Peran Sastra Siber Dalam Dunia Bahasa
Dalam upaya melestarikan bahasa di Indonesia, sastra siber hadir sebagai wadah baru untuk mengkomunikasikan karya sastra ke seluruh pembaca melalui dunia maya.
Aspirasionline.com – Setiap tahun bahasa daerah dan sastra terancam punah. Pada 21 Februari 2009, UNESCO merilis, sekitar 2500 bahasa di dunia ternasuk lebih dari 100 bahasa daerah di Indonesia terancam punah. Data dari UNESCO melaporkan sebanyak 200 bahasa telah punah dan dalam tiga puluh tahun terakhir sekitar 607 bahasa dikategorikan tidak aman.
Ini lah yang menyebabkan perlu adanya perlindungan terhadap bahasa dan sastra daerah agar bahasa daerah tetap lestari. Hal senada juga terjadi pada karya sastra, biasanya karya sastra hanya dipublikasikan melalui media cetak seperti buku atau koran. Namun kini karya sastra dapat dipublikasikan lewat dunia maya atau siber, yang dinamakan “Sastra Siber”.
Kepala Bidang Perlindungan Bahasa , Ganjar Harimansyah mengatakan bahwa kepunahan Bahasa daerah disebabkan oleh tidak adanya lagi penerus dari penutur bahasa daerah tersebut, tidak adanya sistem aksara, dan sikap penutur yang kurang peduli terhadap bahasa dan sastra daerahnya.
Data dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menunjukkan bahwa hingga Oktober 2017 menunjukkan bahwa dari 2542 bahasa daerah terdapat 652 bahasa daerah yang telah diidentifikasi dan divalidasi. Namun hanya 71 bahasa yang telah dipetakan vitalitasasinya dan sembilan belas bahasa terancam punah serta sebelas bahasa telah punah.
Terdapat lima garis besar dalam perlindungan bahasa dan sastra yaitu pertama, pemetaan bahasa dan sastra yaitu pendokumentasian hasil verifikasi dan validasi peta bahasa dan sastra. Kedua, kajian vitalitas yaitu pengkajian daya hidup suatu bahasa dan sastra untuk menentukan status sebuah bahasa dan sastra berdasarkan kategorinya. Ketiga, yaitu melakukan konservasi dengan penyusunan sistem fonologi, morfologi, sintaksis dan sistem aksara/ortografis, serta konservasi sastra lisan, sastra cetak, dan manuskrip.
Perlindungan bahasa sangat dibutuhkan sebagai upaya menjaga dan memelihara kelestarian bahasa dan sastra. Hal ini dapat dilakukan melalui penelitian, pengembangan, pembinaan, dan pengajaran. Setelah dilakukan lima langkah awal perlindungan bahasa dan sastra tersebut, selanjutnya terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan bahasa daerah.
Cara yang dapat dilakukan yakni dengan membangun komunitas pendukung bahasa asli daerah tersebut di daerahnya secara eksklusif melalui pengajaran klasikal dan kegiatan seni. Memasukkan materi bahasa daerah ke dalam mata ajar muatan lokal.
Mengeluarkan aturan mengenai bahasa daerah oleh pemerintah daerah setempat. Serta mendorong para orang tua untuk mengajarkan bahasa daerah asli mereka kepada anak-anaknya dari rentan usia Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sastra Siber
Medy Loekito selaku salah satu pendiri Yayasan Multimedia mengungkapkan bahwa Sastra Siber merupakan satu bentuk perlindungan bahasa dan sastra dengan terus melestarikan Bahasa Indonesia dengan berkarya dibidang sastra. Sastra Siber hadir di era awal 2000-an sebagai wadah bagi para sastrawan maupun masyarakat umum untuk mempublikasikan karya sastranya.
“Jadi, untuk mempiblikasikannya bisa melalui Facebook, Twitter, dan Instagram “, ujar Medy. Medy melanjutkan bahwa dalam penulisan sastra harus didasari dengan ilmu, terutama dalam menulis puisi lebih diutamakan perasaan dan keindahan.
Sastra Siber sendiri juga memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Kelebihan dari sastra siber ini salah adalah ruang yang tidak terbatas. Melalui sastra siber masyarakat dapat mempublikasikan karyanya kapanpun dan sebanyak apapun tanpa ada batasan pengiriman karya.
Tidak seperti sastra koran yang biasanya hanya dipublikasikan seminggu sekali yaitu hari Minggu. Dalam mempublikasian karya sastra siber juga tidak terbelenggu oleh redaktur atau editor.
“Kalau selama ini, kita mengirim puisi harus diseleksi dulu oleh redaktur atau editor, kalau mereka tidak suka ya tidak masuk. Nah di sastra siber tidak ada redaktur atau editor, kita membuat sendiri dan mempublikasikannya sendiri,” ujar wanita kelahiran 1962 ini.
Selain itu, sastra siber juga berfungsi sebagai arsip dan sumber data karena ruang yang tidak terbatas dan tanpa batasan waktu. Sastra siber juga berfungsi sebagai media pembelajaran sastra untuk anak-anak.
Medy anak-anak lebih mudah belajar dengan gambar dibanding hanya dengan tulisan saja. Maka, saat mempublikasian karya sastra bisa disertakan dengan gambar selama gambar tersebut tidak merusak makna dari karya tersebut.
Namun, salah satu kekurangan yang terdapat pada sastra siber adalah mudah terjadinya plagiarisme. Medy menyatakan bahwa penjiplakan pada karya sastra siber bukan suatu hal yang bisa diatur dan hanya bergantung pada etika orang tersebut. Sampai saat ini, belum ada regulasi yang melindungi karya sastra siber.
“Waktu tahun 2015 Jokowi mengeluarkan undang-undang Badan Cyber Nasional atau undang-undang IT yang baru, semua ada disitu, tapi menurut saya selama ini yang dilindungi hanya kata-kata bukan karya,” ujar penulis puisi Kenangan Akan Zubaidah ini.
Medy juga berpendapat bahwa perhatian masyarakat terhadap sastra masih sangat rendah. Kebanyakan orang masih menganggap sastra sebagai hal yang membosankan dan hal tersebut harus diatasi.
Jika zaman dulu, pada umumnya anak-anak dipaksa membaca karya sastra saat di sekolah. Namun kini dengan sastra siber, masyarakat dapat dengan mudah membuka sendiri karya sastra yang ingin mereka baca. Maka hal tersebut dinilai dapat melestarikan Bahasa dan sastra dikalangan masyarakat.
Penulis : Syahida Mg. |Editor : Hasna Dyas Mayastika