tidak akan menggeser dan mengubah sikap Konfederasi KASBI atas penolakkan RUU Cilaka. Merespons aksi teror itu, Nining menegaskan bahwa pihaknya bersama gerakan buruh dan rakyat memang sedang melakukan perjuangan terhadap penolakkan Omnibus Law RUU Cilaka yang dianggap akan membawa kesengsaraan bagi rakyat.
“Setelah kita baca konten (RUU Cilaka, red.) yang diserahkan ke DPR miris sekali. Sangat akan melahirkan perbudakan, melahirkan penindasan kaum muda Indonesia, membuat kaum muda Indonesia nantinya tidak akan memiliki kepastian jam kerja, tidak punya kehidupan yang layak, tidak memiliki keamanan kerja, dan tidak terlindungi baik dari hak kesehatan reproduksi, jam kerja, dan lain-lain,” jelas Nining menggebu.
“Itulah mengapa kita tegas melakukan penolakan terhadap Omnibus Law RUU Cilaka,” sambungnya.
Nining juga tak memusingkan ancaman pembubaran KASBI yang diucapkan orator aksi itu. “Saya tidak begitu penting soal pembubaran KASBI tapi yang terpenting adalah perjuangan KASBI bersama gerakan buruh dan rakyat hari ini untuk fokus mendorong agar RUU Cilaka tidak diteruskan,” tegas Nining.
Reporter : Firda Cynthia | Editor : M. Faisal Reza.