Aliansi BEM SI Menilai Adanya Dugaan Penyelewengan Uang Pangkal oleh PTN

Kabar Kampus

Aliansi BEM SI menilai PTN yang menerapkan uang pangkal dengan sistem minimal, tak sesuai dengan Permenristekdikti No. 39 Tahun 2017 Pasal 8 ayat 2. Mereka menuntut Kemenristekdikti segera kirim surat edaran peringatan ke seluruh PTN.

Aspirasionline.com — Aliansi Badan Ekesekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) bersama mahasiswa dari seluruh Indonesia menggelar aksi dengan tagline ‘Tolak Uang Pangkal’ di depan gedung Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) pada Senin, (15/7) lalu.

Massa aksi menilai adanya penyelewengan implementasi Permenristekdikti No. 39 Tahun 2017 Pasal 8 ayat 2 oleh beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) dalam menerapkan uang pangkal.

Narasi menolak uang pangkal ini sebelumnya sudah diaudiensi oleh Aliansi BEM SI dengan pihak Menristekdikti sejak Selasa, (9/7) lalu. Dikutip dari unggahan akun Instagram resmi BEM SI (@bem_si), audiensi itu menghasilkan dua hal. Pertama, dalam jangka panjangnya, Menristekdikti akan merevisi Permenristekdikti No. 39 Tahun 2017 Pasal 8. Kedua, jangka pendeknya, Menristekdikti akan mengirim surat edaran penegasan kepada seluruh PTN (khususnya yang telah melakukan penyelewengan) pada Jumat, (12/7). Namun, pihak Menristekdikti belum juga mengirim surat penegasan itu ke seluruh PTN hingga hari aksi 15 Juli.

Menurut pantauan ASPIRASI, aksi tersebut dihadiri tak kurang dari 16 almamater yang mewakili kampus masing-masing. Salah satunya Presiden Mahasiswa BEM PM Universitas Udayana Javents Lumbantobing. Ia datang karena kampusnya masih menerapkan sistem minimal nominal pada uang pangkal atau Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI).

“Misalnya, Agribisnis di Fakultas Pertanian minimal 10 juta. Terus, kalau di Teknik Mesin minimal 25 juta. Kalau Pendidikan Dokter paling tinggi. Itu minimal 150 juta dan tahun lalu ada yang bayar 1,4 miliyar karena jumlah minimalnya di situ,” jabar Javents pada ASPIRASI pada Senin, (15/7). Javents mengaku memiliki bukti fisik berupa resi pembayaran uang pangkal yang ia maksud.

Aksi diwarnai dengan kekecewaan massa karena tak dapat menemui Menristekdikti Mohamad Nasir ataupun Sekretaris Jenderal (Sekjen) Menristekdikti Ainun Na’im. Namun, pada pukul 13.00 WIB, empat orang perwakilan dari Universitas Negeri Semarang (UNNES), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Negeri Lampung (UNILA), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat menemui Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Dirjen Belmawa) bagian perencanaan untuk audiensi.

Usai audiensi, Fajar (UNILA) berorasi untuk menyatakan kekecewaannya terhadap pihak Menristekdikti. Ia mengatakan, massa dijanjikan akan bertemu dengan Dirjen Belmawa namun kenyataannya hanya sebentar dan tak menjawab persoalan secara substansial.

“Kita sejak 2 Mei dan sore ini menginginkan hal konkret tapi dari tadi kita dilempar begitu saja. Nyatanya kita lagi-lagi dikecewakan dengan jawaban-jawaban normatif yang sebenernya hari ini rakyat butuh jawaban,” keluh Fajar.

Surat Edaran Peringatan Masih Berupa Draft

Sekjen Belmawa Rina Indiastuti akhirnya menemui massa aksi pada pukul 17.17 WIB. Rina mengatakan surat edaran peringatan sudah dibuat dan hanya menunggu Menristekdikti untuk menandatanganinya. Surat edaran peringatan itu, menurut keterangan Rina, sudah diparaf oleh Sekjen Menristekdikti. Tepat di tengah massa, ia juga membacakan isi surat edaran peringatan tersebut.

Ada tiga poin penting di dalamnya. Pertama, tarif uang pangkal dan uang pungutan lain selain UKT tetap memperhatikan kemampuan ekonomi mahasiswa atau orang tua mahasiswa atau pihak lain yang membiayainya. Kedua, bagi mahasiswa yang secara ekonomi tidak mampu tidak akan dikenakan uang pangkal atau pungutan lain selain UKT. Ketiga, tarif uang pangkal dan pungutan lain selain UKT ditentukan berdasarkan prinsip kewajaran proporsional dan berkeadilan.

“Itu sudah dalam bentuk instruksi. Artinya kalau dilakukan tidak seperti ini maka rektornya yang akan ditegur,” tegas Rina.

Usai membacakan isi surat edaran peringatan, Rina menegaskan terkait keterbukaan surat tersebut. “Tadi Dirjen Belmawa sudah menjanjikan kopi-nya bisa disampaikan. Tetapi sepanjang belum ditandatangani Pak Menteri ‘kan tidak elok kalau isinya bocor dan lain-lain,” ujarnya.

Rina juga menyampaikan bahwa dalam UU No. 12 tahun 2012 sudah jelas kalau pendidikan ditanggung oleh pemerintah pusat, daerah, dan peserta didik atau orang tua dari mahasiswa. Sehingga muncul permenristekdikti yang mengatur tentang uang pagkal.

“Atas dasar yang kita bicarakan di atas (ruang Belmawa lantai 10, red.) tadi, khususnya tentang uang pangkal itu munculnya karena ada tiga jalur penerimaan di perguruan tinggi negeri, yaitu SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri, red.), SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri, red.) dan mandiri. Betul program pemerintah mengatakan bahwa UKT dan uang pangkal akan disesuaikan oleh pada kemampuan ekonomi orang tua atau walinya. Jadi dalam pelaksanaannya, perguruan tinggi harus amanah,” tuturnya kepada massa aksi.

Koordinator Wilayah Jabodetabek dan Banten (BSJB) BEM SI Erfan Kurniawan (UNJ) mengaku kecewa terkait ketidakterbukaan draft resmi surat edaran peringatan yang nantinya ditujukan kepada rektorat universitas. Menurut keterangan Erfan, hanya dua orang yang diperkenankan melihat isi draft surat secara langsung: dirinya dan Saiful (UNNES). Draft itu juga dilarang didokumentasikan.

“Saya tidak puas terkait draft surat edaran peringatan kepada perguruan tinggi karena kurang mencakup aspek aspirasi yang sudah disampaikan oleh mahasiswa dalam audiensi kemarin. Masih ada poin yang kurang sesuai dengan yang disepakati sebelumnya, yakni nominal nol rupiah dan secara pembayarannya setelah mahasiswa masuk. Poin itu tidak ada,” keluh Erfan dihari yang sama saat aksi di gedung Kemenristekdikti sore itu.

Reporter: Syena Meuthia. |Editor: Firda Cynthia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *