13 Tahun Aksi Kamisan Bergerak, Keadilan Tak Kunjung Terlihat

Nasional

Bermula di tahun 2007, kini sudah tiga belas tahun Aksi Kamisan bergerak mencari keadilan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang pernah berlangsung di Indonesia.

Aspirasionline.com — Berlangsung dari pukul tiga sore, Aksi Kamisan kian ramai walaupun gerimis mengguyuri tempat aksi di depan Istana Presiden. Berbalut pakaian hitam, massa Aksi Kamisan meramaikan aksi yang diisi dengan orasi-orasi akan penegakkan keadilan dan penuntasan kasus HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia.

Aksi Kamisan yang berlangsung pada Kamis, (16/01) sekaligus menandakan bahwa aksi itu sudah berumur 13 tahun. Selama ini, Aksi Kamisan sudah berlangsung selama 618 kali yang rutin diadakan tiap pekannya.

Di tahun ketiga belas ini, Aksi Kamisan diramaikan orasi mengenai isu HAM oleh pendiri SAFEnet Damar Juniarto, Koordinator KontraS Yati Andriyani, dan Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Tak hanya itu, terdapat juga pengisi acara seperti Tashoora, Summerain, dan Syifasativa. Serta hadir juga aksi teatrikal oleh komunitas teater, Svatu Hari.

Aksi kamisan ke-618 ini juga diramaikan dari warga Tamansari Bandung yang juga mencari keadilan dari insiden penggusuran paksa oleh Pemerintah Kota Bandung di wilayah Tamansari. Salah satunya Kang Ajo.

Baca: Warga Korban Penggusuran Tamansari Menuntut Ketegasan BPN Pusat Terkait Status Tanah

Kang Ajo merupakan salah satu dari warga RW 11 Tamansari Bandung yang ikut meramaikan Aksi Kamisan kali ini. Walaupun ini merupakan Aksi Kamisan perdananya, Kang Ajo tetap antusias selama aksi berlangsung.

Kang Ajo tak hanya berdiam di kursi rodanya. Beberapa kali terlihat ia kerap mengangkat tangannya sambil mengepal, kemudian berteriak, “Jangan diam! Lawan!” — sebuah jargon yang sering dilantangkan saat Aksi Kamisan.

Bagi Kang Ajo, keadaannya yang duduk di kursi roda tidak lekas membuatnya patah semangat untuk menegakkan keadilan dan pemenuhan hak atas ruang hidupnya di Tamansari. Ia tak akan diam.

“Kalau menurut saya pribadi, acara Kamisan yang tepat ulang tahun ke-13 ini, teman-teman yang ada di sini sangat antusias dan semangatnya begitu menggebu-gebu. Untuk melawan atau untuk mengabarkan tindak ketidakadilan negara kita ini,” tutur Kang Ajo di depan Istana Negara.

Tepat di seberang Istana Negara itu, seorang perempuan bertubuh kecil dan berambut putih terlihat tetap berdiri tegak. Ia adalah Sumarsih, salah satu pencetus Aksi Kamisan ini pada tiga belas tahun yang lalu.

Sumarsih menilai Indonesia sampai saat ini masih melanggengkan impunitas, sehingga terwujudnya penegakkan keadilan masih sangat jauh.

Ditambah, Sumarsih juga kecewa terhadap Presiden Jokowi yang mengangkat para pelaku HAM berat untuk duduk bersamanya di kabinet pemerintahannya saat ini.

Menurut Sumarsih, barometer tegaknya supremasi hukum dan HAM yaitu apabila negara berani menggelar pengadilan HAM. Setidaknya untuk kasus Tragedi Semanggi I, Semanggi II, dan Trisakti.

“Sekarang negara kita dikendalikan oleh penguasa yang satu pelindung pelanggar HAM berat, yang satu terduga pelanggar HAM berat. Tiga belas tahun aksi Kamisan jangan harap hukum dan HAM di Indonesia ditegakkan,” kata Sumarsih.

Ia juga menyatakan harapannya yang kini bukan lagi ke pemerintah, tetapi ke anak muda yang rela meluangkan waktu untuk ikut Aksi Kamisan di Jakarta maupun di kota lain.

“Saya berharap mereka melanjutkan perjuangan anak saya Wawan dan kawan-kawannya mahasiswa ’98 untuk mewujudkan agenda reformasi yang ketiga, yaitu tegakkan supremasi hukum,” ucap Sumarsih.

Mendesak Penyelesaian Pelanggaran HAM

Koordinator KontraS Yati Andriyani juga menghadiri aksi Kamisan yang ketiga belas tahun ini. Menurutnya, selama tiga belas tahun ini, yang ditargertkan dari Aksi Kamisan bukanlah masuk ke dalam Istana Presiden, bukan untuk bertemu Presiden, dan bukan pula bertemu pejabat, melainkan mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.

“Jadi gak penting buat Kamisan itu bertemu atau tidak bertemu presiden, bukan soal itu, tapi yang paling penting adalah bagaimana negara mengambil tanggung jawabnya untuk menyelesaikan masalah ini (HAM, red.),” ujar Yati kepada ASPIRASI.

Yati juga menjelaskan bahwa pentingnya bagi publik, serta kaum muda untuk memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap negara, agar dapat terus memberikan koreksi dan memastikan di masa mendatang negara akan jauh lebih baik dalam menyelesaikan kasus HAM.

“Ketika negaranya dikatakan bebal, negaranya tidak peduli, yang punya kewajiban mengingatkan, yang punya kewajban untuk mendesak, punya kewajiban untuk mendorong negara, yaitu adalah masyarakat sipil, anak-anak muda termasuk adalah aktor-aktor penting menyuarakan keadilan,” ucap wanita berkacamata itu.

Aksi Kamisan yang dipenuhi oleh anak muda ini bukan tanpa sebab datang untuk mengikuti aksi. Rivani, salah satu anak muda yang datang ke Aksi Kamisan mengaku merasa terpanggil untuk ikut andil dalam menyuarakan keadilan.

Bergabung sejak awal 2018, Rivani tidak segan untuk memperjuangkan keadilan di Indonesia yang menurutnya sudah tidak ada.

“Kita lihat katanya dalam undang-undang bahwa keadilan itu menyejahterakan semua rakyat, menyelesaikan semua yang ada, tapi ini belum selesai malah diperpanjang. Tidak ada kejelasan dari kebijakan, dari undang-undang, bahkan mereka mengingkari apa yang sudah mereka sepakati,” jelas Rivani saat ditemui ASPIRASI di tengah Aksi Kamisan ke-618.

Rivani sebagai anak muda merasa wajib untuk terlibat memperjuangkan kasus HAM yang belum kunjung terselesaikan. Keberadaan anak muda di Aksi Kamisan pun dianggap Rivani sebagai cara mendukung korban dan keluarga korban.

Reporter: Tamara Mg. |Editor: Firda Cynthia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *