Kualitas Mahasiswa Membaik, Fasilitas Akademik Minim
Menjadi PTN di Tahun 2014 membuat UPNVJ diminati oleh para calon mahasiswa. Berkebalikan dengan hal tersebut, fasilitas akademik dinilai belum mampu mengakomodasi mahasiswa.
Menyandang status sebagai PTN membuat antusiasme masyarakat untuk melanjutkan studi di UPNVJ meningkat tiap tahunnya. Sebanyak 2.855 mahasiswa terdaftar sebagai mahasiswa baru di UPNVJ yang tersebar ke tujuh fakultas di tahun 2018. Jumlah tersebut meningkat sebanyak 275 mahasiswa dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 2.580.
Bersaing dengan PTN lain di Indonesia dalam Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), di tahun 2018 UPNVJ berhasil menduduki peringkat sepuluh dalam rumpun ilmu sains dan teknologi (Saintek), bersanding dengan universitas bergengsi lain di Indonesia. Tak kalah dari rumpun ilmu Saintek, rumpun ilmu sosial dan humaniora (Soshum) mendapat peringkat sembilan pada seleksi nasional yang sama pada tahun 2016.
Peringkat ini menjadi sebuah indikator peningkatan kualitas dari segi akademik mahasiswa baru yang diterima melalui seleksi nasional tersebut.
Kendati demikian, kenaikan peringkat ini tak sepenuhnya dibarengi oleh peningkatan pengadaan fasilitas sarana dan prasarana akademik guna menunjang mahasiswa. Salah satu permasalahan utama yang terjadi adalah kurangnya gedung perkuliahan yang memadai dalam proses belajar mengajar.
Wakil dekan (Wadek) I Fakultas Hukum (FH), Muhammad Ali Zaidan menjelaskan bahwa jumlah mahasiswa baru senantiasa meningkat tiap tahunnya. “Untuk FH, kita menerima 350 mahasiswa baru. Dari segi gedung perkuliahan tentu ada kendalanya. Tapi kita berupaya terus untuk menanggulangi hal tersebut,” tuturnya kepada ASPIRASI, Senin (23/7).
Lebih lanjut, Ali menjelaskan salah satu upaya yang sedang dilakukan guna mengatasi hal tersebut adalah dengan perpindahan gedung guna mencukupi kebutuhan ruang perkuliahan. Tak hanya itu, perpanjangan jam kuliah juga dilakukan agar dapat mengakomodir seluruh mahasiswa FH dalam proses belajar mengajar.
“Mau tak mau, kita harus memperpanjang jam kuliah. Kalau biasanya kita selesai jam empat sesuai dengan berakhirnya jam kerja, kini bisa kita perpanjang sampai jam lima atau lebih dari itu agar mampu mengakomodir seluruh mahasiswa,” jelasnya.
Permasalahan serupa juga dirasakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Dekan FEB, Prasetyo Hadi menyatakan bahwa upaya seperti perpanjangan jam kuliah menjadi solusi yang paling memungkinkan untuk dilakukan. Perpanjangan jam kuliah ini dilakukan agar mahasiswa dapat menjalani perkuliahan selama satu semester sesuai jadwal yang disediakan.
Hadi mengatakan bahwa hal ini dipengaruhi oleh status universitas yang masih bersifat satuan kerja dibawah Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sehingga membuat perbaikan sarana dan prasarana terhambat.
Hadi mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan mendasar dalam hal pengelolaan dana ketika menjadi PTN dibandingkan PTS.
“Untuk segala alokasi perbaikan sarana dan prasarana, jalur birokrasi untuk mendapatkannya ketika kita berstatus negeri cenderung rumit. Jadi untuk perbaikan sarana dan prasana cenderung lambat,”tutur pria berkacamata tersebut.
Faktor lain yang juga menghambat perbaikan sarana dan prasarana menurut Hadi ialah status tanah UPNVJ yang masih merupakan aset Kementerian Pertahanan. Ia menjelaskan bahwa segala perubahan bentuk dan pembangunan gedung tidak diperbolehkan. “Kalau mau dilakukan perbaikan hanya terbatas pada perbaikan-perbaikan kecil,” lanjutnya.
Menjawab permasalahan tersebut, Wakil Rektor (Warek) I Moeljadi menuturkan bahwa manajemen ruang diserahkan kepada pihak rektorat untuk dilakukan optimalisasi penggunaan ruang kelas. Hal ini agar gedung perkuliahan tak bersifat fakultas sentris.
“Sistem ini bernama sharing resouces, jadi kalau ada fakultas yang bermasalah dalam pengadaan ruang perkuliahan itu bisa memakai gedung fakultas lain,” terangnya.
Di lain pihak, Wadek I Fakultas Kedokteran, Ria Maria Theresa mengatakan bahwa kebutuhan fasilitas berupa rumah sakit pendidikan untuk proses belajar mengajar belum terealisasikan. Implementasi atas ilmu yang didapatkan oleh mahasiswa di perkuliahan belum secara maksimal dilakukan karena tidak adanya rumah sakit pendidikan.
Tak hanya itu, fasilitas laboratorium dinilai belum mampu mengakomodir mahasiswa. Lebih lanjut, Ria menjelaskan laboratorium seperti biokimia dan patologi klinik memiliki banyak kekurangan dari segi kelengkapan instrumen praktikum.
”Seperti embler dan mikroskop banyak yang rusak. Bangku pun begitu. Tapi sudah kita masukkan ke dalam anggaran, mudah-mudahan terealisasi pada tahun 2019,” ucap wanita yang bergabung dalam Organisasi Alzheimer Indonesia (OAI).
Inovasi dalam proses belajar mengajar
Ali menjelaskan untuk mengatasi kurangnya ruangan dalam proses belajar mengajar, FH tengah mengembangkan sebuah sistem bernama mass classroom. Nantinya sistem mass classroom ini akan memakai teknologi teleconference atau penginderaan kuliah jarak jauh. Mahasiswa dan dosen pun tak perlu melakukan tatap muka dalam kelas untuk melakukan kegiatan belajar mengajar.
“Saat ini ruangan sudah kita siapkan. Untuk sementara sistem mass classroom ini hanya tersedia untuk mata kuliah Agama dan Pancasila,” jelas Ali.
Melalui sistem ini, nantinya dosen akan menjelaskan materi yang sedang dipelajari kemudian direkam dan disiarkan ke dalam kelas. Dengan bantuan teleconference, seorang dosen dapat mengajar ke beberapa kelas sekaligus. “Bisa saja tujuh kelas bersama sekaligus, menghemat ruangan dan waktu,” sambungnya.
Di lain pihak, FEB saat ini sedang mengembangkan portal e-learning. Portal ini nantinya akan digunakan untuk menyediakan bahan perkuliahan mahasiswa meliputi modul dan jurnal yang berkaitan dengan mata kuliah yang ditempuh. Hal ini merupakan sebuah upaya guna memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
“Mahasiswa tinggal langsung download untuk persiapan sebelum perkuliahan sehingga dosen hanya bersifat fasilitator,” ujar pria yang aktif di organisasi Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ini.
Selain itu FEB sedang mengembangkan proses belajar mengajar lainnya melalui tim teaching. Melalui sistem ini, beberapa dosen yang ahli dalam bidangnya akan dikumpulkan menjadi satu dalam sebuah tim untuk mengajar mata kuliah tertentu. “Tim ini lah yang akan menggodok sistem pembelajaran, penugasan dan materi diskusi yang nantinya akan diberikan kepada mahasiswa,” jelasnya.
Peningkatan Kualitas Pengajar dan Mahasiswa
Peningkatan kualitas dosen tengah dipacu guna mengakomodir seluruh mahasiswa. Hadi menjelaskan ada beberapa hal yang dilakukan guna pengembangan kualitas dosen, diantaranya dengan menekankan dosen untuk melakukan tridarma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengembangan.
“Kita juga akan berikan sertifikasi bagi dosen di bidang yang mereka dalami agar semakin professional di bidangnya masing-masing,” ungkap pria yang lahir dibulan Agustus itu.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa proses sertifikasi ini merupakan hasil kerja sama dengan pihak eksternal berupa perusahaan profesional yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan sertifikasi tersebut. Tak hanya sertifikasi untuk staff pengajar, Hadi menuturkan bahwa FEB juga memfokuskan dalam aspek sertikasi keahlian untuk mahasiswa seperti sertifikasi Brevet, Syahrir dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
Senada dengan Hadi, Moeljadi mengaku setuju terkait pentingnya sertifikasi profesional bagi dosen. Moeljadi mengungkapkan hal lain yang harus menjadi prioritas utama oleh universitas yaitu dalam aspek kurikulum belajar dan mengajar. Menurutnya kurikulum harus diubah dan diselaraskan guna menghadapi revolusi industri 4.0 yang berorientasi pada pengembangan IPTEK.
“Memasuki era revolusi industri 4.0, baik kurikulum dan staff pengajar memerlukan penekanan dalam hal pembelajaran multimedia seiring meningkatnya IPTEK agar kita tak kalah saing dengan dunia internasional,” jelasnya pada kegiatan PKKMB 2018.
Selain sertifikasi, Hadi menjelaskan FEB tengah merintis kerja sama dengan luar negeri lewat program pertukaran mahasiswa maupun program short course. Tak hanya sebatas mahasiswa, namun juga pertukaran dosen guna memperluas jaringan universitas dengan internasional.
“Saat ini kita sedang membuat LoA dengan Universitas di Malaysia untuk program exchange ini. Dan selanjutnya kita juga sedang menyiapkan borang kerja sama dengan salah satu universitas di Adelaide, Australia untuk program yang sama,” tuturnya.
Akreditasi dan faktor penunjangnya
Akreditasi merupakan sebuah bentuk pengakuan pemerintah terhadap suatu lembaga pendidikan. Moeljadi menuturkan bahwa UPNVJ masih lemah dalam hal penyiapan akreditasi. “Tiga hal yang menjadi kekurangan kita mempersiapkan akreditasi yaitu visi, pengisian borang, dan kualitas staff pengajar,” jelasnya sore itu.
Ia menilai bahwa visi dan misi dari UPNVJ belum mampu diserap oleh seluruh sivitas akademika. Hal ini membuat kurangnya implementasi visi dan misi dalam kegiatan belajar mengajar. Pengisian borang yang minim persiapan serta kualitas staff pengajar yang kurang dalam penelitian dan publikasi menjadi alasan selanjutnya UPNVJ sulit mencapai nilai akreditasi sangat baik.
Moeljadi menjelaskan perlu adanya reformasi birokrasi guna mengatasi segala permasalahan yang ada. Ia melanjutkan harus adanya perubahan budaya sebagai fondasi utama dalam pengembangan universitas kedepannya.
“Seharusnya pemantapan budaya ini dilakukan beberapa tahun yang lalu sebagai sifat yang harus diterapkan seluruh sivitas akademika. Jadi kita memiliki visi dan misi yang sama dalam bersikap. Budaya PIKIR adalah jawabannya,” terangnya kepada ASPIRASI.
Tak hanya itu, ia mengungkapkan partisipasi mahasiswa dalam aspek akreditasi juga harus dipacu guna mendukung tercapainya nilai sangat baik untuk institusi. “Salah satu untuk mendukung hal tersebut terjadi adalah mengoptimalkan program kreativitas mahasiswa,” tutupnya.
Reporter : Thalita Yuristiana, Yulia Srirezeki