Nahdlatul Ulama 89 Tahun Menjaga Bhinneka

Nasional

Aspirasionline.com- “Alhamdulillah, NU-nya sehat di usia yang ke-89 tahun,” ujar Marsyudi Syuhud, Sekjen PBNU, lalu tertawa. Candanya mengawali perbincangan Agama dan Masyarakat KBR, Rabu (4/2) malam.

Organisasi ini sudah membuktikan komitmennya bahkan sebelum Indonesia merdeka. Nahdlatul Ulama menyebutnya empat pilar. Mulai dari nahdlatul wathan yang mengenalkan nasionalisme, bahtsul masail yang hingga kini aktif mengkritik kebijakan pemerintah dan membahas isu terkini, Komite Hijaz yang aktif dalam dialog perdamaian internasional, dan syirkah muawanan yang memberdayakan ekonomi masyarakat.

Tapi berusia nyaris 9 dekade bagi Nahdlatul Ulama bukan berarti potong tumpeng dan selesai, melainkan terus terlibat menyelesaikan permasalahan bangsa.

Berbeda dengan ketika berdiri 31 Januari 1926, NU 2015 menghadapi dua tantangan. Pertama, pemberdayaan ekonomi penduduk NU yang kebanyakan tinggal di pedesaan. Kedua, dan ini lebih memprihatinkan, adalah kekerasan yang terus bersekuel.

“Kalau zaman dulu, walisongo mengislamkan orang kafir. Dengan adanya gerakan transnasional kini kebalik. Sudah mulai ada yang mengkafirkan umat Islam,” jelas Marsyudi.

Marsyudi menjelaskan, fenomena ini muncul setelah banyak gerakan transnasional menyelinap ke Indonesia. Paham mereka belum tentu sesuai budaya masyarakat Indonesia.

Fenomena ini berhubungan dengan situasi Timur Tengah di mana banyak perang pecah. Konflik tersebut dipicu oleh kelompok yang mengatasnamakan Islam dan memaksakan kehendaknya membentuk model negara Islam versi mereka.

Tapi NU menolak itu dan memilih jalan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. “Model dakwah NU yang dulu digunakan walisongo inilah yang diterima,” pungkas Marsyudi.

Tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama sudah berbicara di parlemen Amerika dan parlemen Eropa mengenai resolusi konflik. Marsyudi mengatakan, Komite Hijaz di NU adalah yang bertugas menyampaikan ajaran Islam rahmatan lil alamin ini. Belum lama ini NU dapat penghargaan Global Peace Award – Interfaith Leadership.

Tak mengherankan bila NU diterima hangat di Barat, dan bisa mendirikan kantornya di berbagai negara seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan Australia. Pada titik ini, Nahdlatul Ulama boleh berbangga bisa jadi salah satu role model Islam di kancah global.

Melihat kekerasan, NU tidak tinggal diam. Kata Marsyudi, “Kita terus menyampaikan paham keislaman yang rahmatan lil alamin. ”

Tapi kata cendikiawan muda NU Ulil Abshar Abdalla, kehadiran NU di kampus-kampus kota besar belum terlalu  terasa. “Banyak mahasiswa NU yang kuliah di sana, tapi NU sebagai wacana Islam belum kelihatan.”

Nahdlatul Ulama harus keluar dari komunitasnya dan berekspansi. “Karena kita tahu ada arus Islam radikal yang berkembang di Indonesia yang mempengaruhi anak-anak muda,” jelas Ulil.

Kata Ulil, masuk kampus menjadi penting, “karena lulusannya akan jadi pejabat dan memegang posisi penting di kelas menengah.” Ulil menilai NU kurang agresif ketimbang PKS dan HTI yang membawa paham berseberangan.

NU harus lebih agresif menyebarkan Islam rahmatan lil alamin. Ulil yang kini Ketua Harian ICRP   mengingatkan, “NU harus masuk kampus, sebab bila kampus diwarnai diskursus radikal dan konservatif, bahaya buat negara kita Indonesia.

 

Sumber : KBR68H

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *