Perspektif Keturunan Belanda Pasca Kemerdekaan Indonesia

Resensi

Judul buku : Titik Temu
Penulis : Ghyna Amanda
Penerbit : Buku Mojok
Tebal : 275 halaman

Pada awal kemerdekaan, Indonesia masih harus berjibaku dalam menstabilkan kondisinya pasca penjajahan

Aspirasionline.com — Dalam buku Titik Temu karya Ghyna Amanda, menceritakan tentang keluarga dari keturunan Bangsa Belanda yang sudah empat generasi menetap di Indonesia. Meskipun latar belakang mereka bukan berasal dari tentara, dan tidak mendiami rumah hasil rampasan, namun sebutan ‘penjajah’ dari pribumi kepada keluarga yang akrab dipanggil keluarga Kuhlan ini sangat melekat.

Keluarga Kuhlan memiliki cita-cita untuk membangun dam yang dapat mengaliri listrik di desa tempat mereka tinggal. Bahkan demi cita-citanya terwujud, Kuhlan generasi ke-2 memanggil insinyur-insinyur langsung dari Belanda.

Niat baik itu ternyata tidak direspon sedemikian positif dengan warga desa. Shopie yang merupakan gadis generasi terakhir dari Keluarga Kuhlan hidup sebatang kara setelah ibunya meninggal dalam kecelakaan. Ia terpaksa harus dihantui rasa ketakutan jika sewaktu-waktu diusir oleh warga desa ke Belanda terlebih ia pernah mengalami penculikan yang dilakukan oleh ‘pribumi’ terhadap dirinya.

Menurut Shopie, meskipun ia berkulit dan berperawakan Belanda, namun ia tetaplah Bangsa Indonesia karena besar dan tumbuh di Indonesia dan belum pernah ke Belanda sekalipun.

Dengan kondisinya yang seperti itu ia harus pandai bersiasat agar dapat menetap di desa ini dan menjaga dam warisan keluarganya. Sehingga, ia terpaksa menerima saran dari salah satu pekerja yang telah mengabdi ke keluarganya sejak lama; menikah dengan pribumi.

Katheljin Sophie menikah dengan duda kepercayaan keluarganya. Usia mereka terpaut 20 tahun, dan usia anak dari lelaki yang terpaksa dinikahinya itu sepantaran dengan dirinya. Ia terpaksa menikah dengan keadaan tidak saling mencintai semata-mata hanya untuk mendapatkan status sebagai pribumi. Karena dengan begitu, ia tidak lagi hidup sebatangkara, apalagi laki-laki yang dinikahinya adalah seorang dokter yang amat disegani warga desa.

Laki-laki itu bernama Andjana Ranggawangsa. Sejak kecil ia sangat dekat dengan keluarga Kuhlan. Andjana menyukai buku-buku dan oleh karena kedekatan l itu, ia dibiayai untuk melanjutkan sekolah kedokteran di Utrecht, Belanda. Setelah menikah, mereka tidak lantas hidup bersama. Andjana harus pergi ke ibukota untuk mengajar di kampus dan hanya kembali ke desa tiap dua pekan sekali.

Hingga suatu waktu dengan kondisi yang kacau antara warga desa dan tentara Belanda, Shopie dituduh sebagai dalang kerusuhan antar kedua bangsa ini. Ia terpaksa kabur bersama suaminya ke kota setelah melewati penghianatan dari pekerja kepercayaannya dan gejolak batin untuk menetap di desa serta mempertahankan warisan dam keluarganya.

Kehidupan Shopie dan suaminya setelah meninggalkan desa tidak serta merta menjadi bahagia. Ia lagi-lagi harus menerima jika bagaimanapun usahanya, ia tetap tidak akan diterima menjadi bagian dari pribumi.

Meskipun Shopie telah hidup dengan menghargai dan mengikuti kebiasaan pribumi, mencintai Indonesia seperti kebangsaannya sendiri, tidak pernah terlibat peperangan dan berjasa karena keluarganya lah yang mendirikan dam di desa tempatnya tinggal, ia tetap saja disebut sebagai penjajah.

Warga desa benar-benar dibutakan oleh perawakan Shopie. Mereka tidak peduli apa yang dilakukan oleh bangsa Belanda karena menurutnya Belanda–semua orang Belanda–adalah penjajah. Ini didasari karena mereka memiliki trauma yang hebat akan penjajahan.
Saat Indonesia telah merdeka, masih terdapat banyak orang Belanda yang menunggu giliran untuk dipulangkan ke negara asalnya. Selama itu pula, kedua bangsa ini saling bersitengang satu sama lain.

Tidak jarang terjadi perperangan yang diawali dari kesalahpahaman. Orang-orang Indonesia menuntut agar semua keturunan Belanda segera angkat kaki, sedangkan untuk kembali ke negara asalnya itu orang-orang Belanda perlu menunggu giliran.

Buku ini menawarkan alternatif perspektif dari kehidupan keluarga Belanda pasca Indonesia merdeka. Diceritakan dengan gaya bahasa sederhana, dan sangat menyentuh dengan sisipan kisah heroik dan romantis.

Di akhir buku, penulis menceritakan perjalanannya pergi ke Belanda dan bertemu langsung dengan Shopie. Ia dikaruniai sepasang anak kembar hasil pernikahannya dengan Andjana. Namun, kedua anak ini tak pernah melihat ayahnya secara langsung sejak lahir.

Penulis: Sekar Mg

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *