Tak Mudah Membuat Masyarakat Paham tentang Pemilu Bersih
aspirasionline.com – Pembagi-bagian uang saat kampanye sudah lumrah terjadi. Sebagian besar penerimanya adalah masyarakat menengah ke bawah yang memiliki pengetahuan politik yang minim. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Malang, Hendry S.T mengungkapkan, minimnya pemahaman kaum menengah mengenai pemilu membuat mereka dengan mudah menerima transaksi money politic. “Jadi ketimbang nanti yang menang kualitasnya buruk, dimanfaatin sekarang saja dengan menerima transaksi itu,” kata Hendri dalam talkshow Pilar Demokrasi, Senin (26/8).
Malang Corruption Watch (MCW) menemukan 77% warga Malang tidak mengetahui siapa calon kandidat Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur yang akan dipilih pada 29 Agustus. Jangankan visi, misi, dan program kerja, wajah para kandidat pun belum tentu diketahui oleh para calon pemilih.
Koordinator Pendidikan Pemilih MCW, Hayyik Ali Muntaha mengatakan, tidak mudah untuk membuat masyarakat paham mengenai penyelenggaraan pemilu yang bersih. Kebanyakan dari mereka merasa politik dan pemilu tidak menjadi bagian dari kehidupannya. “Mereka lebih suka membicarakan tentang kebutuhan mereka seperti kesehatan, pendidikan, dll. Tapi sebenarnya muara dari semua persoalan kebutuhan itu adalah kesalahan dalam memilih kandidat saat pemilu,” kata Hayyik.
Kini MCW berserta sejumlah organisasi lainnya gencar untuk menyosialisasikan pemilu bersih tanpa amplop. Meski mengalami sejumlah kendala, namun mereka berharap beberapa kelompok yang diajak ke dalam forum bisa berpikir bahwa uang dalam pemilu nantinya akan menyusahkan kehidupan mereka selama lima tahun mendatang. Meski begitu, Hayyik tidak menampik bahwa masyarakat masih sangat sulit untuk menolak pemberian dari kandidat. “Tidak mudah memang menyampaikan kepada publik, bahkan saudara dan teman kita untuk menolak pemberian dari calon kandidat,” sambung Hayyik.
Tak hanya berbentuk uang, praktik suap untuk membeli suara masyarakat, pemilu juga dibungkus dalam bentuk barang seperti mukena, sarung, beras, bahkan pengaspalan jalan di lingkungan perumahan.
Menanggapi hal ini, Hayyik menyalahkan partai politik yang tidak menjalankan tugasnya untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat mengenai praktik politik yang bersih. Sebaliknya, mereka malah melakukan money politic untuk mendulang suara bagi kandidat parpolnya. Aktivis Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JUPR), Nurlia Dian Paramita mengatakan, fenomena ini menunjukkan bahwa kebanyakan politisi mengedepankan aspek politik uang dibanding aspek kinerjanya.
Dari segi hukum, Ketua KPU Malang, Hendry mengatakan, UU Pemilu sudah mengatur bahwa barang siapa yang memberikan uang maupun barang dalam rangka memilih atau tidak memilih kandidat pada pemilu adalah merupakan pelanggaran. “Ada sanksi pidananya,” tegas Hendry.
Hendry mengakui bahwa masih maraknya praktik money politic dalam bentuk amplop maupun barang ini dikarenakan aturan mengenai pemilu yang masih lemah. Hingga saat ini Panwaslu tidak bisa membuktikan satu kasus pun terkait money politic. “Ini bisa saja karena masyarakat yang tidak melapor, atau yang mengetahui namun takut untuk melapor,” kata Hendry.
Program Pilar Demokrasi – KBR68H.