Generalisasi Peraturan Rektor Terkait Ketua Ormawa dan UKM Mengandung Cacat Nalar
Peraturan Rektor UPNVJ yang mengatur Ketua Organisasi Mahasiswa (Ormawa) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) harus angkatan 2016 menuai kritik dari berbagai pihak
Aspirasionline.com — Akhir tahun lalu, masing-masing Ormawa dan UKM disibukkan dengan pergantian kepengurusan mereka. Pada saat yang sama, mereka digegerkan dengan Peraturan Rektor yang mengintervensi penentuan Ketua organisasi mereka. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Rektor nomor 124/UN61.3/SE/2018. Peraturan itu menyebut bahwa semua Ketua Ormawa dan UKM mesti berasal dari angkatan 2016 – mahasiswa tingkat tiga.
Realisasi peraturan ini tak bersifat kondisional, melainkan berlaku merata untuk semua ormawa dan UKM (pengecualian untuk ormawa dari program studi tahun 2017). Generalisasi ini sontak menimbulkan protes karena tak semua Ketua Ormawa dan UKM cocok dengan sistem ketua harus dijabat oleh mahasiswa tingkat tiga. Beberapanya yaitu UKM KSR, UVFC, dan Uswah.
Tak Sinkron dengan Kebutuhan Organisasi
Wakil Ketua UKM UVFC Muhammad Atalah Al Faruqi mengaku tak menerima generalisasi ini. “Setiap UKM ‘kan regenerasinya beda-beda. Jadi, ya, gak bisa dipukul rata gitu, dong,” komentarnya saat diwawancarai ASPIRASI pada Kamis, (14/2) lalu. Selain itu, ia juga menilai realisasi peraturan tersebut sangat mendadak.
Mahasiswa yang kerap disapa Faruq ini mengatakan dirinya telah mengajukan struktur kepengurusan sejak akhir Desember tahun lalu. “Sebelumnya enggak ada permasalahan. Nah, pas kurang dari seminggu sebelum masuk (awal Februari, red.) baru dikabarin sama pihak kampus kalau ketua yang angkatan 2017 harus diganti 2016. Dalam waktu yang kalau enggak salah 5 atau 4 hari itu kan gak semudah itu buat ganti ketua lagi,” keluhnya.
Faruq merupakan mahasiswa angkatan 2017 yang sebelumnya telah digadang menjadi Ketua UKM UVFC. Ia sudah menyampaikan ke pihak rektorat bahwa ia keberatan untuk mengganti ketua dalam waktu sesingkat itu. Namun, kata Faruq, ia tetap dipaksa untuk segera menggantinya menjadi mahasiswa angkatan 2016. “Kalau gak ganti ketua, SKEP-nya gak turun. Otomatis sama aja kita kayak dibekuin, dong,” terang mahasiswa Fakultas Ekonomi & Bisnis (FEB) itu.
Bagi Faruq, resiko pembekuan tersebut mesti ia hindari. UVFC harus tetap berjalan sebagaimana mestinya. “Masa iya, UKM dibekuin semudah itu,” ujarnya seraya menambahkan, ”kampus nuntut prestasi, tapi dengan hal-hal kayak gini aja dipermasalahin.”
Wakil Ketua UKM KSR Safira Tasya juga mengaku keberatan dengan peraturan ini. Namun, ia juga terpaksa harus menuruti untuk menghindari resiko pembekuan. “Kalau kita enggak nurutin SKEP-nya, ya, kita dibekuin. KSR juga organisasi yang baru sah, kalau tiba-tiba dibekuin gara-gara masalah SKEP konyol kayak gini ‘kan kasihan ke angkatan bawahnya,” tutur Safira.
Safira juga mendapat solusi dari Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan agar diadakan ‘Ketua bayangan’. “Jadi anak angkatan 16 yang dilantik itu dijadiin ketua bayangan, tapi yang ngerjain tugas tetap anak 17. Berarti sama aja peraturan itu dihapus aja gitu, lho. Kayak gak penting banget ‘kan?” komentar Safira.
Siasat ketua bayangan ini juga diterapkan oleh Faruq di UKM UFVC. “Yang ngurus sehari-hari, yang mimpin sehari-hari, kalau emang dia (angkatan 2016, red.) sedang gak ada ya anak 2017 yang tadinya harus ngejabat, yaitu saya,” katanya.
Tak jauh berbeda dengan UKM KSR dan UVFC, bagi UKM Uswah peraturan ini menjadi formalitas saja. “Jadi kalau di Uswah ketua jadi wakil, wakil jadi ketua, karena wakilnya 16,” terang Zulfikar Ali Arafat, Wakil Ketua UKM Uswah. Seperti solusi ketua bayangan milik Warek III, Zul menjalankan tugas sebagai ketua meski secara formal yang dilantik merupakan mahasiswa angkatan 2016.
Zul menilai, seharusnya yang diatur tak sekadar hanya melihat dari angkatannya. “Yang diatur itu kualifikasi, bukan angkatannya. Misal, IPK-nya harus berapa. Terus dilihat juga dari pengalaman organisasinya satu tahun, berarti ‘kan kalau sudah satu tahun otomatis mereka sudah punya pengalaman,” ujar mahasiswa FEB itu.
Inkonsistensi Penerapan Peraturan
Seperti yang telah dijelaskan di muka bahwa penerapan peraturan ini berlaku untuk semua UKM dan ormawa. Terkecuali bagi ormawa program studi yang baru dibuka pada tahun 2017, seperti Ilmu Politik, Ekonomi Pembangunan, dan Ekonomi Syariah. Namun, ormawa-ormawa Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) pun ternyata ikut tak menuruti peraturan ini karena dilindungi oleh Dekanatnya.
Faruq merasa tak adil dengan pengecualian itu. “Menurut saya gak adil banget, dong. Seharusnya kalau itu emang keputusan dari rektor ya semuanya harus mengikuti,” katanya. Ia juga mengutarakan pertanyaan satirenya, “kalau mereka yang melindungi dari dekanat, terus kenapa UKM-UKM gak dilindungi juga?”
Hal ini senada dengan Zul, Wakil Ketua UKM Uswah. “Saya enggak setuju ada pengecualian begitu. Karena ormawa dan UKM punya hak yang sama. ‘Kan pakai peraturan rektor yang sama, seharusnya semua mengikuti cara yang sama itu,” tuturnya.
Inkonsistensi penerapan peraturan ini juga terjadi pada ormawa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan klub di FISIP lazimnya dijabat oleh mahasiswa tingkat dua, bukan tingkat tiga. Sehingga, pengurus HMJ dan klub tersebut merespon peraturan rektor ini dengan melakukan audiensi kepada Dekanat FISIP.
Audiensi tersebut mengeluarkan kebijakan dari Dekanat bahwa mahasiswa angkatan 2017 tetap bisa menjabat sebagai ketua. Dengan catatan, mereka yang boleh menjabat jadi ketua ormawa akan baru dilantik saat Agustus 2019, disaat mereka sudah semester lima.
“Nah, untuk sekarang sampai Agustus nanti mereka masih di bawahi atas nama Kaprodi (Kepala Program Studi, red.). Ibaratnya kalau sekarang itu masih belum legal untuk dipegang sama mahasiswa,” terang Ketua SM FISIP Alif Fadhilah yang menghadiri audiensi pada Jumat, (15/2) lalu.
Alif mengatakan, meski dilantik secara resmi per Agustus 2019, masa periode HMJ dan klub FISIP tetap berakhir per Desember 2019. “Periode selesainya tetap seperti akhir periode ormawa pada umumnya, yaitu Desember atau akhir tahun nanti,” katanya.
Kendati demikian, hal ini hanya diterapkan pada HMJ dan klub, tak termasuk BEM dan Senat Mahasiswa (SM) FISIP. “BEM sama Senat itu tetap mengacu ke SK Rektor. Dan kebetulan gue disini sebagai 16 yang naik (menjabat ketua, red.) karena SK Rektor ini,” tutur Alif.
Reporter: Agung Mg. |Editor: Firda Cynthia