Menangkis ISIS
Aspirasionline.com – “Mendua,” kata KH Masdar Farid dari Nahdlatul Ulama soal pengikut gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia. Dalam perbincangan Agama dan Masyarakat KBR dan TV Tempo, Rabu (6/8) malam itu, Masdar berkata, “Ini orang ada di sini, makan di sini, buang air di sini, tapi hatinya tidak di sini.”
Hingga kini, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memperkirakan 40-50 WNI pergi ke ISIS selama 4-5 bulan terakhir. Belum termasuk yang berangkat sebelumnya. Polanya adalah berangkat dari Indonesia ke Turki atau Mesir atau Yordania, baru masuk ke wilayah ISIS. “Sehingga pihak imigrasi akan sulit mendeteksi itu,” kata anggota BNPT Hamka Hasan.
Di Indonesia kelompok yang menyatakan setia pada ISIS terus muncul dari minggu ke minggu. Dari mahasiswa UIN Jakarta, warga Bekasi, hingga terpidana terorisme Abu Bakar Baasyir yang menyatakan setia pada Daulah dari dalam penjara. Tapi itu tidak berarti ISIS sudah buka cabang di negara ini. “Secara institusi enggak ada,” tegas Hamka.
BNPT menemukan kelompok-kelompok Indonesia yang menyatakan setia pada ISIS adalah kelompok yang selama menginginkan sistem khilafah. Namun mereka tidak terhubung secara organisasi kepada ISIS. “Itu hanya sebagai aksi solidaritas terhadap keinginan Al Baghdadi untuk jadi khilafah di sana,” kata Hamka.
BNPT mencatat target utama kelompok-kelompok ini adalah dewasa muda usia 20-35 tahun.
Masdar sendiri melihat kondisi ini, antara lain, karena saat ini muslim sedang dalam kondisi yang ia sebut “kegalauan luar biasa”.
“Di satu sisi,” kata Masdar, “didoktrinkan bahwa Islam adalah agama yang paling sempurna. Tapi faktanya (umatnya) terlunta-lunta. … Dan kita lebih suka menghabiskan energi untuk menghadapi orang lain, bukannya membangun diri sendiri.”
Aksi-aksi ISIS yang membantai kelompok lain bisa membuat orang enggan bersimpati. Tapi tetap akan mempertebal ideologi kelompok yang sebelumnya memang sudah fanatik. Karena itu, kata Masdar, masyarakat perlu memahami bahwa “agenda agama pertama-tama adalah berbuat baik bagi orang lain.”
Masdar mengingatkan bahwa semangat agama adalah tidak memaksakan kehendak. Dalam menghadapi perbedaan paham, bisa lewat dialog dan adu argumen. “Cara mempengaruhi orang lain yang efektif berkaitan dengan keyakinan,” kata Masdar, “sebenarnya dengan perilaku yang paling manis. “
Sistem khilafah dalam Islam sendiri, kata Masdar, adalah “paling banyak disalahpahami.”
Masdar menjelaskan konsep khalifah berarti wakil Tuhan yang terbagi dalam dua level. Level pertama adalah setiap individu sebagai wakil Tuhan. Level kedua adalah khalifah sebagai pemimpin masyarakat.
“Cuma begini, khalifatullah dalam konteks perorangan maupun politik tidak boleh mendiskriminasi warganya berdasarkan perbedaan keyakinan,” kata Masdar.
Masdar menegaskan, “Kalau menghakimi agama itu nanti di akhirat. Yang menghakimi Yang Maha Tahu.”
“Negara dalam konsep Islam,” kata Masdar, “harus menjadi khalifatullah sebagai ar rahman. Allah merahmati seluruh makhluknya tanpa membedakan keyakinan makhluknya. Negara dalam konsep apa pun, dalam prinsip Islam satu saja pesannya, tegakkan keadilan untuk rakyat Anda.”
BNPT sendiri mengklaim terus menangkis bibit-bibit radikalisme dalam negeri, termasuk ISIS. Mulai dari penguatan perguruan tinggi, lembaga keagamaan, sekolah, dan rumah ibadah. Di dalam lapas, bekas napi kasus terorisme pun diberikan penguatan spiritual, psikologi, dan ekonomi. Banyak bekas napi yang berhasil lewat usaha.
Hamka menjelaskan bahwa peran masyarakat sangat penting. Masyarakat harus membuka tangan kepada bekas napi teorisme dan menganggapnya manusia biasa. Hamka berkata, “Tidak boleh lagi ada istilah mantan teroris, tidak boleh seperti itu.”
Bersamaan, BNPT juga mendekati juru ideologi kelompok-kelompok radikal dengan cara kekeluargaan. Tangkisan terakhir, kata Hamka, ada di tangan para tokoh agama. “Para alim ulama kita diminta minimal menfatwakan. Tidak boleh ragu lagi menfatwakan bahwa ini adalah hal yang salah,” ujarnya.
Sumber : KBR68H