Buruh Berhak Berserikat tanpa Sekat
Terlepas dari tuntutan yang berkaitan langsung dengan pekerjaan, kaum buruh juga menentang keras upaya penghentian aktivitas berserikat yang kerap dilakukan oleh perusahaan.
Bagi kaum buruh, berserikat menjadi wadah untuk menyampaikan aspirasi dan protes, juga menjadi jaring pengaman bagi anggota-anggotanya. Saat May Day 1 Mei lalu, terlihat beberapa poster tuntutan buruh, salah satunya ‘Hapuskan Union Busting’. Union Busting merupakan tindakan yang dilakukan perusahaan dalam menghentikan aktivitas para pekerja untuk berserikat yang akhirnya menghambat para buruh dalam mengonsolidasikan gerakan mereka.
Ketua Serikat Buruh Solidaritas Indonesia (SBSI) Agus Supriyadi menjelaskan tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai union busting antara lain menghalang-halangi menjadi anggota serikat buruh atau bekerja dengan cara mengintimidasi, melakukan PHK, mutasi, dan pengurangan upah. Tindakan ini juga tercantum dalam Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja atau serikat buruh.
“Nah, di pasal 43 barang siapa yang melanggar pasal 28 itu dipidana minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun penjara. Atau denda minimal 100 juta dan maksimal 500 juta,” jelas Agus.
Bentuk-bentuk union busting ini membuat banyak serikat buruh turun dan menuntut keadilan. “Yang menjadi masalah pengusahanya itu. Serikat buruh disangka provokator, tukang bakar, atau mengalahkan perusahaan,” tambah Agus saat ditemui ASPIRASI ditengah-tengah aksi May Day. Padahal, lanjut Agus, serikat justru menjadi tempat untuk menyelesaikan masalah-masalah dan menampung keluhan, kritikan dan masukan untuk kemudian dimusyawarahkan bersama.
Agus menjelaskan, jika permasalahan tak bisa diselesaikan dan menimbulkan perselisihan maka upaya penyelesaiannya dapat mengikuti UU No. 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Menurut UU tersebut, perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh karena adanya perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Senada dengan Agus, Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) Ellena Ekarahendy juga menentang upaya union busting yang dilakukan para elit. Dalam orasinya, ia menyerukan tuntutannya agar tidak ada lagi tindakan diskriminatif terhadap para pekerja yang berserikat. Menurutnya, para pekerja seharusnya juga dapat berserikat dan berkonsolidasi, tidak cuman para pengusaha.
“Kita ingin supaya pekerja berserikat. Karena ini jalan kita untuk bersolidaritas satu sama lain terutama di era ekonomi digital yang membuat relasi kerja menjadi semakin fleksibel,” ujar Ellena kepada ASPIRASI Rabu, (1/5) lalu.
Pembungkaman yang dialami para serikat dapat dibuktikan secara nyata saat May Day di Jakarta. Salah satunya oleh Federasi Serikat Pekerja Aneka Sektor Indonesia (FSPASI). Presiden FSPASI Heri Hermawan mengaku bahwa mereka sebelumya telah melakukan jalur prosedural dari jauh-jauh hari sebelum May Day dengan tujuan aksi di depan istana. Tetapi pada hari-H, blokade sudah menghadang.
Menurut Heri, tahun ini aparat bersikap lebih represif dari tahun sebelumnya. Bila ditahun sebelumnya blokade sampai depan gedung Radio Republik Indonesia (RRI), pun ditahun ini blokade lebih maju lagi hingga Patung Kuda. Alasan keamanan dan ketertiban yang disampaikan pihak polisi, menurutnya kurang tepat. Pun Heri dapat menjamin bahwa pihaknya tak memiliki niat sama sekali untuk melakukan tindakan anarkis.
“Kondisi seperti ini membuat Indonesia semakin mundur dari amanah reformasi. Harusnya aspirasi difasilitasi dan kita bisa saling menjaga keamanan dan ketertiban,” kritiknya.
Mengenai blokade dan penjagaan ketat aparat ini, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengungkapkan bahwa timnya sedang melakukan tugas sesuai SOP yang ada. “Ini kita sesuai SOP,” jawabnya singkat saat ditanya para wartawan di tengah barisan aparat di balik kawat berduri. Argo enggan menjelaskan alasan spesifik ketika ditanya wartawan lebih lanjut.
Reporter: Ikhwan Agung.| Editor: Firda Cynthia