Buruh Belum Solid untuk Terjun ke Politik Praktis

Nasional

Jakarta – Gerakan buruh telah lama diusung sebagai media untuk mengantarkan buruh ke pintu gerbang kesejahteraan. Sebagai salah satu contoh adalah keberhasilan buruh mendorong BPJS dan SJSN menjadi UU. Tak dipungkiri memang, perjuangan buruh tidak hanya melalui aksi turun ke jalan dan mogok. Untuk memperjuangkan suara mereka saat ini berafiliasi dengan partai politik. Namun, bagaimana pun juga koalisi dengan partai politik tidak bisa dipegang. Independensi partai politik saat ini diragukan oleh masyarakat. Disebut-sebut parpol yang berkoalisi dengan buruh hanya untuk mementingkan suara di Pemilu. Lalu, apakah bisa suara buruh bisa di perjuangkan melalui partai yang menyuarakan kebutuhan buruh secara independen melalui Partai Buruh ?

Dalam perbincangan dalam dialog khusus Pilar Demokrasi yang disiarkan KBR68H bersama narasumber Anggota Majelis Pekerja Buruh Indonesia MPBI Subiyanto dan Aktivis Trade Union Rights Centre (TURC), Andriko Otang terlihat gerakan buruh masih melakukan konsolidasi untuk terjun dalam dunia politik praktis.

Menurut Aktivis Trade Union Rights Centre (TURC), Andriko Otang gerakan buruh belum terjun ke politik praktis karena belum adanya kekuatan dan keinginan solid dari kalangan buruh untuk terjun ke politik praktis dalam bentuk partai politik. Kata Andriko, meskipun kaum buruh pernah membentuk Partai Buruh yang gagal dalam pemilu 1999 dan 2004, buruh tetap membutuhkan corong untuk menyuarakan aspirasinya.

“Gerakan buruh belum sampai pada tahap pengambilan keputusan. Niscaya ada kepercayaan dari buruh untuk masuk ke parpol. Di Tahun 2014 beberapa kawan-kawan serikat buruh sudah mulai mengirimkan perwakilannya ke DPR baik pusat hingga tingkat II. Bernegosiasi dengan partai serikat buruh. Saya masih yakin dengan isu-isu perburuhan mampu meningkatkan posisi tawar gerakan buruh di masa depan,” ujarnya.

Sedangkan menurut Anggota Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Subiyanto belum terjunnya buruh ke politik praktis karena belum bersatunya visi dan aksi pegiat buruh, “Buruh sendiri sampai hari ini masih independen untuk politik praktis, sehingga presidium tidak mencalonkan diri sebagai caleg. Kita masih tetap independen, kita terlibat dalam politik ksejahteraan, ada 35 juta buruh formal sampai hari ini Indonesia belum tersatukan visi dan aksinya,” ucap Subiyanto.
Andriko Otang menilai, keterwakilan buruh dalam legislatif dan memiliki peran dalam pengambilan keputusan strategis harus terus didorong. Menurut dia, gerakan yang berpihak kepada buruh tidak hanya melulu di jalanan, namun bisa dikembangkan melalui legislatif bahkan dalam pemerintahan, “Aksi buruh dan konsolidasi buruh masih besar, parpol harus melihat itu untuk mengajak mereka bergabung dan saling menguntungkan buruh dan partai politik. Bergabungnya buruh dan parpol agar buruh bisa membuka persfektif baru dalam perubahan sehingga harapan di bawah yang masih termarjinalkan bisa pro kepada buruh. Ini masih menjadi PR penting,” ungkapnya.

Andriko yang selama ini bekerjasama dengan buruh dan civitas masyarakat sipil dalam program advokasi masalah perburuhan juga berharap buruh tak hanya jadi penonton atau berjuang di luar. Kata dia, dengan pelibatan buruh di parlemen dan eksekutif, bisa ikut memperjuangkan hal-hal penting yang berhubungan dengan masalah perburuhan.” Pilihan yang bisa dilakukan kawan-kawan adalah memilih berafiliasi. Kalau kita tidak bisa memberikan keseimbangan alternatifnya seperti membentuk parpol. Keputusannya ada di teman-teman buruh sendiri,” katanya.

“Kalau diadvokasi kita sedang advokasi upah minimum, ada kenaikan upah minimum rata2 40%. sebelum kawan buruh ini menerima upahnya, ditangguhkan oleh perusahaan. Banyak pelanggaran yang dilakukan pengusaha dengan memanipulasi data-data. Kita fokus memberikan edukasi kepada mereka dan memberik tahu hak-hak buruh yang mendasar. Kita juga membangun aliansi-aliansi di daerah. Bersama dengan civitas masyarakat sipil dan serikat buruh kami mengawal dan mengadvokasi dengan kawan-kawan buruh,” jelas Andriko saat ditanya soal program edukasi bersama buruh dan civitas masyarakat sipil dalam menambah pengetahuan buruh.

“Memang kenyataannya seperti itu, elit politik sekarang kalau mau mendekati pemilu baru mendekati pemimpin buruh. Kita tidak mau terkecoh dengan mereka, kita tetap memperjuangkan politik kesejahteraan. Kita masih memikirkan apakah untuk mendirikan partai buruh yang mampu berjuang.Kita sekarang memperkuat dulu internal buruh. 350 triliun uang negara itu berasal dari buruh. Seharusnya kita mendapatkan program dan fasilitas dari pemerintah, sehingga kami sering melakukan aksi unjuk rasa dalam rangka perjuangan buruh,” jelas Subiyanto Anggota MPBI saat ditanya soal trauma buruh soal politik praktis.

Menurut Subiyanto, perjuangan buruh dalam politik praktis sedang dipertimbangkan. ”Ada beberapa partai yang menawarkan, kita masih independen tidak mau terbawa kepentingan sesaat. Kita belum ke arah sana, kita fokus membangun kekuatan serikat buruh. Kalau sudah kuat baru kita turun. Kita tidak mau dijadikan kuda troya , kalau sudah jadi mereka melupakan buruh,” tutupnya.

Program Pilar Demokrasi KBR68H

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *