Betawi Tulen yang Menumbuhkan Ekonomi dengan Lingkungan
Menjadi orang yang berpengaruh di sektor lingkungan, bagi Babeh Idin tidak hanya sekadar menumbuhkan tanaman, tetapi juga ekonomi masyarakat.
Aspirasionline.com – Chaerudin, yang kerap disapa dengan Babeh Idin adalah seorang Betawi Tulen yang terkenal dengan kecintaannya terhadap lingkungan. Tak hanya dengan menanam pohon dan mengangkut sampah, ia juga menyulap barang-barang yang kiranya sudah tak bernilai itu menjadi suatu barang yang mempunyai nilai jual.
Bagi Babeh Idin, hal yang dilakukannya selama kurang lebih 30 tahun lamanya merupakan sebuah pekerjaan. Menurutnya pekerjaan tak selalu tempat di mana orang-orang berseragam rapih, memakai jas dan sepatu. “Setiap hari 20 truk sampah saya angkut, saya olah disini. Jadi, saya bukan aktivis disini, saya kerja,” ujarnya kepada ASPIRASI saat ditemui pada Selasa (11/4) lalu.
Sampah yang didapat hingga 20 truk setiap harinya merupakan sampah yang berada di daerah Blok M, Pondok Indah, proyek MRT dan juga sampah yang berasal dari wilayah sekitaran Sangga Buana. Pekerjaan yang sudah dilakoni 30 tahun lamanya ini, tentu sangat dihargai di mata masyarakat, karena itu Babeh memiliki banyak penghargaan yang didapatnya. “Saya gak pernah hitung penghargaan yang saya dapat, tapi kalau dihargain, ya iya, itu pasti,” jelasnya.
Babeh Idin mengakui bahwa mulanya ia kesal terhadap orang-orang yang hanya berbicara tanpa siap bertindak. Karena itu, Babeh Idin yang juga merupakan seorang muslim dan percaya kebersihan sebagian dari iman, menjadi pelaku yang siap bertindak untuk menghidupi kembali lingkungannya. Ia juga percaya bahwa alam ini bukanlah warisan nenek moyang, tetapi titipan dari anak-cucu kita.
Menurut Babeh Idin, lingkungan hidup adalah mata rantai kehidupan. Lingkungan hidup bukan tentang bagaimana menumbuhkan pohon, tetapi juga bagaimana menumbuhkan ekonominya. Karena itu, ia amat menekankan bahwa lingkungan hidup tak hanya sekadar menanam pohon atau mengangkut sampah. “Saya punya istilah kalau kalinya bening, hutannya hijau, orangnya susah, dajjal namanya,” ungkapnya.
Karena itu, Babeh mencari cara bagaimana sampah-sampah yang ia kumpulkan menjadi bernilai dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Seperti yang sudah ia buat, sehingga sampah yang dikumpulkannya menjadi stadion bola, peternakan kambing, dan lainnya.
Dengan dukungan keluarga pula, Babeh Idin mampu menyekolahkan anaknya hingga ke Jepang, bahkan anak bungsunya yang kini berusia 12 tahun telah menjadi kiper bola Chelsea, meskipun dirinya sendiri dulunya hanya bersekolah hingga kelas empat Sekolah Dasar.
Salah seorang teman Babeh Idin yang sungkan disebut namanya ini mengatakan bahwa Babeh Idin adalah seorang Entrepreneur Social, yaitu pengusaha yang mengabdi di kehidupan sosial. “Dia (Babeh Idin, red) nyari sampah karena dia butuh duit. Dia seneng gak sama duit? Ya, seneng. Tapi bukan buat dia, buat dikembaliin lagi ke masyarakat supaya lebih sejahtera,” jelas pria yang merupakan ahli di bidang pemberdayagunaan anak-anak tersebut.
Sebagai Entrepreneur Social, cara Babeh Idin mensejahterahkan masyarakat tidak dengan membagi-bagikan uang, tetapi memberdayakan masyakarakat dengan memberikan sebuah fasilitas kepada masyarakat untuk berkarya.
Ia juga mengatakan bahwa Babeh Idin adalah seorang juara dengan membaktikan dirinya kepada lingkungan, dengan membimbing anak-anak yang tidak mampu, brandal dan semacamnya. Itulah kemenangan bagi Babeh Idin. “Menangnya babeh itu bukan menghancurkan yang ada tapi menumbuhkan yang gak ada menjadi ada. Bukan pohon yang tumbuh, tapi manusia, masyarakat,” tutup pria berkacamata tersebut.
Reporter : Maharani Mg. |Editor : Deden AQ