Selamat Hari Pers, eh, Hari Ultah PWI
Aspirasionline.com- Tanggal 9 Februari di Indonesia secara resmi adalah Hari Pers Nasional, tapi Arfi Bambani, Sekjen Aliansi Jurnalis Independen, tidak memperingatinya. Dalam perbicangan Pilar Demokrasi KBR, Senin (9/2) malam kemarin, Arfi justru berkelakar sambil tertawa, “Selamat Hari Ulang Tahun PWI!”
Ya, Hari Pers Nasional memang dirujuk dari tanggal lahir Persatuan Wartawan Indonesiaorganisasi tunggal wartawan di era Soeharto dan Menteri Penerangan Harmoko. PWI lahir pada 2 Februari 1946. Sementara ide HPN sendiri muncul dalam kongres PWI tahun 1978 yang saat itu diketuai Harmoko.
Selanjutnya, Harmoko jadi Menteri Penerangan pada 1983, dan dua tahun setelahnya muncul Keppres yang menetapkan 9 Februari sebagai HPN. “Dari ceritanya saja sudah menarik,” ujar Arfi.
Organisasi tempat Arfi bernaung, AJI, menolak memperingati HPN setiap tahunnya. Buat AJI, hari lahir PWI tidak berkaitan langsung dengan sejarah pers Indonesia. Arfi mengatakan, memilih tanggal HPN dari hari lahir PWI telah “menafikan peran para pegiat pers nasional yang sudah ada sebelum 1946.”
Arfi menjelaskan, hari lahir PWI tidak menandai hal penting apa pun. PWI bukan organisasi jurnalis pertama di Indonesia, bukan juga tanda sejarah pers yang melawan kolonial. “Bukan PWI juga yang melakukannya,” pungkas Arfi.
Budayawan Taufik Rahzen pernah mengusulkan HPN diambil dari hari kelahiran Medan Prijaji yang lahir 1 Januari 1907. Harian berbahasa Melayu ini dimiliki oleh pribumi dan, menurut Rahzen, menyuarakan kekritisan masyarakat terhadap kolonial. Sementara banyak harian lain yang memberitakan bisnis. Ini dianggap lebih relevan sebagai tonggak kebangkitan pers.
AJI sudah pernah bertemu Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, dan mengusulkan pembentukan tim kajian tanggal HPN yang lebih tepat.
Setiap tahunnya, AJI selalu dapat undangan menghadiri HPN. “AJI selalu balas selamat ulang tahun PWI,” ujar Arfi. AJI sendiri memilih memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia yang jauh pada 3 Mei. AJI memperingatinya bersamaan dengan Hari Buruh Dunia 1 Mei.
Tapi, selain masalah tanggal, kata Arfi, “apakah kita memang butuh peringatan Hari Pers Nasional?”
Sebab, ada yang lebih penting ketimbang sekadar peringatan, yakni masalah-masalah yang dihadapi jurnalis: kemerdekaan pers, kekerasan terhadap jurnalis, dan kesejahteraan jurnalis. “Di Papua, terutama, ada clearing house terhadap jurnalis asing. Jurnalis lokal juga dibatasi,” jelas Arfi.
Kata Arfi, sederet problema itu tidak sedikit pun diangkat dalam peringatan Hari Pers Nasional yang tahun ini diadakan di Batam, Kepulauan Riau. “Ini ironis,” tegas Arfi.
AJI tidak bersikap memusuhi PWI atau HPN. Kata Arfi, kalau pun mau memperingati HPN, peringatilah dengan masalah jurnalis saat ini. Dan Arfi berharap peringatan HPN mendatang bisa lebih relevan dan kontekstual. “Kami ingin isu-isu yang dibawa AJI muncul di HPN,” tutupnya.
Sumber: KBR68H