Kekerasan Fisik Pada Jurnalis LPM Siar Kala Meliput
Dua jurnalis Lembaga Pers Mahasiswa Siar menjadi korban atas tindakan represif oleh organisasi masyarakat Pemuda Pancasila dan Haris Budi Kuncahyo saat meliput peristiwa aksi damai Front Rakyat Indonesia untuk West Papua dan Aliansi Mahasiswa Papua di Malang, Minggu (30/9).
Aspirasionline.com – Massa aksi Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melakukan aksi damai dengan tema Roma Agreement Ilegal yang berlangsung di sekitar Pos Polisi Alun-alun Kota Malang. Aksi damai ini diliput oleh tiga anggota LPM Siar, Universitas Negeri Malang yaitu Ahmad Kevin Alfirdaus, Achmad Fitron Fernandha dan Ahmad Gatra. Namun, kemudian aksi damai tersebut berlangsung ricuh.
Pada pukul 12.30, massa aksi mulai berkumpul dengan personil sejumlah 39 orang. Menurut keterangan Kevin salah satu anggota LPM Siar, jumlah 39 orang ini merupakan data terhitung setelah evaluasi aksi damai. Belum termasuk beberapa orang yang sudah pergi dari aksi massa saat ditengah kejadian.
Saat AMP berorasi mengenai Roma Agreement Ilegal, segerombolan ormas PP dan HKB yang menolak aksi ini kemudian meluncurkan aksi represifnya dengan mendatangi massa aksi FRI-WP dan AMP dengan rusuh. Ormas tersebut berdalih bahwa ekspresi wajah mahasiswa Papua itu dipandang seperti tak menghargai mereka. Sehingga mereka menunjukkan kekesalannya dengan berteriak dan menghampiri kerumunan massa aksi.
“Ini Arema!”
“Kita Indonesia, bukan Papua.”
“Kita pancasila.”
Rentetan teriakkan yang memicu emosi massa dilontarkan oleh ormas tersebut. Bahkan, mereka melontarkan beberapa kata-kata tak senonoh dalam Bahasa Jawa. Peristiwa aksi mulai berlangsung tak kondusif.
Dikeroyoki Ormas Tanpa Alasan yang Jelas
Saat aksi damai Roma Agreement Ilegal ini, tiga orang LPM Siar Universitas Negeri Malang dan satu orang jurnalis LPM Perspektif Universitas Brawijaya mendokumentasikan kejadian tersebut sebagai upaya menjalankan tugasnya dalam meliput. Kevin dan Fitron jurnalis LPM Siar tak luput dari tindakan kekerasan dan represi yang dilakukan ormas reaksioner PP dan HBK.
Kepada ASPIRASI, Kevin menuturkan kalau dirinya dikeroyoki sekitar pukul 14.00, ia juga mengaku dirinya sebagai korban utama sebagai anggota LPM yang dikeroyoki ormas.
“Jadi, saya itu cuman mendokumentasikan secara dekat dan mem-video tindakan represif itu. Lalu saya dikeroyoki dan dipukuli secara bergantian oleh mereka. Saya tidak ingat wajah mereka dan tidak tahu mengapa hanya saya yang dikeroyoki,” tutur Kevin melalui panggilan WhatsApp pukul 21.30 WIB, (1/10).
Kronologinya, Kevin diintimidasi sekelompok ormas saat merekam kerusuhan massa dari dekat. “Saya diteriakki, ‘Pilih Indonesia atau Papua?’ tapi saya nggak jawab,” ungkap mahasiswa jurusan manajemen tersebut.
Ormas juga meminta Kevin menunjukkan kartu persnya sebagai legitimasi untuk meliput. “Saya belum punya kartu pers karena masih anggota baru, tapi saya punya surat tugas,” terangnya. Belum sempat menunjukkan surat tugasnya, ia kadung dipukuli.
Namun, ketiadaan kartu pers Kevin bukan menjadi alasan ia harus mendapat kekerasan fisik saat bertugas meliput. “Saya hanya meliput kejadian acara, tidak pro dalam tuntutan mahasiswa AMP,” tegasnya.
Kevin melangkah mundur sampai akhirnya ia berhasil ditarik keluar oleh polisi dari gerombolan pengeroyok. Kevin mengaku ada satu hal yang menjadi keganjilannya, “Anehnya, saya nggak dibawa ke pos (Polisi, red). Saya malah digabungkan bersama barisan AMP.”
Kevin mendapat pukulan di kening bagian kanan, pipi kiri, rahang kanan, dada, tempurung, dan lecet di bagian telinga. Fitron, salah satu teman Kevin dari LPM Siar juga tak luput dari kekerasan fisik ormas itu saat berusaha melindungi Kevin. Fitron kena pukulan di bagian punggung.
Reporter : Firda Cynthia |Editor : Taufiq Hidayatullah