Fungsi Pengawasan dan Sistem Manajemen K3

Nasional

Dalam setiap industri penting untuk memperhatikan sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan baik dan menlakukan pengawasan secara ketat, guna meminimalsir kecelakaan kerja.

Aspirasionline.com – Tragedi ambruknya crane pengangkut beton proyek Double Double Track (DDT) di Jalan Matraman Raya, Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (4/2/2018) pagi, menambah daftar kecelakaan kerja pada proyek-proyek konstruksi. Di tahun 2018 setidaknya telah terjadi empat kecelakaan kerja yang terjadi dalam berbagai proyek infrastruktur.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu sistem manajemen yang terintegrasi. Terdapat tiga elemen didalamnya yakni agent yang merupakan alat kerja yang berbahaya, kemudian terdapat host yang berarti pekerjanya sendiri, dan environtment yakni lingkungan kerja.

K3 saling keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan serta menghasilkan masing–masing outcome. Outcome dari K3 mencegah terjadinya penyakit serta mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja. “Seperti yang terjadi di Jatinegara lalu, jatuhnya crane di Jatinegara itu terletak pada keselamatan kerjanya,” ujar Fandita, dosen S1 Kesehatan Masyarakat (Kesmas), ketika ditemui pada Kamis, (8/2).

Menurut Azizah Musliha yang juga dosen S1 Kesmas dan kala itu duduk bersebelahan dengan Fandita mengatakan bahwa Indonesia sudah menggunakan standar nasional K3 yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.50 tahun 2012 yang mengacu pada standar internasional Occupational Health and Safety Assessment Series (OHSAS) 18001.

“Sebenarnya masing–masing perusahaan juga memiliki spesifikasi K3 tersendiri sesuai dengan bidangnya,” ujar wanita kelahiran 1990 tersebut. Ada pula beberapa organisasi yang menaungi K3 di Indonesia diantaranya Asosiasi Lembaga Pelatiahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (APLK3), Dewan K3 Nasional (DK3N), Asosiasi Ahli K3 Konstruksi (A2K4) dan lain sebagainya.

Fandita dan Azizah berpendapat terdapat tiga faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja. Faktor pertama adalah faktor instalasi dan perlengkapan, terjadi pada alat kerja yang tidak memenuhi standar atau sudah mengalami pengaratan diberbagai sisinya.

Faktor kedua adalah kelalaian operator atau orang yang mengoperasikan alat kerja. Terakhir faktor ketiga adalah kurang intensnya pengawasan terhadap sistem manajemen dari pihak pimpinan. “Bahkan untuk mengoperaikan crane itu harus mempunyai SIM-nya,” jelas Azizah

Azizah menambahkan, pihak yang harus bertanggung jawab bila terjadi kecelakaan kerja adalah perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan tersebut harus menanggung biaya rumah sakit dan memberikan sejumlah santunan kepada keluarga korban. “Biasanya tangunggan-nya sesuai dengan BPJS Ketenagakerjaan,” ujar wanita kelahiran 1990 tersebut.

Kembali Fandita mengatakan bahwa K3 harus dijadikan sebagai kebutuhan bukan keharusan. Ia menegaskan dengan adanya sistem manajemen yang tepat dan setiap pekerja harus sadar bahwa bekerja dengan sehat dan selamat adalah hak seluruh rakyat karena sudah dijamin dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 2.

Terakhir, Azizah mengatakan bahwa fungsi pengawasan harus jauh ditingkatkan, “Apabila fungsi pengawasan dari pihak manajemen baik maka keseluruhan elemen – elemen didalamnya dapat berjalan dengan baik,” tutupnya.

Reporter : Yulia Mg. |Editor : Maharani Putri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *