Disharmoni Prosedur Pengambilan Skripsi

Berita UPN Kabar Kampus

Skripsi merupakan tahapan akhir mahasiswa dalam perjuangannya diperkuliahan. Namun, bagaimana jika terdapat perbedaan prosedur dalam satu atap?

Aspirasionline.com – Standarisasi mengenai aturan skripsi pada hakekatnya bukanlah sebuah peraturan yang rumit. Namun, terdapat perbedaan sistem yang diterapkan oleh ketiga program studi di Fakultas Teknik (FT) Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) mengenai prosedur pengambilan skripsi. Perbedaan tersebut terlihat dari pernyataan pejabat terkait mengenai jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) yang harus dipenuhi agar bisa menyusun skripsi.

Kepala program studi (Kaprogdi) Teknik Mesin M. Rusdy H. mengatakan bahwa SKS minimal yang harus ditempuh untuk menyusun skripsi adalah berjumlah ±130 SKS atau telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan (PKL). Sedangkan Kaprogdi Teknik Industri, M. As’adi mengatakan bahwa syarat untuk menyusun skripsi yaitu telah menempuh minimal 120 SKS atau selesai PKL.

Penuturan kedua Kaprogdi tersebut berbeda dengan penuturan Purwo Joko Suranto selaku Kaprogdi Teknik Perkapalan. “Mahasiswa diperbolehkan mengambil skripsi apabila telah menyelesaikan semua mata kuliah dan IPK harus diatas 2,5,” ujarnya saat ditemui oleh ASPIRASI, pada Jumat (16/9) di ruangannya.

Perbedaan lain yang juga terlihat seperti kebijakan PKL yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh skripsi. Rusdy mengatakan bahwa untuk melakukan PKL, maka SKS yang harus sudah ditempuh yaitu 120 SKS. “Kalau dibawah 120 SKS dia bisa mengambil PKL, tapi sambil mengikuti mata kuliah karena PKL itu tidak bisa kita rencanakan. Misalnya, pada saat libur yang bersangkutan tidak bisa,” ujar pria yang menyukai olahraga bulu tangkis ini. Lain halnya dengan Rusdy, As’adi mengatakan bahwa syarat untuk mengambil PKL yaitu minimal SKS yang sudah ditempuh adalah 100 SKS. Sedangkan Purwo tidak berkomentar untuk masalah ini. “PKL itu ada di semester berapa ya? Pokoknya sebelum proposal dia harus ada PKL. Silahkan dilihat, di bukunya ada,” jelas Purwo.

Terkait boleh atau tidaknya skripsi yang dilaksanakan bersamaan dengan proses perkuliahan, ketiga Kaprogdi ini juga memiliki perbedaan pendapat. “Skripsi itu ada di semester delapan. Kalau di kita semester delapan tidak ada mata kuliah, khusus skripsi saja,” ujar Purwo. Bertentangan dengan Purwo, Rusdy dan As’adi mengatakan bahwa penggarapan skripsi bisa dilakukan berbarengan dengan kuliah. “Skripsi itu kan bukan tugas akhir, jatuhnya semacam mata kuliah. Jadi tidak harus selesai semua mata kuliah. SKS sisanya sambil berjalan. Nggak berat karena mata kuliah yang major itu harus sudah diambil semua. Itu kebijakannya ada di pedoman akademik fakultas untuk lebih lengkapnya,” ujar As’adi.

Perbedaan tiga paham ini langsung ASPIRASI konfirmasi ke Wakil Dekan (Wadek) I Iswadi Nur pada Senin (19/9) lalu. Ia menanggapi hal tersebut dengan santai. “Nggak beda-beda, mungkin dia kurang me-review aturannya. Contohnya saja Al-Qur’an. Al-Qur’an itu kan cuma satu, tapi pandangan umatnya berbeda-beda kan. Seperti itu,” ujarnya sambil tertawa.

Mengenai aturan pengambilan skripsi yang sebenarnya, Iswadi mengatakan bahwa skripsi dapat diambil jika mahasiswa telah menyelesaikan PKL. Menurutnya, PKL baru dapat diambil jika mahasiswa telah menempuh minimal 120 SKS. Setelah itu, mahasiswa mulai menggarap skripsi di semester tujuh dan diselesaikan di semester delapan. Ia juga mengatakan bahwa semester delapan hanya dikhususkan untuk skripsi. Menurutnya, aturan mengenai skripsi ini sebenarnya diatur oleh universitas yang dipegang oleh Biro Administrasi dan Akademik (Biro AA) yang sekarang tergabung dengan Biro Kerjasama dan Kemahasiswaan (Biro Kermawa) menjadi Biro Akademik Kerjasama dan Pelayanan Kemahasiswaan (Biro AKPK).

Wadek I Fakultas Hukum (FH) M. Ali Zaidan pun turut mengamini hal tersebut. “Pada prinsipnya, aturan mengenai skripsi ditetapkan oleh Universitas. Panduan-panduannyanya relatif sama, karena produk-produk yang dikeluarkan harus seragam. Jangan sampai fakultas A berbeda, padahal kan satu universitas, satu payung,” tutur Ali, pada Selasa (20/9) lalu. Baru selanjutnya, aturan-aturan tersebut disesuaikan dengan masing-masing fakultas sesuai dengan kebutuhannya. Namun, saat dikonfirmasi hal tersebut kepada Biro AKPK, mereka pun mengelak dan mengatakan bahwa skripsi bukanlah bagian dari kebijakan mereka melainkan kebijakan dari fakultas masing-masing.

Menanggapi hal tersebut, Purwo pun turut berkomentar. “Jadi, universitas itu sudah menentukan. Ada buku panduannya, kemudian di-breakdown-lah oleh fakultas berdasarkan UPN ini. Tidak bisa kalau tidak ada (panduannya, red). Kita berpacu darimana? Asal-asalan kan nggak mungkin. Intinya sama. Tapi, kalau fakultas mau menambahkan silahkan saja, yang penting ketentuan dari UPN harus terpenuhi,” tutupnya.

Reporter : Aprilia Zul Pratiwiningrum
Editor : Haura Hafhizhah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *