Perbedaan Membuat Setiap Anak Spesial

Resensi

Judul: Taare Zameen Par (Like Stars on Earth)

Rilis: 21 Desember 2007

Genre: Drama

Pemeran: Darsheel Safary, Aamir Khan, Tisca Chopra, Vipin Sharma, dkk

Aspirasionline.com – Setiap anak mempunyai keterampilannya masing-masing, kemampuan juga impian. Namun apa jadinya bila akademik dijadikan tolak ukur utama dalam menentukan keberhasilan seseorang?

Film ini menceritakan kehidupan seorang anak berumur sembilan tahun bernama Ishaan Nandkishore Awasthi yang mengidap disleksia. Disleksia merupakan gangguan pada otak sehingga membuat seseorang kesulitan membaca maupun menulis, terkadang mereka juga mengalami kesulitan dalam mengikuti perintah dan lemah dalam refleks.

Kehidupan sekolah yang menuntut untuk memahami setiap pelajaran terlihat begitu meresahkan bagi Ishaan, namun dia selalu berkata tidak takut. Kalimat yang tertulis seolah menari-nari di hadapannya dan dia kerap berimajinasi sendiri.

Seperti halnya huruf ‘b’ yang dia tuliskan menjadi ‘d’ serta serangkaian lainnya. Ironisnya, kedua orangtua Ishaan tidak menyadari kejanggalan yang terjadi pada diri anak bungsunya itu.

Mereka beranggapan kalau Ishaan adalah anak yang malas dan tidak mau belajar, tanpa mau mengerti apa yang terjadi. Di samping itu, kakak Ishaan, Yohan sangat berprestasi dalam bidang akademik dan olahraga tenis.

Lebih Memahami Orang Lain

Setelah dipindahkan ke asrama, Ishaan bertemu dengan seorang guru kesenian bernama Ram Shankar Nikumbh yang juga mengidap disleksia. Melihat Ishaan yang sering termenung, Ram berusaha agar Ishaan tidak lagi berpikiran buruk tentang dirinya dengan menceritakan berbagai tokoh hebat yang juga mengalami hal serupa, seperti Albert Einstein dan Thomas Edison. Ram membantu Ishaan memahami pelajaran dengan cara yang lebih interaktif.

Bakat melukis Ishaan yang sempat pudar kini muncul kembali setelah di akhir cerita Ram mengadakan kontes melukis. Dengan lukisan yang penuh imajinasi, Ishaan memenangkan perlombaan tersebut, mengalahkan peserta dari berbagai kalangan di asramanya. Sebagai hadiah, lukisannya dijadikan sampul buku tahunan sekolah.

Memahami seseorang merupakan seni tersendiri. Ram memahami apa yang dirasakan Ihsaan karena dia pernah merasakan hal yang sama. Dialog pada film ini sempat menyinggung tentang pulau Salomon.

Di pulau tersebut terdapat tradisi meneriakkan pohon sambil mengitarinya beramai-ramai. Selang beberapa waktu, pohon itu akan tumbang dengan sendirinya. Dikaitkan dengan sikap orang tua maupun guru yang membedakan anak saat melakukan kesalahan, menyerukan stigma seperti bodoh, nakal, dan sebagainya, dapat ‘membunuh’ jiwa anak secara perlahan.

Film ini memberikan pencerahan agar kita melihat sisi positif dalam perilaku anak difabel dan memotivasi untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki setiap anak. Hal tersebut diikarenakan “Setiap anak berbeda. Cepat atau lambat mereka akan belajar dengan langkahnya sendiri.”

Penulis : Jova Mg.  |Editor : Ida Sapriani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *