Green Accounting Dalam Perspektif Ekonomi
Green accounting atau akuntansi lingkungan menjadi salah satu bentuk dan cara pertanggungjawaban perusahaan terhadap stakeholder.
Aspirasionline.com – Teori legitimasi merupakan kontrak sosial dan berfokus kepada interaksi perusahaan dengan stakeholder atau pemangku kepentingan, salah satunya yaitu masyarakat. Orientasi perusahaan adalah mencari keuntungan, bertanggung jawab kepada sosial, dan kepada lingkungan. Berdasarkan orientasi tersebut, muncullah green accounting atau akuntansi lingkungan yang berfungsi untuk menghitung biaya dan manfaat dari pertanggungjawaban perusahaan.
Menurut Ni Putu Eka Widiastuti, selaku Kepala Jurusan Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ), alasan dari munculnya akuntansi lingkungan adalah kondisi alam yang dianggap mengalami kerusakan. Ia kemudian mengungkapkan bahwa salah satu penyebabnya adalah banyaknya industri-industri yang menjadikan alam semakin memburuk. “Kalau bukan kita sebagai manusia yang bertanggung jawab, siapa lagi?” ungkapnya saat ditemui di ruangannya pada Kamis (6/4).
Putu juga mengungkapkan bahwa akuntansi lingkungan perlu dijalani oleh entitas atau satu kegiatan usaha, yang salah satunya adalah korporasi, yaitu badan usaha yang sah dan berbadan hukum. Mengacu pada peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), setiap korporasi wajib menjalankan Corporate Social Resposibility (CSR), perhitungan-perhitungan yang muncul kemudian dimasukkan kedalam akuntansi lingkungan. “Antara CSR dan Green Accounting itu satu teori, tapi CSR itu kegiatannya, sedangkan perhitungan biaya dan manfaatnya ada dalam akuntansi lingkungan,” tutur Putu.
Ia kemudian melanjutkan kalau green accounting telah ada, semenjak diterapkannya CSR oleh BAPEPAM. Namun, peraturan yang mengatur khusus mengenai green accounting baru ada di International Financial Reporting Standars (IFRS), sedangkan di Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) belum mengatur secara rinci dan tegas mengenai green accounting. Putu juga menambahkan bahwa yang terdapat di PSAK hanya membahas mengenai agriculture. “Ada PSAK 64 itu tentang aktivitas eksplorasi dan evaluasi pada pertambangan sumber daya mineral. Tapi itu bukan akuntansi lingkungan,” ungkapnya.
Kemudian ia menjelaskan salah satu contoh dari perhitungan akuntansi lingkungan adalah ketika perusahaan membuang limbah, perusahaan tersebut menghitung dampak yang ditimbulkan akibat limbah tersebut. “Perusahaan mengolah limbah, diberikan obat untuk penetralisir kandungan racun akibat limbah, kemudian disaring, diuji lab, dan sebagainya,” jelasnya.
Ia menambahkan kalau green accounting ini membawa dampak positif karena berisikan perhitungan dari dampak usaha terhadap lingkungan sehingga telah dimimalisir kerusakan kondisi lingkungannya. “Baik manusia, tumbuhan, hewan, air serta tanahnya itu terkena dampak positif dari melakukan green accounting itu, karena semuanya itu serba diperhitungkan,” kata Putu.
Terakhir, setelah menjelaskan mengenai regulasi, cara perhitungan, serta dampak yang ditimbulkan, Putu juga mengungkapkan kalau pada jurusan S1 akuntansi di UPNVJ sendiri juga mempelajari mengenai green accounting. “Green accounting dipelajari dimata kuliah teori akuntansi, terkait teori legitimasi dan di seminar akuntansi,” tutup Putu.
Reporter : Ida Mg. |Editor : Sandy