Kurangnya Tenaga Pengajar, Mampukah TNI Menjadi Solusi?

Nasional

Beralih dari isu dwifungsi ABRI, kini kemendikbud menjalin kerjasama dengan TNI AD dalam kegiatan mengajar di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Indonesia

Aspirasionline.com — Dalam upaya mengatasi kurangnya jumlah guru di daerah 3T, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud) bekerja sama dengan TNI AD untuk memenuhi kebutuhan guru di daerah 3T. Kurangnya jumlah guru di daerah 3T tersebut disebabkan banyaknya guru di daerah 3T yang meminta untuk dipindahkan. Akhirnya jumlah guru di daerah 3T terus berkurang.

Melihat kerjasama ini, Pengamat Pendidikan Darmaningtyas menuturkan bahwa ini merupakan program darurat ketika pemerintah belum mampu memenuhi kebutuhan para tenaga pengajar di daerah 3T. Sehingga kemendikbud dan TNI sama-sama menyadari pentingnya program darurat ini.

“TNI kan punya SDM yang cukup, nah mereka tidak ada tugas yang berat sekarang ini,” tuturnya. Selain itu ia juga berkata bahwa dirinya setuju saja dengan melihat beberapa faktor mengenai optimalisasi sumber daya yang ada pada TNI, penghematan anggaran perekrutan guru, dan penindakan kualitas pendidikan di daerah tertinggal. “Daripada dibayar nganggur, lebih baik kerja untuk mencerdaskan warga dan tidak menambah beban anggaran,” tegasnya.

Mengenai latar belakang pendidikan, menurutnya juga tidak terlalu masalah karena yang masuk TNI juga beragam latar belakang pendidikannya. Ia menilai bahwa individu-individu yang tergabung dalam TNI merupakan individu yang intelek dan dapat dioptimalisasikan untuk menjadi tenaga pengajar.

Senada dengan Darmaningtyas, pengamat militer Beni Sukadis mengaggap kerjasama ini tak ada masalah di dalamnya. Jika dasarnya mengacu pada UU no. 34 Tahun 2004, di pasal tujuh disebutkan bahwa membantu program pemerintah juga menjadi tugas dari TNI.

Beni juga menuturkan bahwa TNI tidak akan menolak jika ada yang memerlukan bantuan dan TNI bergerak karena intruksi komandan, sehingga ia pasti berangkat untuk memenuhi tugas yang diberikan kepadanya. Namun, yang menjadi permasalahan, mampu atau tidaknya TNI melakukan tugasnya kali ini.

Jangan Sampai Jadi Program Jangka Panjang

Terkait dengan hal-hal yang memungkinkan TNI untuk ditarik dari tugas mengajarnya, ia berpendapat bahwa sebaiknya Kemendikbud juga menyiapkan strategi untuk perencanaan pemenuhan guru di daerah 3T dengan sistematis. Misalnya dengan memperketat proses rekrutmennya. Sebab, menurutnya, militer dan tenaga pendidik merupakan dua hal yang berbeda. Ia mengacu pada kriteria yang harus dipenuhi oleh masing-masing individunya. Dimana sulit untuk mencari personel yang dianggap mampu untuk mendidik seorang murid. Menurutnya, kemampuan itu mungkin bisa didapat dari perwira, bukan bintara.

Beni pun menyarankan agar ini bukanlah program untuk jangka waktu yang panjang. “Kalau doktrinnya seperti itu tidak masalah, tapi kalau di masa depan harusnya dihindari,” kata Beni. Termasuk dalam kasus ini, doktrin TNI juga menyebutkan bahwa masih banyak operasi lain yang mesti dilakukan TNI seperti, membantu bencana alam, membantu pemerintah, dan perdamaian dunia.

Mengenai daerah 3T, Darmaningtyas mengatakan bahwa masalah di sana sebetulnya tidak hanya hadir dari ranah pendidikan saja. Masih ada faktor lain yang harus dibenahi seperti infrastruktur, listrik, dan jaringan komunikasi. Mengingat tiga hal itu buruk di daerah 3T, maka sudah seharusnya hal-hal tersebut turut diperhatikan sebagai kebutuhan dasar. “Kalau infrastruktur sudah diperbaiki, orang mungkin betah tinggal disana,” tutur Darmaningtyas.

Reporter: Fadhila Mg.| Editor: Fakhri Taka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *