Yang Fana Waktu, bukan? Kita Abadi

Sastra

Di sebuah kota bernama Banda Neira atau yang dahulu disebut “klein Europeesch Stad” (kota Eropa kecil), tinggal lah Sri Kasih seorang diri. Ibunya telah meninggal setahun yang lalu dan bapaknya menyusul tiga bulan setelahnya. Banda Neira merupakan pulau yang terletak di tenggara kota Ambon. Tempat dimana Bung Hatta dan Soetan Sjahrir dibuang ke pulau ini oleh Belanda.

Tinggal seorang diri membuat Sri hampa melakukan kegiatan yang itu-itu saja. Kemudian ia berniat untuk pergi ke ibu kota, berharap mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Walaupun sungguh berat dihatinya meninggalkan pulau Banda.

Pagi itu matahari malu-malu untuk menampakkan diri. Ditambah dengan awan hitam yang sebentar lagi rintik hujan akan turun menyempurnakannya. Sembari menatap seisi rumah perlahan melangkahkan kaki keluar, mengunci pintu dengan membawa dua tas besar berisikan baju, buku-buku bacaan dan kebutuhan seadanya serta uang sisa bekerja di perkebunan pala di sakunya.

Sri memang menyukai buku walaupun ia hanya tamatan SMP. Kecintaannya pada buku membuatnya memiliki banyak pengetauan dan Hatta memanglah tokoh kebanggannya. Ia pun mulai bergegas menuju dermaga melihat jam pemberangkatan kapal sudah tinggal beberapa menit lagi.

Beberapa hari berlalu. Tiba lah kapal di dermaga tujuan. Jakarta menyambutnya dengan penuh kehangatan. Sedikit senyum tersungging di bibirnya namun bingung di pikirannya. Kemana ia akan pergi dan dimana ia akan tinggal. Tapi itu tak menjadi masalah untuk dirinya. Bukankah yang terpenting ia sudah berdiri di kota ini?

Ia berjalan pelan-pelan menyusuri indahnya dan padatnya kota. Ia teringat dengan satu tempat yang ingin ia kunjungi ketika tiba disini yaitu, Monumen Nasional (Monas). Tempat bersejarah yang dibangun saat masa pemerintahan Sukarno ini adalah tempat yang selalu ia ceritakan pada laki-laki bernama Ahmad di Banda.

Ahmad adalah teman lelakinya yang sering ia ajak berkunjung ke dua pulau kembar di Banda Neira: Pulau Hatta dan Pulau Sjahrir. Namun, lima tahun belakangan Ahmad tinggal di Jakata untuk menuntut ilmu. Ya, memang Sri tidak seberuntung Ahmad dalam mengenyam pendidikan. Lagipula saat itu orang tuanya masih beranggapan wanita tak butuh pendidikan tinggi. Maka ia hanya menuruti perintah ibunya untuk tinggal di desa dan membantunya bekerja.

Sebab tak tahu jalan, akhirnya ia hanya mengandalkan informasi pada orang disekitarnya. Setelah beberapa kali naik turun kendaraan umum, tibalah ia di Monas.

Sembari sedikit mengingat-ingat waktu dimana dulu hal ini hanya khayalan belaka dan sekarang menjadi nyata. Ia melihat bangunan itu dari bawah hingga atas tanpa sedikit melewati sisi-sisinya.

Namun, tanpa ia sadari, sedaritadi di atas monas tampak sosok pria sedang memperhatikannya bersama seorang anak perempuan di sampingnya yang baru berusia sekitar dua tahun. Terlihat samar-samar untuk memastikan apakah benar itu adalah wanita yang akir-akhir ini sering terlintas di pikirannya.

Mendekatlah Ahmad dan kemudian terjadi kembali percakapan diantaranya, yang sudah berakhir cukup lama. “Apa kamu Sri? Yang selalu menceritakan tentang bangunan ini padaku?” tanya Ahmad. Sri hanya menatap bingung dan mencoba meyakinkan dirinya apakah benar ini Ahmad yang telah meninggalkannya lima tahun lalu. Sebab, ada yang aneh.

Jika itu memang Ahmad, mengapa ia membawa anak perempuan di sampingnya. Sri hanya mengangguk tak percaya bahwa ia akan bertemu Ahmad di sini. “Ini… anakmu Ahmad?” tanya Sri untuk meyakinkan. “Iya, dia putriku. Namun ibunya meninggal saat melahirkannya,” jawab Ahmad.

Memang semenjak Ahmad kehilangan istrinya, ia mulai sering mengunjungi monas bersama putrinya di akhir pekan. Sembari mengingat kisahnya dulu saat bersama Sri di Banda.

Sri hanya terdiam dan tersenyum mendengarnya dan tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya. Ia hanya melihat novel yang sedaritadi ia genggam ditangan kanannya, sebuah novel karangan Sapardi Djoko Damono yang disampulnya tertulis, “Yang Fana Adalah Waktu, Kita Abadi”.

Penulis: Fadhila Mg

Sumber Foto: Google

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *