Elit Politik Di Belakang Tragedi Malari

Resensi Sastra

Aspirasionline –
Judul : Massa Misterius Malari, Rusuh Politik Pertama Dalam Sejarah Orde Baru
Penulis : Widiarsi Agustina
Penyunting : Arif Zulkifli
Penerbit : Tempo Publishing
Tebal : iv + 120 hlm
Terbit : 2014
ISBN : 9786021410554

Sejarah mencatatkan peristiwa Malapetaka 15 Januari, atau yang akrab dengan akronim Malari, sebagai peristiwa kerusuhan pertama yang terjadi di era kepemimpinan Presiden Soeharto. Massa yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa itu turun ke jalanan–jalanan di Ibu Kota dan membakar ratusan mobil, motor, toko, kantor, dan pabrik. Tercatat ada 144 gedung, 807 mobil, dan 187 motor yang terbakar. Kerusuhan yang terjadi pada tahun 1974 ini juga menimbulkan korban jiwa yang berjumlah sebelas orang, serta 17 orang terluka berat, dan 120 orang terluka ringan.

Sebanyak 775 orang ditangkap, sebagian besar adalah mereka yang giat memprotes pemerintah, namun terdapat juga mereka yang tidak ada hubungannya dengan peristiwa Malari. Namun, dari 775 orang tersebut hanya tersisa tiga orang yang sampai ke persidangan. Sebagian besar dari mereka dibebaskan karena kurangnya bukti.

Media massa pun turut merasakan imbas dari Malari. Mereka dibredel dengan cara dicabut Surat Izin Cetak (SIC) dan Surat Izin Terbit (SIT)-nya. Kebanyakan media massa yang dibredel adalah media massa yang menampilkan foto–foto kerusuhan Malari pasca peristiwa tersebut. Tercatat, ada 13 media massa yang dibredel oleh pemerintah, dan dari ke-13 media massa tersebut hanya ada dua yang kembali terbit dengan nama yang berbeda.

Peristiwa Malari sendiri sebenarnya merupakan puncak dari demonstrasi yang sudah ada sejak tahun 1970. Pembangunan Mercusuar Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Rancangan Undang–Undang (RUU) Perkawinan, juga derasnya modal asing, terutama Jepang, digadang–gadang sebagai penyebab dari kerusuhan itu.

Puncaknya, saat Perdana Menteri (PM) Jepang Kakuei Tanaka datang berkunjung ke Indonesia, mahasiswa segera bersatu menyambut kedatangannya dengan demonstrasi. Sayang, momen ini ternyata dimanfaatkan sejumlah pihak demi kepentingannya.

Kedatangan PM Jepang hanyalah sebuah topeng untuk menutupi kebenaran dibalik peristiwa Malari. Jika selama ini sejarah menyuguhkan cerita bahwa mahasiswa-lah yang menjadi dalang dibalik kerusuhan Malari, maka melalui buku ini, Tempo mematahkan cerita tersebut dengan fakta-fakta yang ada.

Peristiwa Malari bukanlah kerusuhan yang terjadi begitu saja, namun sudah direncanakan jauh–jauh hari oleh para elite militer dengan berbagai intrik politik di dalamnya untuk menjatuhkan satu sama lain. Singkatnya, peristiwa Malari merupakan alat pertarungan antara Jenderal Soemitro yang kala itu menjabat sebagai Asisten Pribadi Presiden dengan Ali Moertopo sebagai Badan Intelejen untuk mendapatkan tempat terbaik di sisi Soeharto.

Banyak fakta mengejutkan yang dikupas dalam buku ini, tentang betapa beringasnya dunia politik. Malari juga mengajarkan kita hal penting, “karena meskipun berada di kapal yang sama, bukan berarti kita memiliki tujuan yang sama.”

Penulis : Aprilia Zul.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *