Kontroversi Pesan Dekanat Kepada Maba FT
Pesan yang disampaikan wadek III fakultas teknik kepada mahasiswa baru 2017 menuai ragam pendapat, mulai dari pembatasan berorganisasi, pemutusan regenerasi, hingga pelanggaran UUD 1945.
Aspirasionline.com – Dalam rangkaian kegiatan Pelaksanaan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) di UPN Veteran Jakarta (UPNVJ) yang diadakan pada 14 hingga 16 Agustus lalu, muncul satu aturan dari Wakil Dekan III (Wadek III) bidang Kemahasiswaan Fakultas Teknik (FT) kepada Mahasiswa Baru (Maba) FT angkatan 2017. Melalui pesan dalam group WhatsApp, maba diberitahukan untuk mengikuti kegatan yang bersifat akademik saja selama empat semester pertama, dengan alasan untuk mengoptimalkan prestasi akademiknya termasuk ikut dalam program kegiatan mahasiswa (PKM), Program Hibah Bina Desa (PHBD), lomba-lomba ilmiah dan Unit kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berbau olahraga atau seni disamping kegiatan kuliah atau praktikum.
“Setelah semester lima kalian (Red : mahasiswa baru) boleh menjadi pengurus organisasi kemahasiswaan. Siapa saja yang melanggar peraturan akan mendapat sanksi berupa skorsing atau dikeluarkan,” demikian pesan itu tertulis.
Terkait hal tersebut, sekretaris himpunan mahasiswa teknik mesin, Rafa Muhammad Bazar, menambahkan bahwa peraturan tersebut baru diketahuinya. Lanjutnya, angkatan 2016 tidak boleh ikut Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) atau Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ketika masih semester tiga. “Lalu angkatan 2017 boleh masuk HMJ pas semester lima dan itu sudah ada peraturannya, dibikin surat keterangan di atas materai,” ujarnya pada Senin, (4/9).
Salah satu mahasiswa teknik mesin 2017, Fikri Hanif Albari juga menyatakan pendapatnya. Ia menilai bahwa hal tersebut adalah pembatasan berorganisasi. “Mungkin mereka berpikir kalau yang mereka lakukan adalah benar karena mereka ingin mahasiswa ini fokus belajar, tapi caranya salah. Pembatasan yang dilakukan sudah jelas-jelas melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tentang berkumpul, berorganisasi dan berpendapat. Kami pun menyesalkan pembatasan yang mereka lakukan, karena kami merasa sangat dibatasi,” ujar Fikri, yang juga merupakan ketua mahasiswa teknik mesin angkatan 2017 pada Selasa, (5/9).
Senada dengan Fikri, Vincentius Glenaudi, mahasiswa teknik mesin 2016 juga menegaskan ketidaksetujuannya. “Kurang setuju, karena memang undang-undang nggak ada pernyataan seperti itu, mulai dari undang-undang Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) atau undang rektorat pun semester tiga itu menjadi kepengurusan bukan sebagai anggota, maka dari itu gue pribadi tidak setuju,” katanya pada Senin, (4/9). Peraturan tersebut mengindikasikan adanya pemutusan regenerasi, karena pihak fakultas seperti memandang sebelah mata himpunan, demikian Vincentius menilai.
Untuk itu, Wadek III, Muhammad Galbi angkat bicara. Baginya, kebebasan beorganisasi pada tempatnya, bukan kebebasan berorganisasi tanpa batas kalau ada peraturan yang membatasinya. “Ikuti peraturan yang membatasinya, yang kedua disesuaikan, kalau himpunan itu menurut saya untuk keilmuan ya keilmuan saja, jangan yang lain. Kalau mereka ingin riset sampai tengah malam saya kasih, saya yang bertanggung jawab dengan rektor, tapi yang penting untuk kepentingan keilmuan,” ujarnya pada Rabu, (6/9) di ruangannya.
Reporter : Ardhi Ridwansyah |Editor : Tri Ditrarini Saraswati