Menangkal Provokasi Sunni-Syiah
Aspirasionline.com- Pekan lalu ada kabar mengejutkan. Kabar itu muncul dari akun Facebook pengasuh Masjid Az Zikra, Sentul, Bogor Jawa Barat, Arifin Ilham. Ilham menyebut kompleks masjidnya diserang kelompok Syiah. Kasus ini pun menyudutkan warga dari kelompok Syiah. Kelompok ini sebelumnya sudah mendapat tekanan karena dituding sesat, kini menghadapi lagi stempel pro kekerasan.
Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jalaluddin Rakhmat menegaskan warga mereka bukan dari Syiah, dan Syiah tidak tahu ada penyerangan. Polisi pun menangkap belasan orang yang diduga pelaku penyerangan. Ternyata para terduga ini mengatakan bukan orang Syiah, melainkan cinta NKRI.
Banyak yang kemudian meminta publik mewaspadai terus adanya upaya-upaya provokasi untuk memicu bentrokan kelompok Sunni dan Syiah di Indonesia, yang kian menguat. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin termasuk yang khawatir. Menteri Agama minta umat Islam di Indonesia tidak terprovokasi, dan tidak mempertajam perbedaan antara Sunni dan Syiah.
Kekhawatiran bentrok ini berkaca pada apa yang terjadi di luar negeri, khususnya di Timur Tengah. Terakhir di Suriah dan Yaman, ada bentrok senjata, perang saudara yang menyebabkan banyak orang tewas.
Bagaimana menangkal provokasi Sunni-Syiah, Direktur Program Maarif Institute, Muhammad Abdullah Darraz membahasnya dalam program Agama Dan Masyarakat yang diselenggarakan oleh Kantor Berita Radio KBR, Rabu, 18 Februari 2015. Di awal perbincangan, Darraz lebih dulu mengingatkan bahwa Sunni adalah adik kandung dari Syiah. “Syiah adalah cikal bakal adanya aliran-aliran dalam Islam. Sunni adik kandung Syiah.” Ujar Darraz.
Darraz menyebut bahwa realitas Islam memang beragam dan berbhinneka. Karenanya butuh kejernihan pikiran dalam menghadapi isu tertentu, apalagi soal perbedaan. Kadang menurut Darraz, masyarakat terlalu cepat mengambil kesimpulan terhadap suatu fenomena, sehingga berakibat kurang hati-hati ketika memberikan sebuah judgement. Darraz pun menekankan perlunya penelaahan lebih lanjut.
Soal konflik Sunni-Syiah di Indonesia, Darraz memiliki dua pandangan. Yang pertama, dalam konteks nasional, adanya konflik itu sebagai pengalihan isu tehadap isu politik yang sedang berlangsung di negara ini. Kemudian yang kedua, Darraz melihat ada upaya memindahkan konflik timur tengah ke Indonesia. Darraz mengungkap bahwa Iran dan Saudi punya andil melakukan ekspansi pemikiran semangat anti Syiah yang kental. Pandangan anti perbedaan inilah yang menurut Darraz perlu diwaspadai ketika ada ideologi dimana orang lain dianggap sesat atau kafir.
Darraz mengingatkan bahwa jika masyarakat tidak kritis dalam menyerap informasi, juga tidak menggunakan rujukan referensi yang kuat, maka keadaan pun akan semakin berbahaya.
Maka dari itu, Darraz meminta agar masyarakat untuk kembali kepada sumber utama yang bisa dijadikan pegangan seperti Al-Qur’an. Kata Darraz, “Maka kembalilah sumber utama yang bs dijadikan pegangan, seperti Al-Qur’an.” Selain itu, perlu kelompok moderat yang paham isu tersebut untuk memberikan penjelasan, dan media sosial pun bisa dipakai untuk meluruskan isu tersebut.
Keprihatinan Darraz adalah ketika selama ini para ulama jarang memasukkan tema bagaimana menghargain perbedaan yang ada dalam ceramahnya. Padahal ia mendorong supaya lebih banyak dialog dengan komunitas yang berbeda Mazhab. Ia bahkan menyebut bahwa pemahaman masyarakat terhadap beberapa perbedaan masih minim. Seperti di Syiah yang mengakui adanya imam secara turun temurun, yang kemudian menjadi pemimpin spiritual tertinggi, sementara di Sunni otoritas tertinggi semacam itu tidak ada. Selain itu, Darraz menganggap bahwa secara umum komunitas Syiah menerima Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Darraz justru menemukan gerakan radikal anti Syiah yang bahkan menolak nasionalisme. Kata Darraz, itulah yang justru harus diwaspadai.
Karena itu, untuk menghindari konflik yang lebih besar karena perbedaan pandangan, Darraz mendesak Pemerintah supaya merangkul kelompok minoritas dan mempertemukan kelompok yang berbeda dalam dialog. “Kita mulai dengan ulama-ulama di Indonesia yang diakui oleh Sunni-Syiah, lintas Mazhab untuk berdialog,” pungkas Darraz.
Sumber: KBR68H