DPR Kemungkinan Gagal Selesaikan Revisi UU Pilkada

Nasional

Aspirasionline.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih menunggak banyak utang penyelesaian rancangan undang-undang. Padahal masa kerjanya hanya tinggal hitungan bulan. Di antara tunggakan itu adalah dua diantara tiga paket revisi UU, yaitu revisi UU Pemerintahan Daerah dan revisi UU Pemilihan Kepala Daerah. Yang sudah diselesaikan baru UU Desa. Lainnya, Pemerintah dan DPR menargetkan revisi UU Pemilihan Kepala Daerah tuntas bisa disahkan pada akhir September mendatang atau sebelum pelantikan anggota DPR baru.

Peneliti dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), M Iqbal Damanik DPR tidak serius memperjuangkan kepentingan rakyat. Padahal, revisi Undang Undang Pemilihan daerah ini sangat penting.

“Bukti kalau DPR kepengurusan ini lebih memilih untuk sahkan Undang – Undang Desa ketimbang Undang – Undang Pilkada sangat bermuatan politis dan semata-mata hanya untuk mendulang suara saat pemilu kemarin,” ujarnya.

Kata dia, UU Pemilihan Daerah mendesak segera ada karena Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan pemilihan kepala daerah termasuk bagian dari rezim pemilu sehingga harus lepas dari Undang – Undang Pemerintahan Daerah.

“Tahun depan sudah akan banyak agenda pemilihan kepala daerah dan revisi ini mendesak segera dikeluarkan. Padahal UU Desa, UU Pilkada, UU Pemerintahan Daerah merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan” ujarnya.

Menurutnya, tahun depan kepala daerah di 203 daerah akan berakhir masa tugasnya. “Bayangkan berapa besar dana yang bakal terhematkan apabila UU ini segera disahkan revisiannya,” ujarnya.

M Iqbal Damanik mengatakan keberadaan UU Pilkada akan memberi banyak keuntungan. Misalnya menghemat biaya pilkada dan politik uang secara masif. “Bayangkan saja, sebelumnya di beberapa daerah bisa sampai 7 kali melakukan pemilihan umum mulai dari presiden, DPR, dan kepala daerah,” ujarnya.

Selain itu, UU Pilkada juga bisa menghapus KKN, memagari atau mencegah politik dinasti dan mencegah politisasi birokrasi. Kemudian, UU Pilkada akan mencegah birokrasi terbelah-belah oleh fraksi-fraksi politik.

Menanggapi masalah tersebut, anggota Komisi Dalam Negeri DPR, Herman Kadir memastikan revisi Undang-Undang Pilkada akan rampung pada September mendatang. Saat ini hanya tinggal beberapa poin saja yang belum disepakati oleh beberapa fraksi.

“Perkembangannya itu sekarang sudah pada tahap tinggal beberapa poin, pertama masalah pemilihan kepala daerah tingkat satu dan dua apakah akan dilakukan secara langsung atau tidak,” kata Herman.

Kata dia, untuk pemilihan Gubernur secara langsung sudah disepakati semua fraksi. Namun, untuk pemilihan bupati dan walikota masih terpecah dua pendapat, yaitu dilakukan secara langsung atau diangkat oleh DPRD.

”Kita tinggal satu lagi konsinering lagi setelah reses, dan kita usahakan September akan kita sahkan. Soal RUU Pemda kita juga optimis akan kita sahkan September ini. Pasalnya, masalahnya RUU Pemda tinggal menentukan otonomi akan berada di provinsi atau kabupaten,” ujarnya.

Tapi, Herman Kadir mengklaim DPR punya banyak kendala dalam menyelesaikan masalah ini. Misalnya, masih banyak bupati atau walikota yang tidak patuh terhadap gubernur.

“Kita sedang mencari formulanya supaya ini bisa segera diatasi. DPR sudah condong, sebenarnya kalau soal otonomi berada di bawah provinsi. Oleh karenanya bupati dan walikota harus dipilih oleh DPRD saja. Sayangnya masih ada beberpa fraksi di DPR yang belum menyetujui bupati dan walikota dipilih oleh DPRD,” ujarnya. Voting atau persetujuan suara terbanyak menjadi alternatif nantinya dalam pengesahan undang-undang tersebut.

Menurut Iqbal Damanik, pihaknya pesimis DPR bisa menepati janji akan mengesahkan revisi undang undang tersebut pada September nanti. Apalagi masa kerja DPR hanya tinggal hitungan bulan.

“Melihat dari apa yang sudah terjadi, DPR sekarang sudah semakin malas, belum lagi dipotong masa reses dan kesibukan pilres,” ujarnya.

Sumber : KBR68H

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *